A.
Perkembangan
Nilai Budaya
Pengembangan
budaya adalah suatu proses meningkatkan atau
mempertahankan kebiasaan yang ada pada masyarakat dalam kajian pengembangan masyarakat yang
menggambarkan bagaimana budaya dan masyarakat itu berubah dari waktu ke waktu
yang banyak ditunjukkan sebagai pengaruh global. Pengembangan budaya
dikembangkan secara luas melalui kepentingan transnasional. Segala
bentuk kesenangan ikut terlibat dalam upaya pengembangan budaya ini. untuk
menghadapi globalisasi budaya, sangat sulit bagi masyarakat untuk melestarikan
budaya lokal mereka sendiri yang menjadi keunikan wilayahnya, namun globalisasi
budaya ini merupakan komponen penting dalam pengembangan masyarakat wilayahnya
sendiri. Dalam konteks Pengembangan masyarakat, pengembangan budaya
memiliki empat komponen yaitu :
a.
Komponen dalam
pengembangan budaya
1.
Melestarikan dan
menghargai budaya lokal
Tradisi
budaya lokal merupakan bagian penting dalam menanamkan rasa bermasyarakat, dan
membantu memberikan rasa identitas kepada mereka. Oleh karenanya
pengembangan masyarakat akan berupaya mengidentifikasi elemen-elemen penting
dari budaya lokal dan melestarikannya. Tradisi ini meliputi sejarah lokal
dan peninggalan berharga, kerajinan yang berbasis lokal, makanan lokal atau hal lainnya. pengaruh eksternal dapat
memisahkan tradisi-tradisi budaya lokai ini, dan strategi masyarakat yang cermat diperlukan jika tradisi tersebut
ingin dilestarikan. Masyarakat perlu mengidentifikasi apa komponen yang
unik dan signifikan dari warisan
budayanya, dan untuk menentukan komponen
mana yang hendak dipertahankan. Oleh karena itu, sebuah rencana dapat disusun
tentang bagaimana mencapainya, misalnya kegiatan di balai masyarakat, membangun industi lokal yang berbasis budaya lokal.
2.
Melestarikan dan
menghargai budaya asli atau pribumi
Ketika
dikemukakan bahwa budaya asli hanyalah kasus tertentu dalam budaya lokal,
dinamika yang berbeda yang mengelilingi budaya asli berarti budaya asli ini
diperlakukan sebagai hal yang terpisah. Komunitas merupakan hal penting
bagi kelangsungan budaya dan kelangsungan spritual, dalam arti penting kelesetarian budaya tradisional merupakan kebutuhan yang lebih penting bagi
orang-orang pribumi daripada orang lain kebanyakan.
3.
Multikulturalisme
Kata
ini lazimnya menunjukkan pada kelompok etnis yang berbeda yang tinggal di satu
masyarakat tetapi mempertahankan identitas budaya yang berbeda. Oleh
karena itu, fokus ini yaitu pada etnisitas dan fitur budaya dari kelompok-kelompok etnis
yang berbeda. Kebiasaan-kebiasaan dalam budaya yang relatif homogentampak hilang, masyarakat harus sampai pada kehidupan
bermasyarakat yang multikultural. Bagi beberapa orang, hal ini terjadi
karena ketakutan, ancaman, kerugian dan raisal serta ketegangan budaya dan pengucilan. Keanekaragama latarbelakang
budaya merupakan realitas bagi banyak masyarakat, dan oleh karena itu merupakan
aspek yang penting dari pembangunan masyarakat.
Benturan nilai-nilai budaya dan problem-problem yang dialami oleh perseorangan
dan keluargamemberikan suasana ketidakstabilan dan kecemasan
selama mereka berusaha menemukan sebuah cara melalui konflik ini. Strategi
yang digunakan dalam keadaan multikulturalisme yaitu mencakup bekerja dengan pemuka-pemuka
masyarakat, meningkatkan kesadaran penduduk, dan menghadapi rasisme.
4.
Budaya partisipatori
Aktivitas
budaya merupakan fokus penting untuk identitas masyarakat, partisipasi, interaksi
sosial dan pengembangan
masyarakat. Hal ini telah menjadi fokus dari banyak program pengembangan budaya
masyrakat; partisipasi budaya dapat dilihat sebagai cara penting untuk
membangun modal sosial, memperkuat masyarakat dan menegaskan
identitas. Aktivitas-aktivitas yang mungkin dilakukan akan berbeda-beda
tergantung pada budaya lokal, budaya lokal dan faktor-faktor lain. Budaya
parsipatif juga memiliki potensi untuk mencapai lebih dari memperkuat modal
sosial dan bangunan masyrakat. Partisipasi dalam aktivitas budaya
merupakan bagian penting untuk membantu orang-orang dari suatu masyarakat untuk
memperoleh kembali budaya mereka sendiri dan menolak ikut campur dari pihak di
luar mereka.
b.
Pengembangan budaya
dan penyesuaian diri manusia
1.
Penyesuaian Biologis
Kondisi
alam yang telah semakin berubah seiring dengan perusakan lingkungan sebagai
akibat dari global ekonomi. Membuat manusia sulit untuk menyesuaikan dirinya
secara biologis terhadap budaya yang berkembang seperti perkembangan budaya
yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat sebelumnya.
2.
Penyesuaian Sosial
Pengembangan
budaya yang bertele-tele dan terlalu di luar ambang batas norma dan nilai
sosial yang ada sebelumnya, akan terasa sedikit sulit untuk disesuaikan dengan
kondisi sosial masyarakatnya.
c.
Proses
1.
Internalisasi
Manusia
mempunyai bakat yang telah terkandung dalam gennya untuk
mengembangkan berbagai macam perasaan,hasrat, nafsu, dan emosi dalam upaya pengembangan
budayanya. Perasaan yang lahir dari manusia adalah manusia yang tidak
pernah merasa puas.
2.
Sosialisasi
Berkaitan
erat dengan kajian sistem sosial dalam masyarakat itu sendiri. Kita memahami buadaya
dari proses sosialisasi turun-temurun,
namun ada kalanya, proses sosialisasi ini tidak sempurna dilakukan oleh
generasi sebelumnya sehingga, membuat budaya yang lama terkadang diambil bagian
yang sesuai dengan kondisi sekarang. Sehingga budaya yang ada dulu belum
tentu ada untuk saat ini, karena juga dipengerahui oleh global ekonomi yang
sedang berlangsung dalam kalangan masyarakat.
3.
Enkulturasi
Hal
ini tidak lepas dari pengaruh dari luar masyarakat penganut budaya asli, proses
ini menjadi faktor pendorong utama dalam peningkatan atau penurunan nilai pada
suatu budaya dalam masyarakat. Dengan itu, aspek ini yang berada di luar
masyarakat, menjadi indikator yang sangat penting dalam proses pengembangan
budaya dewasa ini.
d.
Nilai
Semakin
bernilai hasil dari upaya pengembangan budaya ini bagi masyarakat maka semakin
besar harapan untuk meningkatkan budaya tersebut. Jika penghargaan yang
diberikan antar satu masyarakat ke masyarakat lainnya dianggap bernilai, maka
orang-orang yang melakukan perilaku-perilaku yang sesuai dengan nilai budaya
yang baru tersebut, mereka akan mendapat prestise dari masyarakat lainnya.
B. Individu, Masyarakat, dan Kebudayaan
Penduduk masyarakat dan kebudayaan adalah
konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya
penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula,
memungkinkan untuk terbentuknya masyarakat di wilayah tersebut. Ini berarti
masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehinggat idak mungkin akan ada
masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena penduduk. Sudah barang
tentu penduduk disini yang dimaksud adalah kelompok manusia, bukan
penduduk/populai dalam pengertian umum yang mengandung arti kelompok organisme
yang sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu.
Demikian pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal, hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan inipun merupakan juga hubungan yang saling menentukan
Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan popuasi dan disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia, tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan selanjutna cipta merupakan kemampuan berpikir kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan adalah 3 hal aspek kehidupan yang saling berkaitan. Penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu, sedangkan masyarakat menurut R. Linton adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehingga tidak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena adanya penduduk. Sedangkan budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Demikian pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal, hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan inipun merupakan juga hubungan yang saling menentukan
Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan popuasi dan disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia, tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan selanjutna cipta merupakan kemampuan berpikir kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan adalah 3 hal aspek kehidupan yang saling berkaitan. Penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu, sedangkan masyarakat menurut R. Linton adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehingga tidak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena adanya penduduk. Sedangkan budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
1.
Konsep individu dan konsep keluarga
Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga
aspek yaitu aspek organis jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial. Dalam
perkembangannya menjadi ‘manusia’, sebagaimana diistilahkan oleh Dick Hartoko,
individu tersebut menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi inilah
yang membantu individu mengembangkan ketiga aspeknya tersebut.
Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam
keluarga, mengingat salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi
atas nilai, norma dan simbol yang dianut masyarakat kepada anggotanya yang
baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga di mana dalam proses
pengorganisasiannya mempunyai latar belakang maksud dan tujuannya sendiri.
Pranata keluarga ini bukanlah merupakan fenomena yang tetap melainkan sebuah
fenomena yang berubah, karena di dalam pranata keluarga ini terjadi sejumlah
krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan
pranata keluarga ini. Akan tetapi bagi kalangan yang lain apa pun krisis yang
terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.
Masyarakat
adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara
bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa
individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan
bersama. Alasan-alasan tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan
sosial. Pembentukan kehidupan bersama itu sendiri melalui beberapa tahapan
yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya
perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, maka terbentuklah apa
yang dinamakan masyarakat yang bentuknya antara lain adalah masyarakat pemburu
dan peramu, peternak, holtikultura, petani, dan industri. Di dalam tubuh
masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian
sosial, media sosial, dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam
masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan untuk
mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang
telah disepakati bersama. Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah
disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh
masyarakat selalu berubah di mana cakupannya bisa bersifat mikro maupun makro.
Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan,
yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas.
Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud
kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari serangkaian
tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan hidup.
Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses
belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
Aspek individu,
keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa
dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Tidak akan
pernah ada keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada individu.
Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka
individu membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di mana individu
dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di samping itu, individu juga
membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan
mencapai potensinya sebagai manusia.
Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai
individu dalam hidupnya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah
individu mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga
pula individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka
mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat
merupakan lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat,
individu mengejewantahkan apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya.
Mengenai hubungan antara individu dan masyarakat ini, terdapat berbagai
pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-pendapat tersebut diwakili
oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber. Individu belum
bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya
individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa
disebut individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk
menjadi berbudaya dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.
C. Konsep Nilai, Sistem Nilai, dan Sistem Sosial
1.
Sistem Sosial
Memahami sistem sosial ialah proses belajar mengenali,
menganalisis dan mempertimbangkan eksistensi dan perilaku organisasi dan
institusi sosial kemasyarakatan dalam berbagai ranah kehidupan manusia. Peran
manusia di sini lebih dilihat sebagai makhluk sosial dan bagian dari kelompok
kepentingan, bukan sebagai individu. Ketika kita mengamati suatu fenomena
sosial, maka sebenarnya kita sedang mencerna realitas kehidupan yang membawakan
kondisi sistem masyarakat tertentu yang sedang bekerja, berusaha tetap
langgeng, dan seringkali berbenturan dengan sistem-sistem lainnya. Sistem ini
mencirikan karakteristik sifat, tata nilai, ukuran, kualitas dan kedudukan
relasional di dalam dan antarsistem. Oleh karenanya, fenomena sosial pada
hakikatnya adalah proses dialog, transaksi dan negosiasi sejumlah sistem sosial
pada konteks waktu dan tempat tertentu.
2.
Konsep nilai budaya
Nilai budaya adalah bagian dari budaya. Sedangkan,
budaya merupakan sebuah, konsep lebih luas dari pada sekedar nilai budaya.
Untuk itu, sebelum membahas tentang nilai budaya ada baiknya kita bahas
terlebih dahulu konsep tentang budaya.
Budaya (kebudayaan / kultur) sering kali di artikan
oleh beranekaragam arti atau makna. Antara satu makna dengan makna yang lain
dapat berbeda. Antara orang awam dan akademisi pun dapat berbeda pendapat
tentang arti budaya ini, bahkan di antara akademisi mempunyai pandangan yang
tidak sama. Kenyataanya budaya memang adalah sebuah konsep yang bermakna serta
beraneka ragam. Ada yang memaknainya secara luas dan ada pula yang memaknainya
secara sempit. Bagi mereka yang memaknai sempit/terbatas, budaya di
artikan hanya sekedar sebuah seni, candi, tari-tarian, kesusastraan, dan
sebagainya. Padahal bagian dari arti-arti seperti di sebutkan adalah bagian
dari budaya.
3. Sistem
nilai budaya
Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah
mentalitas. Mentalitas adlah kemampuan rohani yang ada dalam diri seseorang,
yang menuntun tingkah laku serta tindakan dalam hidupnya. Pantulan
dalam tingkah laku itu menciptakan sikap tertentu terhadap hal-hal
serta orang-orang di sekitarnya. Sikap mental ini sebenarnya sama saja
dengan sistem nilai budaya (culture value system) dan sikap (attitude).
Sistem nilai budaya adalah rangkaian konsep abstrak
yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat. Hal itu
menyangkut apa dianggapnya penting dan bernilai. Maka dari itu suatu sistem
nilai budaya (atau suatu sistem budaya) merupakan bagian dari kebudayaan yang
memberikan arah serta dorongan pada perilaku manusia. Sistem tersebut merupakan
konsep abstrak, tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu konsep tersebut biasanya
hanya dirasakan saja, tidak dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat yang
bersangkutan. Itu lah juga sebabnya mengapa konsep tersebut sering
sangat mendarah daging, sulit diubah apalgi diganti oleh konsep yang baru.
Bila sistem nilai budaya tadi memberi arah pada
perilaku dan tindakan manusia, maka pedomannya tegas dan konkret. Hal itu
nampak dalam norma-norma, hukum serta aturan-aturan. Norma-norma dan sebagainya
itu seharusnya bersumber pada, dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai
budaya tersebut.
Konsep sikap bukan lah bagian dari kebudayaan. Sikap
merupakan daya dorong dalam diri seorang individu untuk bereaksi terhadap
seluruh lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan bahwa sikap seseorang
itu dipengaruhi oleh kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu yang
bersangkutan.
Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu
biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya serta norma-norma dan
konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya. Namun demikian harus pula dikatakan
bahwa dalam pengamatan tentang sikap-sikap seseorang sulitlah menunjukkan
ciri-cirinya dengan tepat dan pasti. Itu lah juga sebabnya mengapa tidak dapat
menggeneralisasi sikap sekelompok warga masyarakat dengan bertolak (hanya) dari
asumsi yang umum saja.
D. Etika, Norma, Moral, Nilai dan Akhlak
1.
Etika
Etika adalah Dari segi etimologi (ilmu asal usul
kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan
ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas
akhlak (moral). Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang
berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang
selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok
yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat
dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk
dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh
akal pikiran. Etika membahas tentang tingkah laku manusia. Dengan kata
lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal
manusia.
2.
Norma
Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang
berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang
kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan
atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu
yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan
atau keburukan suatu perbuatan. Tetapi jika tidak adanya norma maka kiranya
kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi
oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh.
Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang
secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup
kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis.
3.
Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak
dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral
diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Antara
etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni
etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat
praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku
perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral
menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Istilah moral senantiasa
mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti
pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai
dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak
ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya
sebagai manusia.
4.
Nilai
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada
suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan
menarik minat seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai
suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan
karya. Nilai adalah sesuatu yang abstrak bukan konkret. Nilai hanya bisa
dipikirkan, dipahami, dihayati. Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, harapan,
keyakinan, dan hal-hal yang bersifat batiniah. Menilai berati menimbang, yaitu
kegiatan manusia yang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk
mengambil suatu keputusan.
5.
Akhlak
Secara etimologi
akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku dan tabi’at. Sinonim kta akhlak adalah budi pekerti, tata krama,
sopan santun, moral dan etic.
Sedangkan akhlak
menurut istilah sebagaimana di ungkapkan oleh Imam Al-Ghazali adalah sebagai
berikut :
aklhlak adalah suatu
bentuk (naluri asli) dalam jiwa seorang manusiayang dapat melahirkan suatu
tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Apabila naluri tersebut melahirkan suatu tindakan dan kelakuan
yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, maka disebut budi pekerti yang
baik. Namun sebaliknya bila melahirkan tindakan dan kelakuan yang jahat maka disebut
budi pekerti yang buruk.
Yang di maksud
melahirkan tindakan dan kelakuan ialah suatu yang dijelmakan anggota
lahir manusia, misalnya tangan, mulut, demikian juga yang dilahirkan oleh
anggota bathin yakni hati yang tidak dibuat-buat. Kalau kebiasaan yang tidak
dibuat-buat itu baik disebut akhlak yang baik dan kalau kebiasaan yang buruk
disebut akhlak yang buruk.
Jadi dapat kita
simpulkan awal perbuatan yang itu lahir malalui kebiasaan yang mudah tanpa
adanya pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu . contohnya jika seseorang
memaksakan dirinya untuk mendermakan katanya / menahan amarahnya dengan
terpaksa , maka orang yang semacam ini belum disebut dermawan / orang yang
sabar. Seseorang yang memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah dapat
dikatakan ia seorang yang berakhlak baik.
Apabila ia melakukan
hal tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, akhlas, dari rasa
kebaikannya / kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan berakhlak dan
berbudi pekerti yang baik. Jadi akhlak adalah masalah kejiwaan, bukan masalah
perbuatan, sedangkan yang tampak berupa perbuatan itu sudah tanda / gejala
akhlak.
Sedangkan akhlak
menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa yang dengannya
malahirkan macam-macam perbuatan baik / buruk tampa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan. Dan menurut Abdul Karim Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan
sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan timbangannya
seseorang dapat menilai perbuatan baik / burk untuk kemudian memilih melakukan
/ meninggalkannya.
Dari beberapa
pengertian tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa akhlak / khuluq itu adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan
bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran / pertimbangan terlebih dahulu
serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Sifat spontanitas
dari akhlak tersebut ccontohnya adalah apabila ada seseorang yang menyumbang
dalam jumlah besar untuk pembangunan mesjid setelah mendapat dorongan dari
seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan
membangun mesjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai
sifat pemurah, karena kemurahannya itu lahir setelah mendapat dorongan dari
luar dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain.
Boleh jadi tanpa
dorongan seperti itu, dia tida akan menyumbang. Dari keterangan di atas
jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu brsifat spontan dan tidak memerlukan
pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Menurut terminologi,
filosofis akhlak Islam yang terpengaruh oleh filsafat Yunani ia memberikan
defenisi akhlak yaitu suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan
tindakan. Dari keadaan itu tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan. Keadaan
ini terbagi 2 ada yang berasal dari tabiat aslinya ada pula yang
diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi tindakan itu pda
mulanya hanya melalui pemikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus
menerus maka jadilah suatu bakat dan akhlak.
E.
Pandangan Nilai
Masyarakat Terhadap Individu, Keluarga dan Masyarakat
1.
Konsep Individu dan
Keluarga
Dalam ilmu sosial, individu
merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah
lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Keluarga sebagai kelompok sosial yang
terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Ayah merupakan individu yang
sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula ibu. Anak masih dapat dibagi,
sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu. Individu sebagai
manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek, yaitu aspek organ
jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial.
Dalam perkembangannya menjadi
manusia sebagaimana kita ketahui bersama, individu tersebut menjalani sejumlah
bentuk sosialisasi. Sosialisasi tersebut membantu individu mengembangkan ketiga
aspek tersebut. Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di
dalam keluarga, sebab salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi
nilai, norma, dan simbol yang di anut masyarakat kepada anggotanya yang baru.
Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga yang dalam proses
pengorganisasiannya mempunyai latar belakang, maksud, dan tujuannya sendiri.
Pranata keluarga ini bukan merupakan fenomena yang tetap, melainkan sebuah
fenomena yang berubah, karena di dalam pranata keluarga terjadi sejumlah
krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan
pranata keluarga. Akan tetapi, bagi kalangan yang lain, apa pun krisis yang
terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.
2.
Konsep Masyarakat dan
Kebudayaan
Masyarakat adalah sekumpulan
individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama
mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu
tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan
tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial. Pembentuk kehidupan
bersama itu sendiri terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu interaksi,
adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan kelompok.
Setelah melewati tahapan tersebut, terbentuk apa yang dinamakan masyarakat yang
bentuknya, antara lain masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura,
petani, industri, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri
terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial,
dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan
melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan mengontrol tingkah laku
warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama.
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama
tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh masyarakat selalu
berubah yang cakupannya dapat bersifat mikro maupun makro. Apa yang menjadi
kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain
diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan disini
dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah
sebagai suatu sistem sosial yang terdiri atas serangkaian tindakan yang berpola
yang bertujuan memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau
kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri
atas proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
3.
Konsep keluarga
sebagai masyarakat
Banyak ahli menguraikan
pengertian tentang keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat,
berikut ini pengertian keluarga menurut beberapa ahli :
1.
Bergess (1962), yang dimaksud keluarga adalah kelompok
orang yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/ hubungan sedarah atau hasil
adopsi ; anggotanya tinggal bersama dalam satu rumah, anggota berinteraksi dan
berkomunikasi dalam peran sosial, dan mempunyai kebiasaan/ kebudayaan yang
berasal dari masyarakat, tetapi mempunyai keunikan tersendiri.
2.
WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang
saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, dan perkawinan.
3.
Helvie (1981), keluarga adalah sekelompok manusia yang
tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan
yang erat.
4.
Duvall dan Logan (1986), keluarga adalah sekumpulan
orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
5.
Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1989),
keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing
menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
6.
Departemen Kesehatan R.I. (1998), keluarga adalah unit
terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.
Dalam suatu keluarga ada
beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut:
1.
Fungsi Biologis
Fungsi biologis, yaitu ntuk meneruskan keturuanan,
memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara
dan merawat anggota keluarga.
2.
Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan
rasa aman bagi keluarga, memberi perhatian di antara keluarga, memberi
kedewasaan kepribadian anggota keluarga, dan memberi identitas keluarga.
3.
Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada
anak, membentuk norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
masing-masing, dan meneruskan nilai-nilai budaya.
4.
Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa
yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).
5.
Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk
memberi pengetahuan, keterampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai dengan
bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa
yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa, dan mendidik
anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Dalam sebuah keluarga ada
beberapa tugas dasar yang mencakup delapan tugas pokok sebagai berikut :
1.
Bertanggung jawab dalam pemeliharaan fisik keluarga
dan para anggotanya.
2.
Memelihara sumber daya yang ada dalam keluarga.
3.
Melaksanakan pembagian tugas masing-masing anggotanya
sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
4.
Melakukan sosialisasi antar-anggota keluarga.
5.
Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6.
Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7.
Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang
lebih luas.
8.
Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota
keluarga.
Friedman (1988)
mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yaitu fungsi afektif, fungsi
sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga.
1.
Fungsi Afektif (the affective function).
Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal
keluarga yang merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna
untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak
melalui keluarga yang gembira dan bahagia. Anggota keluarga mengembangkan
gambara diri yang positif, perasaan dimiliki, perasaan yang berarti dan
merupakan sumber kasih sayang, reinforcement dukungan yang
semuanya dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam
keluarga. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagian
keluarga. Sering perceraian, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena
fungsi afektif tidak terpenuhi.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk
fungsi afektif adalah:
a.
Memelihara Saling Asuh (mutual nurturance).
Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling
menerima, saling mendukung antar anggota. Setiap anggota yang mendapat kasih
sayang dan dukungan dari anggota yang lain maka kemampuannya untuk memberi akan
meningkat sehingga tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung
(Friedman, 1986). Hubungan intim dalam keluarga merupakan modal dasar dalam
membina hubungan dengan orang lain di luar keluarga. Sebuah prasyarat untuk
mencapai saling asuh adalah komitmen dasar dari masing-masing pasangan dan
hubungan perkawinan yang secara emosional memuaskan dan terpelihara.
Brown (1989) memandang mutual nurturance sebagai
suatu fenomena spiral. Karena setiap anggota menerima kasih sayang dan
perhatian dari anggota lain dalam keluarga, kapastitasnya untuk memberi kepada
anggota lain meningkat, dengan hasil adanya saling mendukung dan kehangatan
emosional. Konsep kunci disini adalahmutualitas dan reproksitas.
b.
Keseimbangan Saling Menghargai.
Pendekatan yang cukup baik untuk menjadi orang tua di
istilahkan dengan keseimbangan saling menghargai (Colley, 1978). Saling
menghargai dengan mempertahankan iklim yang positif yang tiap anggota diakui
dan dihargai keberadaan dan haknya baik orang tua maupun anak, sehingga fungsi
afektif akan dicapai. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah keluarga harus
memelihara suasana ketika harga diri dan hak-hak dari kedua orang tua dan anak
sangat dijunjung tinggi. Keseimbangan saling menghormati dapat dicapai apabila
setiap anggota keluarga menghormati hak, kebutuhan dan tanggung jawab anggota
keluarga yang lain (Colley, 1978).
Memelihara keseimbangan antara hak-hak individu dalam
keluarga berarti menciptakan suasana yang orang tua maupun anak-anak tidak
diharapkan memenuhi tingkah laku dari yang lain. Orang tua perlu menyediakan
struktur yang memadai dan panduan yang konsisten sehingga batas-batas dapat
dibuat dan dipahami. Namun, perlu dibentuk fleksibilitas dalam sistem
keluarga agar memberi ruang gerak bagi kebebasan untuk berkembang menjadi
individu (Tunner, 1970).
c.
Pertalian dan Identifikasi.
Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari
kebutuhan individu dalam keluarga adalah pertalian (bonding) atau kasih
sayang (attachment) digunakan secara bergantian. Kasih sayang
adalah ikatan emosional yang relatif unik dan abadi antara dua orang tertentu
(Wright dan Leahey, 1984). Ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup
baru dan kemudian dikembangkan dengan kesesuaian pada berbagai aspek kehidupan,
keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya mempunyai anak. Kasih sayang
antara ibu dan bayi yang baru lahir sangat penting, karena interaksi orang tua
bayi yang baru lahir sangat penting, karena interaksi orang tua bayi yang dini
mempengaruhi sifat dan kualitas hubungan kasih sayang selanjutnya, dan hubungan
ini memengaruhi perkembangan psikososial dan kognitif anak (Ainsworth, 1966).
Hubungan dikembangkan dengan hubungan orang tua dan anak, antara anak-anak
melalui proses identifikasi. Identifikasi merupakan unsur penting dalam
pertalian, dan juga inti dari hubungan keluarga. Turner (1970) menjelaskan
bahwa dalam definisi yang sangat sederhana, identifikasi adalah suatu sikap
ketika seseorang mengalami apa yang terjadi dengan orang lain seolah-olah hal
ini terjadi pada dirinya. Proses identifikasi adalah inti ikatan kasih sayang.
Oleh karena itu, perlu diciptakan proses identifikasi yang positif karena anak
meniru perilaku orang tua melalui hubungan interaksi mereka.
d.
Keterpisahan dan Kepaduan.
Salah satu masalah pokok psikologis yang sentral dan
menonjol yang meliputi kehidupan keluarga adalah cara keluarga memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga, dan bagaimana hal ini memengaruhi
identitas dan harga diri individu. Selama tahun-tahun awal sosialisasi,
keluarga membentuk dan memprogramkan tingkah laku seseoranganak, dengan demikian membentuk rasa memiliki
identitas. Anggota keluarga berpadu dan berpisah satu sama lain. Setiap
keluarga menghadapi isu-isu keterpisahan dan kepaduan dengan cara yang unik,
beberapa keluarga memberikan penekanan pada satu sisi daripada sisi lain .
2.
Fungsi Sosialisasi (the socialization function)
Sosialisasi di mulai
pada saat lahir dan hanya di akhiri dengan kematian. Sosialisasi merupakan
suatu proses yang berlangsung seumur hidup ketika individu secara kontinyu
mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola
secara sosial, yang mereka alami. Ini termasuk internalisasi satu set norma dan
nilai yang cocok bagi remaja berusia 14 tahun. Pergantian berusia 20 tahun,
orang tua berusia 24 tahun, kakek atau nenek yang berusia 50 tahun, orang yang
telah pensiun dalam usia 65 tahun. Sosialisasi mencakup semua proses dalam
sebuah komunitas tertentu atau kelompok manusia, yang berdasarkan sifat
kelenturannya, melalui pengalaman yang di peroleh selama hidup, mereka
memperoleh karakteristik yang di peroleh secara sosial (Honigman, 1967). Sosialisasi merujuk pada proses perkembangan
atau perubahan yang di alami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi
sosial dan pembelajaran peran sosial (Gegas , 1979). Keluarga merupakan tempat
individu melakukan sosialisasi. Setiap tahap perkembangan keluarga dan individu
(anggota keluarga) dicapai melalui interaksi atau hubungan yang di wujudkan
dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya,perilaku
melalui hubungan-hubungan dan interaksi dalam keluarga, Sehingga mampu berperan
di masyarakat.
3.
Fungsi
Reproduksi (the reproductive function).
Keluarga berfungsi
untuk meneruskan keberlangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
Dan dengan adanya program KB, maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di
sisi lain, banyak kelahiran yang tidak di harapkan atau di luar ikatan
perkawinan sehingga lahir keluarga baru dengan satu orang tua.
4.
Fungsi Ekonomi (the economic function)
Untuk memenuhi
kebutuhan keluarga seperti makanan, pakaian, dan rumah keluarga memerlukan
sumber keuangan. Fungsi ini sukar di penuhi oleh keluarga di bawah garis
kemiskinan. Perawat / bidan mencari sumber-sumber di masyarakat
yang dapat di gunakan keluarga meningkatkan status kesehatan.
5.
Fungsi Perawatan Keluarga atau Pemeliharaan Kesehatan (the healthcare function)
Bagi profesional
kesehatan keluarga, fungsi keperawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital
dalam pengkajian keluarga. Untuk menempatkannya dalam persfektif, fungsi
ini adalah salah satu fungsi keluarga dan memerlukan penyediaan kebutuhan
fisik, makanan, pakaian, tempatr tinggal, dan perawatan kesehatan.
F.
Konsep
Dasar Masyarakat
1.
Definisi Masyarakat
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu
kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang
sama.Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan, Negara semua adalah
masyarakat. Menilik kenyataan di lapangan,suatu kelompok masyarakat dapat
berupa suatu suku bangsa. Bisa juga berlatar belakang suku.Dalam pertumbuhan dan
perkembangan suatu masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah
memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati
dalam lingkungannya. Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah
yang dapat menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga
dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang
khas.
Dalam ilmu sosiologi kita kit mengenal ada dua macam
masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan.Masyarakat
paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota- anggota yang menimbulkan
suatu ikatan batin antara mereka. Kalau pada masyarakat patambayan terdapat
hubungan pamrih antara anggota-angota nya.
2.
Ciri-Ciri Masyarakat
Dari berbagai pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat itu memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.
Interaksi diantara sesama anggota masyarakat
Di dalam masyarakat
terjadi interaksi sosial yang merupakan hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar perseorangan, antar kelompok-kelompok maupun antara
perseorangan dengan kelompok, untuk terjadinya interaksi sosial harus memiliki
dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
2.
Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu
Suatu kelompok
masyarakat menempati suatu wilayah tertentu menurut suatu keadaan geografis
sebagai tempat tinggal komunitasnya, baik dalam ruang lingkup yang kecil RT/RW,
Desa Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, dan bahkan Negara.
3.
Saling tergantung satu dengan lainnya
Anggota masyarakat
yang hidup pada suatu wilayah tertentu saling tergantung satu dengan yang
lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tiap-tiap anggota masyarakat
mempunyai keterampilan sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing.
Mereka hidup saling melengkapi, saling memenuhi agar tetap berhasil dalam
kehidupannya.
4.
Memiliki adat istiadat tertentu/kebudayaan
Adat istiadat dan kebudayaan diciptakan untuk mengatur tatanan kehidupan
bermasyarakat, yang mencakup bidang yang sangat luas diantara tata cara
berinteraksi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, apakah itu dalam
perkawinan, kesenian, mata pencaharian, sistem kekerabatan dan sebagainya.
5.
Memiliki identitas bersama
Suatu kelompok masyarakat memiliki identitas yang
dapat dikenali oleh anggota masyarakat lainnya, hal ini penting untuk menopang
kehidupan dalam bermasyarakat yang lebih luas.Identitas
kelompok dapat berupa lamang-lambang bahasa, pakaian, simbol-simbol tertentu
dari perumahan, benda-benda tertentu seperti alat pertanian, mata uang, senjata
tajam, kepercayaan dan sebagainya.
3.
Unsur-unsur Masyarakat
a.
Harus ada perkumpulan
manusia dan harus banyak.
b.
Telaah bertempat
tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu.
c.
Adanya aturan atau
undang-undang yang mengatur masyarakat untuk menuju kepada kepentingan dan
tujuan bersama.
4.
Unsur Pembentukan Masyarakat
Masyaraka dapat terbentuk atas berbagai unsure yang
melatar belakanginya antara lain.
1.
Kategiri social.
Adalah kesatuan
manusia yang terbentuk karena adnya kesamaan yang objektif dalam setiap manusianya,
seperti jenis kelamin, usia, dan pendapatan.
2.
Golongan social.
Adalah kesatuan
manusia yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu, golongan social terikat oleh
system nilai, moral, dan adat istiadat tertentu yang berlaku pada masyarakat
tersebut.
3.
Komunitas.
Adalah suatu kesatuan
hidup manusia yang menempati wilayahnya dan berinteraksi menurut suatu system
adat istiadat serta terikat/dibatasi oleh wilayh geografis.
4.
Kelompok.
Adalah sekumpulan
manusia yang berinteraksi antar anggotanya mempunya norma yang berkembang dan
adanya rasa identitas yang sama, serta mempunyai organisasi dan system pimpnan.
5.
Perhimpunan.
Adalah kesatuan
manusia yangh berdasarkan sifat, tugas, yang sifat hubungannya berdasarkan
kontak serta pimpinan berdasarkan kontrak.
5.
Syarat-syarat terbentuknya masyarakat
Untuk membenruk suatu perkumpulan atau yang biasa
disebut dengan masyaakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.
Setiap anggota
kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang
bersangkutan.
2.
Adanya timbale balik
antara anggota yang satu dengan yang lainnya.
3.
Adanya suatu factor
yang dimiliki bersama, sehinga hubungan anta mereka berambah kuat.
4.
Berstruktur dan
mempunyai pola prilaku
5.
Bersistim dan
berproses.
6.
Proses pembentukan
masyarakat
1.
Pemenuhan kebutuhan
dasar biologis, seperti papan (tempat tinggal), sandang, dan pangan yang
penyelenggaraannya akan lebih mudah dilaksanakan dengan kerja sama dari
pada usaha perorangan.
2.
Kemungkinan untuk
bersatu dengan manusia lain (bermasyarakat).
3.
Keinginan untuk bersatu
dengan lingkungan hidupnya.
4.
Dengan memasyarakat
kemungkinan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kekuatan alam,
binatang dan kelompok lain lebih besar.
5.
Secara naluriah
manusia mengembangkan keturunan melalui keluarga yang merupakan kesatuan
masyarakat yang terkecil.
6.
Manusia mempunyai
kecenderungan sosial, yaitu seluruh tingkah laku yang berkembang akibat
interaksi sosial atau hubungan antar manusia. Dalam hidup bermasyarakat,
kebutuhan dasar kejiwaan ingin tahu, meniru, dihargai,
menyatakan rasa haru dan keindahan, serta memuja tertampung dalam
hubungan antar manusia, baik antar individu maupun kelompok.
G.
Masyarakat
Desa dan Kota
Pada mulanya
masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya
masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan
melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.
1.
Masyarakat Perkotaan
Pengertian masyarakat
perkotaan lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri
kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Secara umum,
masyarakat perkotaan sosialisasinya sudah berkurang dan kepribadiannya beragam.
Kurangnya rasa sosialisasi karena masyarakat perkotaan sudah sibuk dengan
kepentingannya masing-masing, sedangkan dari kepribadiannya masyarakat perkotaan
kebanyakan sedikit stress karena banyaknya target/pencapaian yang harus dicapai
dalam jangka waktu tertentu. Pola interaksi masyarakat perkotaan lebih ke motif
ekonomi, politik, pendidikan, dan terkadang hierarki dan bersifat vertikal
serta individual. Pola solidaritas sosial masyarakat perkotaan terbentuk karena
adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Walaupun begitu, tidak
semua masyarakat perkotaan seperti apa yang dijelaskan di atas.
2.
Masyarakat Pedesaan
Yang dimaksud dengan
desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma adalah suatu kesatuan hukum dimana
bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. Menurut Bintarto desa
merupakan perwujudan atau persatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan
kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya
secara timbal balik dengan daerah lain. Sedangkan menurut Paul H. Landis, desa
adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Secara umum,
masyarakat pedesaan lebih bersosialisasi dengan kepribadian yang sederhana.
Masyarakat pedesaan itu lebih bisa bersosialisasi dengan orang-orang di
sekitarnya, sehingga mereka hampir hafal semua penduduk yang tinggal di desa.
Masyarakat pedesaan juga sangat ramah terhadap orang asing yang belum
dikenalnya. Untuk kepribadian, masyarakat pedesaan lebih terkesan santai karena
kerjanya tidak terlalu berat seperti masyarakat perkotaan. Pola interaksi
masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan dan bersifat horizontal
serta mementingkan kebersamaan. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan
timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan.
Karakteristik umum
masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup
bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi
dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan
masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan
serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak
berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait
dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
a.
Sederhana
b.
Mudah curiga
c.
Menjunjung tinggi
norma-norma yang berlaku didaerahnya
d.
Mempunyai sifat
kekeluargaan
e.
Lugas atau berbicara
apa adanya
f.
Tertutup dalam hal
keuangan mereka
g.
Perasaan tidak ada
percaya diri terhadap masyarakat kota
h.
Menghargai orang lain
i.
Demokratis dan
religius
j.
Jika berjanji, akan
selalu diingat
Sedangkan cara
beadaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan
dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan
santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda dengan
karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan
kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat
perkotaan sering disebut sebagai urban community.
3.
Perbedaan masyarakat
kota dan masyarakat desa :
1.
Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam,
karena lokasi geografisnya di daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan
banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang
tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
2.
Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya
mata pencaharian di daerah pedesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yang
bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari
kegiatan usaha.
3.
Ukuran Komunitas, Komunitas pedesaan
biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
4.
Kepadatan Penduduk, Penduduk desa
kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan degan kepadatan penduduk kota,
kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan degan klasifikasi
dari kota itu sendiri.
5.
Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas
atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan,
adat-istiadat dan perilaku nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan
dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri
dari orang-orang degan macam-macam perilaku dan juga bahasa, penduduk di kota
lebih heterogen.
6.
Diferensiasi Sosial, Keadaan
heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg tinggi di dlm
diferensiasi Sosial.
7.
Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam
masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas
yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua
tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.
4.
Ada beberapa ciri yang
menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1.
Kehidupan keagamaan
berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota
hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti
di masjid, gereja, dan lainnya.
2.
Di kota-kota,
kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan
agama dan sebagainya.
3.
Jalan pikiran rasional
yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
4.
Interaksi-interaksi
yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada
kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang
membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena
itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari
ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke
kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
Ada beberapa ciri yang
mencolok pada masyarakat pedesaan, yaitu :
1.
Kehidupan keagamaan
sangat erat dalam diri masyarakat pedesaan
2.
Mempunyai pergaulan
hidup yang saling mengenal antara ribuan jiwa
3.
Cara berusaha
(ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi oleh alam
seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris adalah bersifat sambilan
4.
Ada pertalian perasaan
yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
5.
Di dalam masyarakat
pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat
6.
Masyarakat tersebut
homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat dan sebagainya
7.
Sistem kehidupan
umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
Setelah
apa yang sudah dijelaskan di atas, terdapat ciri-ciri yang menjadi dasar
perbedaan antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan.
Ciri-cirinya adalah
sebagai berikut :
a.
Jumlah dan kepadatan
penduduk
b.
Lingkungan hidup
c.
Mata pencaharian
d.
Corak kehidupan sosial
e.
Stratifikasi sosial
f.
Mobilitas sosial
g.
Pola interaksi sosial
h.
Pola solidaritas
sosial
i.
Kedudukan dalam
hierarki sistem administrasi nasional
Disamping itu,
masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan saling berhubungan. Masyarakat
perkotaan dan masyarakat pedesaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama
sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya
terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka
saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya
akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan. Desa juga
merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu dikota,
misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan
atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.
H. Sumber Daya Sarana Kesehatan Perdesaan dan Perkotaan
Untuk mecapai pembangunan yang berkualitas tentunya
diperlukan sumber daya yang juga berkualitas, sehingga perlu diupayakan
kegiatan dan strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap
potensi yang ada. Sumber daya tersebut dapat dicakup dari lingkungandesa maupun
dari lingkungan dari lingkungan kota.
1.
Sumber daya di Desa
Tingkat kepercayaan masyarakat desa terhadap petugas
kesehatan masih rendah karena mereka masih percaya kepada dukun, sehingga kita
perlu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat desa tentang dunia medis.
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan di
kelompokkan dalam sajian informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga
kesehatan.
a.
Sarana Kesehatan
1.
Puskesmas
Di desa untuk saat
ini hampir 100% sudah membangun puskesmas untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Secara konseptual, puskesmas menganut konsep wilayah dan diharapkan dapat
melayani sasaran jumlah penduduk yang ada di wilayah masing-masing.
2.
BPS (Bidan Praktek
Swasta)
Merupakan salah satu
sumber daya yang dapat mensejahterakan kesehatan ibu dan anak. Di BPS bidan
dapat memberikan penyuluhan yang dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak di
wilayah tersebut, khususnya di daerah pedesaan.
3.
Sarana Kesehatan di
Desa Bersumber Daya Masyarakat
Dalam rangka
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai upaya
dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat.
Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya adalah:
a.
Posyandu
Posyandu merupakan
jenis UKM yang paling memasyarakatkan dewasa ini. Posyandu yang meliputi lima
program prioritas yaitu: KB, KIA, Imunisasi, dan penanggulangan Diare. Terbukti
mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Sebagai
salah satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan
dengan masyarakat level bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali sperti pada
masa orde baru karena terbukti ampuh mendeteksikan permasalahn gizi dan
kesehatan di berbagai daerah. Permasalahan gizi buruk anak balita, kekurangan
gizi, busung lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan
anak akan mudah dihindari jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.
b.
PKK
Adalah gerakan
pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai motor
penggerakan untuk membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam
masyarakat dan bertujuan membantu pemerintah untuk ikut serta memperbaiki dan
membina tata kehidupan dan penghidupan keluarga yang dijiwai oleh Pancasila
menuju terwujudnya keluarga yang dapat menikmati keselamatan, ketenangan dan
ketentraman hidup lahir dan bathin (keluarga sejahtera).
c.
Pos Obat Desa (POD)
Pos obat desa
merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal pengobatan sederhana. Kegiatan
ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana. Kegiatan ini
dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana, melengkapi kegiatan
preventif dan promotif yang telah di laksanakan di posyandu. Dalam
implementasinya POD dikembangkan melalui beberapa pola di sesuaikan dengan
stuasi dan kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD itu antara lain:
a.
POD murni, tidak
terkait dengan UKBM lainnya.
b.
POD yang di
integrasikan dengan Dana Sehat.
c.
POD yang merupakan
bentuk peningkatan posyandu.
d.
POD yang dikaitkan
dengan pokdes/ polindes.
e.
Pos Obat Pondok
Pesantren ( POP ) yang dikembangkan di beberapa pondok pesantren.
b.
POD jumlahnya belum
memadai sehingga bila ingin digunakan di unit-unit desa, maka seluruh, diluar
kota yang jauh dari sarana kesehatan sebaiknya mengembangkan Pos Obat Desa
masing-masing.
d.
Poskesdes
Merupakan pelayanan
kesehatan yang bersumber pada daya masyarakat yang dibentuk di desa dalam
rangka mendekatkan dan menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat
yang ada di desa.
e.
Polindes
Merupakan salah satu
bentuk peran serta masyarakat dalam rangka mendekatkan pelayanan kebiadanan
melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu
dan anak.
b.
Sarana Tenaga Kesehatan
a.
Bidan Desa
Bidan Desa adalah
bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat
di wilayah kerjanya, yang meliputi satu atau dua desa yang dalam melaksanakan
tugas pelayanan medik baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bertanggung
jawab langsung kepada kepala Puskesmas dan bekerja sama dengan perangkat desa.
b.
Dukun Bersalin
Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali dilakukan oleh seseorang
yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada dasarnya
dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat atau
merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya
dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun ke atas.
Dukun dapat dibedakan menjadi:
1.
Dukun
Terlatih
Dukun
terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang
dinyatakan lulus.
2.
Dukun
tidak terlatih
Dukun
tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga
kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Peranan dukun
beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan
tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat
dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan persalinan.
2.
Sumber
Daya di Kota
a.
Sarana Kesehatan
1.
Puskesmas
Seperti halnya di
desa, di kota juga terdapat puskesmas, akan tetapi untuk mekanisme pengobatan
masyarakat lebih banyak pergi ke rumah sakit. Pembinaan pembangunan kesehatan
dengan adanya puskesmas yang memiliki tenaga dokter yang didukung tenaga
keperawatan/bidan, non medis lainnya sesuai standar, sarana dan biaya
operasional yang memadai, sehingga puskesmas mampu melaksanakan pelayanan
obstretrik dan neonatal emergensi dasar (PONED) dan diperlukan potensi
peningkatan pengetahuan tenaga medis.
2.
Rumah Sakit
Indikator yang
digunakan untuk menilai perkembangan rumah sakit antara lain dengan melihat
perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan jumlah rumah sakit
dan tempat tidurnya serta rasio terhadap jumlah penduduk. Semua RS
kabupaten/kota mampu melaksanakan pelayanan Obstretrik Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK), sehingga kemauan kemampuan dan kesadaran penduduk dalam
upaya kesehatan ibu dan anak dapat diwujudkan. Setiap daerah dapat memanfaatkan
sumber daya yang ada, dari APBD, termasuk lembaga donor internasional.
3.
Klinik Bersalin
Merupakan suatu
institusi professional yang menangani proses persalinan dan pelayanannya
disediakan oleh dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Klinik
bersalin biasanya lebih banyak terdapat di daerah perkotaan.
4.
Sarana produksi dan
distribusi sedian dan alat kesehatan
Salah satu factor
penting untuk menggambarkan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan adalan
jumlah sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
b.
Sarana Tenaga Kesehatan
a.
Dokter Kandungan
b.
Bidan
c.
Apoteker
d.
Perawat
e.
Ahli Gizi
I.
Permasalahan Sosial
Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan
1.
Definisi Masalah Sosial dan Jenis Masalah Sosial dalam Masyarakat
Menurut
Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara
unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok
sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan
gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau
masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1.
Faktor Ekonomi :
Kemiskinan, pengangguran, dll.
2.
Faktor Budaya :
Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3.
Faktor Biologis :
Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4.
Faktor Psikologis :
penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
a.
Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering
disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada
sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota,
yaitu:
1.
Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan
kehidupan keagamaan di desa.
2.
Orang-orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya
sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain.
3.
Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih
tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4.
Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan
juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
5.
Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut
masyarakat perkotaan.
6.
Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatka
pentingnya factor waktu bagi warga kota.
7.
Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di
kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh
dari luar.
b.
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan selalu
memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam
perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian
karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa.
Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era
informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak
berlaku”.
Masyarakat pedesaan juga
ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa,
yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya,
bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia
untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota
masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling
mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri
masyarakat desa antara lain :
Didalam masyarakat pedesaan di
antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
a.
Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar
kekeluargaan
b.
Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari
pertanian
c.
Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata
pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya.
2.
Masalah-masalah di
Perkotaan dan Perdesaan
1.
Masalah-masalah perkotaan
a.
Banjir
Penyebab
banjir di DKI Jakarta, secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor
alam dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena
lebih dari 40% kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut pasang.
Sehingga Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat
ini. Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah
pertumbuhan permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai,
sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang
memadai. Kondisi ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini
dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta. Kapasitas sungai
dan saluran makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan,
sedimentasi dan pembuangan sampah secara sembarangan
b.
Urbanisasi
Berdasarkan
survei penduduk antar sensus (Supas) 1995, tingkat urbanisasi di Indonesia
padatahun 1995 adalah 35,91 persen yang berarti bahwa 35,91 persen penduduk
Indonesia tinggal didaerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat dari sekitar
22,4 persen pada tahun 1980 yanglalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang tinggal
di daerah pedesaan menurun dari 77,6 persen pada tahun 1980 menjadi 64,09
persen pada tahun 1995.Meningkatnya kepadatan penduduk perkotaan membawa dampak
yang sangat besar kepadatingkat kenyamanan yang tinggi. Kota seperti Jakarta
misalnya tidak dirancang untuk melayanimobilitas penduduk lebih dari 10 juta
orang. Dengan jumlah penduduk lebih dari 8 juta penduduk saat ini, ditambah
dengan 4-6 juta penduduk yang melaju dari berbagai kota sekitar Jakarta,
menjadikan Jakarta sangatlah sesak.
c.
Kriminalitas
Kejahatan atau kriminalitas di kota-kota besar sudah menjadi permasalahan
sosial yang membuat semua warga yang tinggal atau menetap menjadi resah, karena
tingkat kriminalitas yang terus meningkat setiap tahunnya.faktor penyebab
Tingkat pengangguran yang tinggi , Kurangnya lapangan pekerjaan membuat tingkat
kriminal juga meningkat karena kurangnya lapangan pekerjaan danKemiskinan yang
dialami oleh rakyat kecil kadang membuat mereka berfikir untuk melakukan
tindakan kriminalitas.
2.
Masalah yang ada pedesaan
a.
Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan yang baik itu haruslah mampu menciptakan proses
belajar mengajar yang efektif dan bermanfaat serta menjadikan masyarakat
pedesaan lebih terbuka dan akses terhadap pendidikan. Seiring perkembangan
zaman, pengertian pendidikan pun mengalami perkembangan.
Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda, tetapi secara esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya.
Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda, tetapi secara esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya.
Umumnya masyarakat pedesaan kurang begitu sadar akan pentingnya pendidikan,
Mereka lebih memilih mengajak anak-anak mereka berkebun atau bertani, ketimbang
menyekolahkan mereka. Alhasil banyak dari masyarakat pedesaan yang buta tulis
dan hitung. Oleh karena itu taraf hidup masyarakat pedesaan relative
Salah satu kendala yang telah disadari oleh pemerintah dalam bidang
pendidikan di tanah air adalah kesenjangan dan ketidakadilan dalam mengakses
terutama pendidikan. Hal ini yang menyebabkan kesadaran masyarakat di desa
sangat kurang dan tidak antusias serta memahami akan pentingnya pendidikan.
Selain itu, kendala lain negara berkembang termasuk Indonesia, untuk masa yang lama menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan, yaitu:
Selain itu, kendala lain negara berkembang termasuk Indonesia, untuk masa yang lama menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan, yaitu:
1.
Peninggalan penjajah dengan masyarakat yang tingkat
pendidikannya sangat rendah,
2.
Anggaran untuk bidang pendidikan yang rendah dan
biasanya kalah bersaing dengan kebutuhan pembangunan bidang lainnya,
3.
Anggaran yang rendah biasanya diarahkan pada
bidang-bidang yang justru menguntungkan mereka yang relatif kaya,
4.
Karena anggaran rendah, dalam pengelolaan pendidikan
biasanya timbul pengelolaan yang tidak efisien.
Hal ini terlihat dimana pemerintah tidak saja mampu merancang penerapan kebijakan yang disukainya, tetapi juga menafsirkan ulang teks kebijakan sesuai preferensi kebijakannya, termasuk dalam bidang pendidikan. Dimana kebijakan disetujui, diterima, dan dilaksanakan oleh pranata pemerintah.
Hal ini terlihat dimana pemerintah tidak saja mampu merancang penerapan kebijakan yang disukainya, tetapi juga menafsirkan ulang teks kebijakan sesuai preferensi kebijakannya, termasuk dalam bidang pendidikan. Dimana kebijakan disetujui, diterima, dan dilaksanakan oleh pranata pemerintah.
Manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan sebagai instrumen pembebas,
yakni membebaskan masyarakat pedesaan dari belenggu kemiskinan,
keterbelakangan, kebodohan, dan penindasan. Selain itu, pendidikan yang baik
seharusnya berfungsi pula sebagai sarana pemberdayaan individu dan masyarakat
desa khususnya guna menghadapi masa depan. Pendidikan difokuskan melalui
sekolah, pesantren, kursus-kursus yang didirikan di pedesaan yang masyarakatnya
masih ‘buta’ akan ilmu.
Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.
Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.
b.
Tingginya angka kemiskinan
Dalam
upaya percepatan pembangunan di segala bidang masih terdapat beberapa
kendala,antara lain masih tingginya angka penduduk miskin, walaupun selama
empat tahun.
terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari jumlah.
penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah.
penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin.
masih sebanyak 132.125 jiwa atau 24,28 %.
terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari jumlah.
penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah.
penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin.
masih sebanyak 132.125 jiwa atau 24,28 %.
c.
Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan layanan pendidikan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan
kompetensi anak didik. Output layanan pendidikan dengan
pendekatan Indek Pembangunan Manusia (IPM) masih menunjukkan kondisi yang
jauh dari harapan. Indek Pembangunan Manusia komponen pendidikan tahun 2004
menunjukkan angka 6,18 tahun atau masih lebih rendah dari rata-rata IPM Jawa
Timur dengan capai 6,55. Namun bila dibandingkandengan IPM tahun 2003 terdapat
kenaikan 0,13. Demikian pula segi kesehatan.
masih banyak yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya angka kematian ibu dan anak serta kesakitan malaria masih relatif tnggi.
masih banyak yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya angka kematian ibu dan anak serta kesakitan malaria masih relatif tnggi.
J.
Polarisasi Desa dan
Kota
Masalah pembangunan terutama bagi negara sedang
berkembang adalah polarisai desa-kota. Peranan perkotaan atas perdesaan
dipertanyakan, apakah sebagai pendorong pertumbuhan atau lebih bersifat sebagai
parasit. Disamping akibat keterbatasan sumber daya pada dasarnya kemiskinan dan
keterbelakangan kawasan perdesaan bukanlah semata-mata terisolasinya kawasan
desa ke kota melainkan juga akibat bentuk dan sistem keterkaitan desa dengan
kota yang cendrung mengarah pada hubungan eksploitatif.
1.
Di Desa-desa
Yang memiliki kedekatan dan
keterkaitan yang tinggi dengan perkotaan tidak otomatis diiringi peningkatan aksesibilitas
masyarakat desa ke sumber daya ekonomi perkotaan. Sebaliknya adalah
meningkatnya potensi masyarakat perkotaan dalam memanfaatkan dan
mengeksploitasi sumber daya perdesaan. Perdesaan juga terjebak pada
spesialisasi satu komoditas pertanian atau sumber daya alam untuk melayani
perkotaan.
2.
Masalah nya
Buruknya sistem keterkaitan
perkotaan dan perdesaan sebenarnya bukanlah masalah yang berskala total atau
nasional saja tetapi memiliki perspektif global. Teori ketergantungan
menerangkan bahwa kota metropolitan di negara berkembang memiliki
ketergantungan yang tinggi dengan sistem ekonomi negara di utara. Terjadinya
transfer surplus yang masif dari selatan berlangsung melalui hubungan kota-kota
mertopolitan dengan negara industri maju di utara. Dunia utara pada dasarnya
secara aktif menekan negara-negara agraris di belahan selatan. Dengan demikian
permasalahan keterkaitan kota dan desa tidak lepas dari struktur ekonomi global
yang cendrung mempertahankan kemiskinan dan keterbelakangan perdesaan.
Polarisai desa-kota tidak selalu
dipandang secara pesimistik, karena terdapat pula pandangan antagonis walaupun
minor yang menyatakan bahwa adanya efek backwash dari urbanisasi hanya akan
berlangsung singkat dan terjadi pada tahap awal pembangunan saja. Karena semankin
matangnya sistem perencanaan pembangunan antar wilayah, kebijakan pembangunan
akan semakin diarahkan pada upaya menurunkan polarisai pembangunan sebagaimana
terjadi di Asia Timur atau jepang. Tetapi ini tidak terjadi secara mulus di
sebagian besar negara berkembangn.
Salah satu isu pembangunan yang sangat mengemuka sejak
tahun 1950-1960 an adlh masalah polarisasi desa – kota yang terus melebar
terutama dinegara-negara yang sedang berkembang dan isu tentang peran kota
terhadap pedesaan. Pada era itu pesan kota dan desa dipertanyakan, apakah lebih
bersifat sebagai parasit (Siregar, 1964 dalam Ernand hal:314)
Teori Lewis menjelaskan bahwa untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi dan moderenisasi pembangunan dibutuhkan adanya “Trnsfer
Surplus” dari sektor usaha pedesaan ke perkotaan. Jika di lakukan berlebihan
dengan berbagai transfer sumber daya (eksploitasi) oleh perkotaan akan
mengakibatkan menurunnya potensi desa berkembang.
Pendapat mengenai terjadinya backwash
efect dan akumulasi manfaat di perkotaan terus mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Salah satu sebab lainnya yang menyebabkan keterbelakangan
pedesaan adalah akibat pedesaan terkjebak terlalu terspesialis pada suatu
komoditas pertanian atau sumber daya alam (overly-specialized single crop or
natural resource ekonomies) untuk melayani perkotaan.
Migrasi penduduk merupakan fenomena umum yang
mencerminkan keterkaitan antar wilayah, termasuk keterkaitan desa dan kota.
Migrasi dari desa ke kota merupakan fenomena yang sudah menjadi tradisi di
semua negara yang sedang berkembang maupun negara yang sudah maju sekalipun.
Misalnya di Eropa migrasi besar-besaran dari desa ke kota pada saat terjadi
revolusi industri, Industrialisasi yang berlangsung di perkotaan menyarap
tenaga kerja dari pedesaan melalui mekanisme migrasi dari desa ke kota.
Fenomena migrasi adalah bentuk respon dari masyarakat
karena adanya ekspestasi meningkatkan kesejahteraan msyarakat yang bermigrasi.
Dengan kata lain, migrasi desa-kota akan terus berlangsung sepanjang terjadi
kesenjangan perkembangan desa-kota. Akibat kosentrasi pertumbuhan yang secara
spasial hanya terbatas di kota-kota metropolitan utama saja, sehingga kapasitas
kota dalam menampung dan menyediakan lapangan kerja, fasilitas, dan berbagai
bentuk pelayanan menjadi sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kota-kota besar
tujuan migrasi mengalami over-urbanizati, yakni proses
urbanisasi dengan laju melebihi kapasitas kota penampungannya. Akibatnya
perkotaan banyak mengalami mangalami penyakit-penyakit urbanisasi ( kongesti,
pencemaran hebat, permukiman kumuh dll). Sehingga pada akhirnya kota dan desa
terjebak dalam hubungan yang saling memperlemah, bukannya hubungan yang saling
memperkuat (reinforcing each other).
3.
Pembangunan Berimbang dalam Prekspektif
Keterkaitan Desa – Kota
Dalam perspektif urban rural lingkage,
lingkage dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan baik
berupa flow (Aliran) dan interaksi (interaction) yang
dapat terjadi antara desa dan kota. Banyak pihak telah mencoba untuk
menginventarisasi bentuk-bentuk lingkage, seperti:
1.
Lingkage dicerminkan
oleh perpindahan orang dan migrasi, aliran barang, aliran jasa, aliran
energi, financial transfer (dapat
melalui trade ,taxes dan state disbursements),transfer aset serta informasi
(Preston, 1975 dalam Hernand,
2011).
2.
Linfkage dapat dikelompokan
menjadi hubungan fisik, ekonomi, teknologi, population movement, sosial, Service delivery dan berbagai hubungan-hubungan politik
(Rondinelli, 1985 dalam Hernand,
2011).
3.
Menurut Douglass
(1998), Keterkaitan desa dan kota setidaknya dapat dideskripsikan dalam 5
bentuk keterkaitan atau aliran utama, yakni : (1). Orang/penduduk (2) produksi
(3) komoditas (4) modal (5) informasi.
4.
Upaya Perbaikan Keterkaitan Desa – Kota
Berbagai konsep dan strategi pembangunan telah
ditawarkan untuk memperbaiki keterkaitan desa-kota. Jaawaban dari permasalahan
keterkaitan desa kota terletak dalam bentuk-bentuk interfensi pembangunan yang
harus dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya bentuk-bentuk kebijakan seperti
apa yang diperlukan untuk mengatasi kesenjangan dan perbaikan keterkaitan desa
dan kota ?
Terjadinya akses kota terhadap desa dapat lebih
dominan daripada akses orang desa terhadap kota dan mengarah pada
hubungan yang eksploitatif. Akses kota yang dominan mengeksploitas desa, inilah
yang membuat masyarkat suku baduy tidak membuka akses mereka keluar. Karena
mereka khawatir terjadinya kasus di atas. Misalnya, jalan yang dibangun
sedemikian rupa sehingga orang kota akan mudah mengakses daerah tersebut untuk
mencari tanah yang akan dialifungsikan menjadi lokasi vila atau sebagai sasaran
investasi.
K. Urbanisasi dan Urbanisme
1.
Urbanisasi
Urbanisasi adalah
perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi
kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan
menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan
penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah
lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan
pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera
dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi
urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan.
Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi.
Perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni migrasi penduduk dan
mobilitas penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari desa ke
kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota, sedangkan Mobilitas Penduduk
berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak
menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi
ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat
dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan
ekonomi, dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu
yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi,
maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini
adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan
seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
Penyebab urbanisasi atau
perpindahan penduduk perdesaan ke perkotaan terjadi karena adanya daya
tarik (pull factors) dari
perkotaan dan daya dorong (push
factors) dari perdesaan.
Faktor Pendorong dari
Desa:
a.
Faktor pendorong dan
desa yang menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai beriikut.
b.
Terbatasnya
kesempatan kerja atau lapangan kerja di desa.
c.
Tanah pertanian di
desa banyak yang sudah tidak subur atau mengalami kekeringan.
d.
Kehidupan pedesaan
lebih monoton (tetap/tidak berubah) daripada perkotaan.
e.
Fasilitas kehidupan
kurang tersedia dan tidak memadai.
f.
Upah kerja di desa
rendah.
g.
Timbulnya bencana
desa, seperti banjir, gempa bumi, kemarau panjang, dan wabah penyakit.
Faktor Penarik dari Kota:
a.
Faktor penarik dan
kota yang menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai berikut.
b.
Kesempatan kerja
lebih banyak dibandingkan dengan di desa.
c.
Upah kerja tinggi.
d.
Tersedia beragam
fasilitas kehidupan, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi,
rekreasi, dan pusat-pusat perbelanjaan.
e.
Kota sebagai pusat
pemerintahan, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
f.
Terjadinya urbanisasi
membawa dampak positil dan negatif, baik bagi desa yang ditinggalkan, maupun
bagi kota yang dihuni. Dampak
positif urbanisasi bagi desa (daerah asal) sebagai berikut.
g.
Meningkatnya
kesejahteraan penduduk melalui kiriman uang dan hasil pekerjaan di kota.
h.
Mendorong pembangunan
desa karena penduduk telah mengetahui kemajuan dikota.
i.
Bagi desa yang padat
penduduknya, urbanisasi dapat mengurangi jumlah penduduk.
j.
Mengurangi jumlah
pengangguran di pedesaan.
Adapun dampak
negatif urbanisasi bagi desa sebagai berikut:
a.
Desa kekurangan
tenaga kerja untuk mengolah pertanian.
b.
Perilaku yang tidak
sesuai dengan norma setempat sering ditularkan dan kehidupan kota.
c.
Desa banyak
kehilangan penduduk yang berkualitas.
Dampak
positif urbanisasi bagi kota sebagai berikut:
a.
Kota dapat memenuhi
kebutuhan akan tenaga kerja.
b.
Semakin banyaknya
sumber daya manusia yang berkualitas.
Dampak negatif
urbanisasi bagi kota sebagai berikut.
a.
Timbulnya
pengangguran.
b.
Munculnya tunawisma
dan gubuk-gubuk liar di tengah-tengah kota.
c.
Meningkatnya
kemacetan lalu lintas.
d.
Meningkatnya
kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya.
e.
Solusi Penangan Urbanisasi MegapolitanOrientasi
kebijakan pembangunan nasional harus mulai dirancang kembali. Selama ini tidak
jelas kemana arah pembangunan nasional. Pembangunan nasional seringkali hanya
berupa proyek-proyek sporadis bersifat politis yang keberlanjutannya sering
tidak jelas. Misalnya program Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada masa
pemerintahan Soeharto sekarang tidak lagi dilaksanakan IDT adalah salah satu
contoh tindakan untuk meningkatkan daya saing desa terhadap kota. Jika daya
saing desa bagus, yang ditandai peningkatan kualitas sarana dan prasarana
pembangunan, maka godaan terhadap penduduk desa untuk migrasi ke kota bisa
semakin ditekan.
Dengan kata lain
perlu dilakukan proses ”pengkotaan” atau melengkapi desa dengan kualitas sarana
dan prasarana setara dengan kota. Tetapi melengkapi desa dengan fasilitas kota
harus dibatasi hanya pada hal-hal yang secara sosiologis bisa diterima masyarakat.
hal lain dengan pembatasan tertentu agar tidak merusak bangunan kultur
setempat. Serta tentu saja membangun sentra pengembangan ekonomi setempat,
misalnya sentra kerajinan, pertanian dengan teknologi tepat guna, atau
pengolahan bahan mentah. Pembangunan sentra ekonomi di daerah harus pula
diimbangi dengan kebijakan perdagangan atau perlindungan harga bagi hasil
produksi desa.
Hal ini penting
mengingat salah satu alasan klasik urbanisasi (migrasi) adalah rendahnya
penghasilan sektor ekonomi desa. Kebanyakan migran adalah mantan petani,
pengrajin, serta pelaku usaha-usaha ekstraktif lainnya yang merasa putus asa
karena hasil usaha mereka di desa dihargai terlalu rendah sehingga tidak
mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Uraian-uraian di atas
pada dasarnya bicara mengenai upaya menahan penduduk desa agar tidak migrasi ke
Jakarta. Jika kondisi perekonomian desa/wilayah di sekeliling kota telah
berkembang, kota akan sedikit mendapat pasokan tenaga kerja. Akibat lebih
lanjut, penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Jakarta mulai
berkurang. Atau setidaknya tidak akan ada lagi penambahan jumlah penduduk,
sehingga pemerintah Kota bisa lebih berkonsentrasi menangani PMKS yang sudah
ada tanpa was-was akan penambahan PMKS baru dari daerah/desa.
Sebaliknya wilayah
yang kenyamanan sosial-ekonomi-spasialnya rendah akan membuat kohesi longgar.
Akibatnya melonggarnya kohesi, penduduk akan tertarik oleh gaya kohesi wilayah
lain yang tingkat kenyamanan sosial-ekonomi-spasialnya lebih tinggi.
Perpindahan penduduk dari wilayah kohesi lemah menuju wilayah kohesi kuat
merupakan bentuk dasar urbanisasi/migrasi dari desa ke kota. Demi pencegaha
urbanisasi, maka pembangunan desa/wilayah harus lebih diutamakan dibanding
pembangunan kota. Sekali lagi, tujuannya adalah menguatkan kohesi antara desa
dengan penduduknya demi memperlemah arus urbanisasi.
Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam
pemecahannya terhadap masalah Urbanisasi dan Perkotaan adalah, adalah:
1.
Mengembalikan para
penganggur di kota ke desa masing-masing.
2.
Memberikan
keterampilan kerja (usaha) produktif kepada angkatan kerja di daerah pedesaan.
3.
Memberikan bantuan
modal untuk usaha produktif.
4.
Mentransmigrasikan
para penganggur yang berada di perkotaan.
5.
Dan langkah-langkah
lainnya yang dapat mengurangi atau mengatasi terjadinya “urbanisasi”.
Selain langkah-langkah tersebut di atas, juga dapat
dilaksanakan berbagai upaya preventif yang dapat mencegah terjadinya
“urbanisasi”, antara lain:
1.
Mengantisipasi
perpindahan penduduk dari desa ke kota, sehingga “urbanisasi” dapat ditekan.
2.
Memperbaiki tingkat
ekonomi daerah pedesaan, sehingga mereka mampu hidup dengan penghasilan yang
diperoleh di desa.
3.
Meningkatan fasilitas
pendidikan, kesehatan dan rekreasi di daerah pedesaan, sehingga membuat mereka
kerasan ‘betah’ tinggal di desa mereka masing-masing.
4.
Dan langkah-langkah
lain yang kiranya dapat mencegah mereka untuk tidak berbondong-bondong
berpindah ke kota.
Berbagai langkah tersebut di atas akan dapat
dilaksanakan apabila ada jalinan kerja sama yang baik antara masyarakat dan
pihak pemerintah. Dalam hal ini partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan,
sehingga program-program pembangunan akan berjalan lebih tertib dan lancar. Dan
tujuan pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sebagai
suatu ethopia atau cita-cita belaka.
2.
Urbanisme
Urbanism adalah cara karakteristik interaksi penduduk
kota-kota (daerah perkotaan) dengan lingkungan binaan atau – dengan kata lain –
karakter kehidupan perkotaan, organisasi, masalah, dll, serta studi tentang
karakter yang (cara ), atau kebutuhan fisik masyarakat perkotaan, atau
perencanaan kota. Urbanism juga pergerakan penduduk ke daerah perkotaan
(urbanisasi) atau konsentrasinya di dalamnya (tingkat urbanisasi).
Jaringan Urbanisme
Melalui buku Networks Perkotaan – Jaringan Urbanism,
Gabriel Dupuy berusaha untuk menerapkan pemikiran jaringan di bidang urbanisme
sebagai respon terhadap apa yang dianggap sebagai krisis di arena perencanaan
kota. Konflik dikatakan ada antara perencanaan kota berdasarkan konsepsi
terpisah ruang (yaitu zona, batas-batas dan tepi) dan perencanaan kota pada
konsepsi berbasis jaringan ruang. Jaringan Urbanism menekankan kebutuhan untuk
memahami ‘sociation’ tidak dalam hal dibatasi, skala kecil, masyarakat dengan
ruang publik yang intens, tetapi dalam hal karakter desentralisasi dan luas
mereka yang bergantung pada segudang jaringan teknologi, informasi, pribadi dan
organisasi bahwa lokasi link dalam cara yang kompleks.
Jaringan Urbanisme dipandang sebagai paradigma baru
yang menghadapkan perencanaan tata ruang dengan tantangan untuk perubahan
mendasar dalam pertimbangan konteks baru. Berpikir jaringan memiliki implikasi
langsung untuk cara proses perencanaan diatur dengan mengharuskan gaya
pemerintahan yang mencakup berbagai pemangku kepentingan yang mengorganisir
diri dalam jaringan. Namun, Albrechts dan Mandelbaum menggambarkan pemikiran
fisik berorientasi, berpikir paradigmatik dan pemikiran jaringan berorientasi
sosial kadang-kadang sebagai jauh dari satu sama lain sebagai zonal dan
pemikiran jaringan dalam perencanaan tata ruang.
Konteks sejarah
The ‘Urbanis’ dekade awal abad kedua puluh dikaitkan
dengan perkembangan manufaktur terpusat, penggunaan lingkungan campuran,
lapisan tebal organisasi sosial mendarah daging lokal dan jaringan, dan
konvergensi antara kewarganegaraan politik, sosial dan ekonomi di mana para
elit telah mereka kepentingan ekonomi tegas terletak di salah satu tempat.
Mereka juga memberikan kontribusi untuk mengembangkan lanskap sipil melalui
berada di dalam kota itu.
Teknologi, proses ekonomi dan sosial telah berubah
urbanisme melalui desentralisasi energi menuju lokasi perifer. Stephen Graham
dan Simon Marvin berpendapat bahwa kita sedang menyaksikan sebuah lingkungan
pasca-urban di mana inti mengatur peran ruang publik perkotaan dikalahkan
melalui kebangkitan lingkungan desentralisasi dan zona aktivitas yang longgar
terhubung satu sama lain melalui jalan, telekomunikasi dan sirkuit organisasi
yang tidak memiliki pusat jelas. Gabriel Dupuy menunjukkan bahwa karakteristik
dominan tunggal urbanisme modern karakter jaringan tersebut.
Konsep urbanisme
Pendekatan pragmatis terhadap urbanisme mempromosikan
tindakan di atas refleksi. Pragmatisme menekankan budaya inklusi di dalam kota
di mana kontradiksi dan bekerja perselisihan untuk membangun kebenaran kuat.
Inti dari pragmatisme tetap dalam kehidupan sehari-hari kontemporer di daerah
perkotaan sebagai bahan filosofis utama. Meskipun ekspresi telah digunakan
selama lebih dari satu abad, itu bukanlah konsep tetap. Sementara dunia bahwa
gerakan berakar di memiliki banyak perubahan, sebagai bingkai untuk melihat
dunia, pragmatisme juga mengalami berbagai tingkat modifikasi. Perubahan
tersebut sangat relevan dengan perkembangan kota dan tema dasar pragmatisme
dapat diterapkan pada urbanisme bahkan lebih kuat.
Anti-fondasionalisme dan fallibilism erat berhubungan
satu sama lain. Dalam konteks yang sama dari kedua, konsep kota adalah
sementara dan tidak pernah absolut atau tertentu, dan pragmatis berpendapat
bahwa ide ruang harus lentur dan mudah beradaptasi dan mampu mengatasi
ketidakpastian dan perubahan. Gagasan tentang masyarakat sebagai penanya adalah
proses berkelanjutan dari koreksi diri dan legitimasi spasial ditentukan dari
masyarakat yang lebih besar di mana mereka disajikan, dalam pengertian ini ide
tempat akan dipertahankan hanya selama ada komunitas untuk mendukung itu.
William James pluralisme terlibat mendorong orang untuk secara aktif menjangkau
titik persimpangan di mana orang kritis dapat terlibat dengan orang lain. Di
bawah pragmatisme tidak mungkin ideal platonis dari tak bertempat atau definisi
penting dari tempat karena tempat didefinisikan seluruh interaksi terus-menerus
dengan penghuninya.
John Dewey percaya bahwa personifikasi pengetahuan
dalam praktik sehari-hari adalah penting dan pertanyaan proaktif tentang
hubungan antara teori dan praktek menghubungkan ke ide tanggung jawab sosial.
Tema demokrasi adalah pusat versi Dewey pragmatisme. Dia percaya bahwa dalam
suatu masyarakat demokratis, setiap warga negara berdaulat mampu mencapai
kepribadian. Dia berpendapat bahwa konsep tempat harus terbuka untuk eksperimen
untuk harapan mewujudkan dunia yang lebih baik.
Menurut Bernstein, “tema ini juga aplikasi dasar
urbanisme.” Sebagai pragmatisme berbagi sejarah perkembangan dengan kota-kota
modern, baik pragmatis dan praktisi perkotaan telah mempengaruhi satu sama
lain. Dewey mengatakan bahwa interaksi adalah pengalaman manusia. “Untuk hidup
ada pawai terganggu seragam atau aliran Ini adalah hal sejarah, masing-masing
dengan plot sendiri, awal sendiri dan gerakan menuju penutupan, masing-masing
memiliki gerakan yang berirama tertentu sendiri; masing-masing dengan kualitas
yang tidak berulang sendiri meresapi ke seluruh. ”
L.
Dasar dan Sifat
Stratifikasi
1.
Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratafikasi berasal
dari kata bahasa Latin, statum.
Arti kata ini adalah lapisan atau pelapisan. Dalam kaitannya dengan masyarakat,
stratafikasi sosial berarti lapisan yang terdapat di masyarakat. Stratafikasi
masyarakat merupakan perbedaan yang terdapat di masyarakat dalam tingkat yang
vertikal. Perbedaan secara vertical menyatakan bahwa di dalam masyarakat
terdapat perbedaan tinggi/ rendah status (kedudukan) seseorang.
bahwa pelapiasan
sosial adalah pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang
diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang paling tinggi sampai
yang paling rendah. Mengapa di dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial?
Pelapisan sosial akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat
tersebut terdapat sesuatu yang dihargai.
2.
Dasar Ukuran Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat,
khususnya di Indonesia ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk
menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan (kelas sosial)
tertentu adalah sebagai berikut:
1.
Ukuran Kekayaan
Kekayaan atau materi dapat dijadikan sebagai ukuran penempatan status seseorang dalam lapisan masyarakat. Oleh karenanya, orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihormati dan dihargai daripada orang miskin. Ukuran kekayaan ini dapat dilihat dari bentuk rumah modern, jenis pakaian yang dipakai, pemilikan sarana komunikasi dan transportasi, serta kebiasaan mengonsumsi barang-barang mewah.
Kekayaan atau materi dapat dijadikan sebagai ukuran penempatan status seseorang dalam lapisan masyarakat. Oleh karenanya, orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihormati dan dihargai daripada orang miskin. Ukuran kekayaan ini dapat dilihat dari bentuk rumah modern, jenis pakaian yang dipakai, pemilikan sarana komunikasi dan transportasi, serta kebiasaan mengonsumsi barang-barang mewah.
2.
Ukuran Kekuasaan
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah. Contoh: pimpinan perusahaan dengan karyawannya.
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah. Contoh: pimpinan perusahaan dengan karyawannya.
3.
Ukuran Keturunan
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Dalam hal ini keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Contoh: gelar Andi di masyarakat Bugis, Raden di masyarakat Jawa, dan Tengku di masyarakat Aceh. Kesemua gelar ini diperoleh berdasarkan kelahiran atau keturunan. Apabila seseorang berasal dari keluarga bangsawan secara otomatis orang tersebut menempati lapisan atas berdasarkan keturunannya.
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Dalam hal ini keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Contoh: gelar Andi di masyarakat Bugis, Raden di masyarakat Jawa, dan Tengku di masyarakat Aceh. Kesemua gelar ini diperoleh berdasarkan kelahiran atau keturunan. Apabila seseorang berasal dari keluarga bangsawan secara otomatis orang tersebut menempati lapisan atas berdasarkan keturunannya.
4.
Ukuran Kepandaian
atau Ilmu Pengetahuan
Kepandaian serta kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dapat pula menjadi dasar dalam pelapisan sosial. Seseorang yang berpendidikan tinggi atau bergelar sarjana tentunya mempunyai status yang lebih tinggi. Sebagaimana orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan menempati posisi yang paling tinggi dalam sistem pelapisan masyarakat. Contoh: profesor, doktor, dan lainlain.
Kepandaian serta kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dapat pula menjadi dasar dalam pelapisan sosial. Seseorang yang berpendidikan tinggi atau bergelar sarjana tentunya mempunyai status yang lebih tinggi. Sebagaimana orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan menempati posisi yang paling tinggi dalam sistem pelapisan masyarakat. Contoh: profesor, doktor, dan lainlain.
3.
Sifat-sifat Stratifikasi Sosial
Dalam sosiologi
dikenal tiga sistem stratifikasi sosial, yaitu stratifikasi sosial tertutup,
stratifikasi sosial terbuka, dan stratifikasi sosial campuran.
1.
Stratifikasi Sosial
Tertutup (Closed Social Stratification)
Stratifikasi sosial tertutup dalam masyarakat dapat digambarkan seperti pada gambar di samping. Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Satu-satunya jalan untuk masuk dalam stratifikasi ini melalui kelahiran atau keturunan. Wujud nyata dari stratifikasi ini adalah sistem kasta di Bali. Kaum Sudra tidak dapat pindah posisi ke lapisan Brahmana. Atau masyarakat rasialis, kulit hitam (Negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
Stratifikasi sosial tertutup dalam masyarakat dapat digambarkan seperti pada gambar di samping. Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Satu-satunya jalan untuk masuk dalam stratifikasi ini melalui kelahiran atau keturunan. Wujud nyata dari stratifikasi ini adalah sistem kasta di Bali. Kaum Sudra tidak dapat pindah posisi ke lapisan Brahmana. Atau masyarakat rasialis, kulit hitam (Negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
2.
Stratifikasi Sosial
Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi sosial terbuka bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Pada umumnya, sistem pelapisan ini, memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk naik ke strata yang lebih tinggi, atau turun ke strata yang lebih rendah. Selain itu, sistem pelapisan terbuka memberikan perangsang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat. Contoh, seorang yang miskin karena usaha dan kerja keras dapat menjadi kaya, atau sebaliknya.
Stratifikasi sosial terbuka bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Pada umumnya, sistem pelapisan ini, memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk naik ke strata yang lebih tinggi, atau turun ke strata yang lebih rendah. Selain itu, sistem pelapisan terbuka memberikan perangsang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat. Contoh, seorang yang miskin karena usaha dan kerja keras dapat menjadi kaya, atau sebaliknya.
3.
Stratifikasi Campuran
Stratifikasi campuran diartikan sebagai sistem stratifikasi yang membatasi kemungkinan berpindah strata pada bidang tertentu, tetapi membiarkan untuk melakukan perpindahan lapisan pada bidang lain. Contoh: seorang raden yang mempunyai kedudukan terhormat di tanah Jawa, namun karena sesuatu hal ia pindah ke Jakarta dan menjadi buruh. Keadaan itu menjadikannya memiliki kedudukan rendah maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Stratifikasi campuran diartikan sebagai sistem stratifikasi yang membatasi kemungkinan berpindah strata pada bidang tertentu, tetapi membiarkan untuk melakukan perpindahan lapisan pada bidang lain. Contoh: seorang raden yang mempunyai kedudukan terhormat di tanah Jawa, namun karena sesuatu hal ia pindah ke Jakarta dan menjadi buruh. Keadaan itu menjadikannya memiliki kedudukan rendah maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
M. Ciri Adanya Stratifikasi
Adanya stratifikasi
sosial membuat sekelompok orang memiliki ciri-ciri yang berbeda dalam hal
kedudukan, gaya hidup, dan perolehan sumber daya. Ketiga ciri stratifikasi
sosial adalah sebagai berikut :
1.
Perbedaan Kemampuan Anggota masyarakat dari kelas (strata) tinggi memiliki kemampuan lebihtinggi
dibandingkan dengan anggota kelas sosial di bawahnya. Misalnya, orangkaya
tentu mampu membeli mobil mewah, rumah bagus, dan membiayaipendidikan anaknya
sampai jenjang tertinggi. Sementara itu, orang miskin,harus bejuang keras untuk
biaya hidup sehari-hari.
2.
Perbedaan Gaya HidupGaya
hidup meliputi banyak hal, seperti mode pakaian, model rumah, seleramakanan,
kegiatan sehari-hari, kendaraan, selera seni, cara berbicara, tata
kramapergaulan, hobi (kegemaran), dan lain-lain. Orang yang berasal dari kelas
atas(pejabat tinggi pemerintahan atau pengusaha besar) tentu memilikigaya
hidup yang berbeda dengan orang kelas bawah. Orang kalangan atas biasanyaberbusana
mahal dan bermerek, berlibur ke luar negeri, bepergian denganmobil mewah atau
naik pesawat, sedangkan orang kalangan bawah cukupberbusana dengan bahan
sederhana, bepergian dengan kendaraan umum, danberlibur di tempat-tempat wisata
terdekat.
3.
Perbedaan Hak dan
Perolehan Sumber DayaHak adalah sesuatu yang dapat diperoleh atau
dinikmati sehubungan dengankedudukan seseorang, sedangkan sumber daya adalah
segala sesuatu yangbermanfaat untuk mendukung kehidupan seseorang.
Semakin tinggi kelas sosialseseorang maka hak yang diperolehnya semakin
besar, termasuk kemampuanuntuk memperoleh sumber daya. Misalnya, hak yang
dimiliki oleh seorangdirektur sebuah perusahaan dengan hak yang dimiliki para
karyawan tentuberbeda. Penghasilannya pun berbeda. Sementara itu, semakin
besarpenghasilan seseorang maka semakin besar kemampuannya untuk
memperolehhal-hal lain.
N. Unsur-unsur Stratifikasi Sosial
Unsur-unsur di dalam
stratifikasi sosial adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan
peranan merupakan unsur pokok sistem lapisan dalam suatu masyarakat dan
mempuanya arti yang sangat penting bagi masyarakat.
1.
Status
Sosial
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
Cara individu memperoleh statusnya
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
Cara individu memperoleh statusnya
1.
Ascribed Status adalah keuddukan yang diperoleh secara
otomatis tanpa usaha. Status ini sudah diperoleh sejak lahir.
Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.
2.
Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang
dengan disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan
tetapi, bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan
masing-masing dalam mengajar serta mencapai tujuan tujuannya. Contoh: kedudukan
yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat,
ketua OSIS dsb.
3.
Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status
secara otomatis dan status melalui usaha. Status ini diperolah melalui
penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk
kepentingan atau kebutuhan masyarakat.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dan sebagainya.
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dan sebagainya.
2.
Peran
Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status.Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan, karena saling tergantung satu sama lain.
Dalam rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak mempunyai anak. Seseorang tidak bisa memberikan surat Tilang (bukti pelanggaran) kalau dia bukan polisi. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama, seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu, karyawan kantor sekaligus (lihat gambar berikut).
Peran juga dapat diartikan sebagai seperangkat harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan itu mempunyai dua segi.
Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status.Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan, karena saling tergantung satu sama lain.
Dalam rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak mempunyai anak. Seseorang tidak bisa memberikan surat Tilang (bukti pelanggaran) kalau dia bukan polisi. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama, seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu, karyawan kantor sekaligus (lihat gambar berikut).
Peran juga dapat diartikan sebagai seperangkat harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan itu mempunyai dua segi.
1.
Role expectation.
Yaitu harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang
peran. Hal ini merupakan kewajiban.
2.
Role performance.
Yaitu harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran
terhadap masyarakatnya. Hal ini merupakan hak pemegang peran.
Sedangkan jika ditinjau dari segi cakupannya, peranan sosial dapat mencakup tiga hal berikut:
Sedangkan jika ditinjau dari segi cakupannya, peranan sosial dapat mencakup tiga hal berikut:
a.
Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi
atau tempat seseorang dalam masyarakat. Contoh :Sebagai seorang pemimpin harus
dapat menjadi panutan dan suri teladan para anggotanya, karena dalam diri
pemimpin tersebut tersandang aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya.
b.
Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat, contoh : seorang ulama, guru dan sebagainya,
harus bijaksana, baik hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para
muridnya.
c.
Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat, contoh : Suami, isteri, karyawan, pegawai
negeri, dsb, merupakan peran dalam masyarakat yang membentuk struktur/susunan
masyarakat.
Peranan memiliki beberapa fungsi bagi individu maupun orang lain.
Fungsi tersebut antara lain:
Peranan memiliki beberapa fungsi bagi individu maupun orang lain.
Fungsi tersebut antara lain:
1.
Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan
struktur masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu.
2.
Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk
membantu mereka yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut
memerlukan pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb.
3.
Peranan yang dimainkan seseorang juga merupakan sarana
aktualisasi diri, seperti seorang lelaki sebagai suami/bapak, seorang wanita
sebagai isteri/ ibu, seorang seniman dengan karyanya, dsb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar