Selasa, 12 Mei 2015

makalah ilmu sosial budaya dasar

A.       Perkembangan Nilai Budaya
Pengembangan budaya adalah suatu proses meningkatkan atau mempertahankan kebiasaan yang ada pada masyarakat dalam kajian pengembangan masyarakat yang menggambarkan bagaimana budaya dan masyarakat itu berubah dari waktu ke waktu yang banyak ditunjukkan sebagai pengaruh global. Pengembangan budaya dikembangkan secara luas melalui kepentingan transnasional. Segala bentuk kesenangan ikut terlibat dalam upaya pengembangan budaya ini. untuk menghadapi globalisasi budaya, sangat sulit bagi masyarakat untuk melestarikan budaya lokal mereka sendiri yang menjadi keunikan wilayahnya, namun globalisasi budaya ini merupakan komponen penting dalam pengembangan masyarakat wilayahnya sendiri. Dalam konteks Pengembangan masyarakat, pengembangan budaya memiliki empat komponen yaitu :
a.         Komponen dalam pengembangan budaya
1.        Melestarikan dan menghargai budaya lokal
Tradisi budaya lokal merupakan bagian penting dalam menanamkan rasa bermasyarakat, dan membantu memberikan rasa identitas kepada mereka. Oleh karenanya pengembangan masyarakat akan berupaya mengidentifikasi elemen-elemen penting dari budaya lokal dan melestarikannya. Tradisi ini meliputi sejarah lokal dan peninggalan berharga, kerajinan yang berbasis lokal, makanan lokal atau hal lainnya. pengaruh eksternal dapat memisahkan tradisi-tradisi budaya lokai ini, dan strategi masyarakat yang cermat diperlukan jika tradisi tersebut ingin dilestarikan. Masyarakat perlu mengidentifikasi apa komponen yang unik dan signifikan dari warisan budayanya, dan untuk menentukan komponen mana yang hendak dipertahankan. Oleh karena itu, sebuah rencana dapat disusun tentang bagaimana mencapainya, misalnya kegiatan di balai masyarakat, membangun industi lokal yang berbasis budaya lokal.
2.        Melestarikan dan menghargai budaya asli atau pribumi
Ketika dikemukakan bahwa budaya asli hanyalah kasus tertentu dalam budaya lokal, dinamika yang berbeda yang mengelilingi budaya asli berarti budaya asli ini diperlakukan sebagai hal yang terpisah. Komunitas merupakan hal penting bagi kelangsungan budaya dan kelangsungan spritual, dalam arti penting kelesetarian budaya tradisional merupakan kebutuhan yang lebih penting bagi orang-orang pribumi daripada orang lain kebanyakan.
3.        Multikulturalisme
Kata ini lazimnya menunjukkan pada kelompok etnis yang berbeda yang tinggal di satu masyarakat tetapi mempertahankan identitas budaya yang berbeda. Oleh karena itu, fokus ini yaitu pada etnisitas dan fitur budaya dari kelompok-kelompok etnis yang berbeda. Kebiasaan-kebiasaan dalam budaya yang relatif homogentampak hilang, masyarakat harus sampai pada kehidupan bermasyarakat yang multikultural. Bagi beberapa orang, hal ini terjadi karena ketakutan, ancaman, kerugian dan raisal serta ketegangan budaya dan pengucilan. Keanekaragama latarbelakang budaya merupakan realitas bagi banyak masyarakat, dan oleh karena itu merupakan aspek yang penting dari pembangunan masyarakat. Benturan nilai-nilai budaya dan problem-problem yang dialami oleh perseorangan dan keluargamemberikan suasana ketidakstabilan dan kecemasan selama mereka berusaha menemukan sebuah cara melalui konflik ini. Strategi yang digunakan dalam keadaan multikulturalisme yaitu mencakup bekerja dengan pemuka-pemuka masyarakat, meningkatkan kesadaran penduduk, dan menghadapi rasisme.
4.        Budaya partisipatori
Aktivitas budaya merupakan fokus penting untuk identitas masyarakat, partisipasiinteraksi sosial dan pengembangan masyarakat. Hal ini telah menjadi fokus dari banyak program pengembangan budaya masyrakat; partisipasi budaya dapat dilihat sebagai cara penting untuk membangun modal sosial, memperkuat masyarakat dan menegaskan identitas. Aktivitas-aktivitas yang mungkin dilakukan akan berbeda-beda tergantung pada budaya lokal, budaya lokal dan faktor-faktor lain. Budaya parsipatif juga memiliki potensi untuk mencapai lebih dari memperkuat modal sosial dan bangunan masyrakat. Partisipasi dalam aktivitas budaya merupakan bagian penting untuk membantu orang-orang dari suatu masyarakat untuk memperoleh kembali budaya mereka sendiri dan menolak ikut campur dari pihak di luar mereka.
b.        Pengembangan budaya dan penyesuaian diri manusia
1.        Penyesuaian Biologis
Kondisi alam yang telah semakin berubah seiring dengan perusakan lingkungan sebagai akibat dari global ekonomi. Membuat manusia sulit untuk menyesuaikan dirinya secara biologis terhadap budaya yang berkembang seperti perkembangan budaya yang bertentangan dengan nilai dan norma masyarakat sebelumnya.
2.        Penyesuaian Sosial
Pengembangan budaya yang bertele-tele dan terlalu di luar ambang batas norma dan nilai sosial yang ada sebelumnya, akan terasa sedikit sulit untuk disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakatnya.
c.         Proses 
1.        Internalisasi
Manusia mempunyai bakat yang telah terkandung dalam gennya untuk mengembangkan berbagai macam perasaan,hasratnafsu, dan emosi dalam upaya pengembangan budayanya. Perasaan yang lahir dari manusia adalah manusia yang tidak pernah merasa puas.
2.        Sosialisasi
Berkaitan erat dengan kajian sistem sosial dalam masyarakat itu sendiri. Kita memahami buadaya dari proses sosialisasi turun-temurun, namun ada kalanya, proses sosialisasi ini tidak sempurna dilakukan oleh generasi sebelumnya sehingga, membuat budaya yang lama terkadang diambil bagian yang sesuai dengan kondisi sekarang. Sehingga budaya yang ada dulu belum tentu ada untuk saat ini, karena juga dipengerahui oleh global ekonomi yang sedang berlangsung dalam kalangan masyarakat.
3.        Enkulturasi
Hal ini tidak lepas dari pengaruh dari luar masyarakat penganut budaya asli, proses ini menjadi faktor pendorong utama dalam peningkatan atau penurunan nilai pada suatu budaya dalam masyarakat. Dengan itu, aspek ini yang berada di luar masyarakat, menjadi indikator yang sangat penting dalam proses pengembangan budaya dewasa ini.
d.        Nilai 
Semakin bernilai hasil dari upaya pengembangan budaya ini bagi masyarakat maka semakin besar harapan untuk meningkatkan budaya tersebut. Jika penghargaan yang diberikan antar satu masyarakat ke masyarakat lainnya dianggap bernilai, maka orang-orang yang melakukan perilaku-perilaku yang sesuai dengan nilai budaya yang baru tersebut, mereka akan mendapat prestise dari masyarakat lainnya.
B.       Individu, Masyarakat, dan Kebudayaan
Penduduk masyarakat dan kebudayaan adalah konsep-konsep yang pertautannya satu sama lain sangat berdekatan. Bermukimnya penduduk dalam suatu wilayah tertentu dalam waktu yang tertentu pula, memungkinkan untuk terbentuknya masyarakat di wilayah tersebut. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehinggat idak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena penduduk. Sudah barang tentu penduduk disini yang dimaksud adalah kelompok manusia, bukan penduduk/populai dalam pengertian umum yang mengandung arti kelompok organisme yang sejenis yang hidup dan berkembang biak pada suatu daerah tertentu.      
Demikian pula hubungan antara masyarakat dan kebudayaan, ini merupakan dwi tunggal, hubungan dua yang satu dalam arti bahwa kebudayaan merukan hasil dari suatu masyarakat, kebudayaan hanya akan bisa lahir, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Tetapi juga sebaliknya tidak ada suatu masyarakat yang tidak didukung oleh kebudayaan. Hubungan antara masyarakat dan kebudayaan inipun merupakan juga hubungan yang saling menentukan    
Penduduk, dalam pengertian luas diartikan sebagai kelompok organisme sejenis yang berkembang biak dalam suatu daerah tetentu. Penduduk dalam arti luas itu sering diistilahkan popuasi dan disini dapat meliputi populais hewan, tumbuhan dan juga manusia. Dalam kesempatan ini penduduk digunakan dalam pengertian orang-orang yang mendiami wilayah tertentu, menetap dalam suatu wilayah, tumbuh dan berkembang dalam wilayah tertentu pula.
Adapun masyarakat adalah suatu kesatuan kehidupan sosial manusia yang menempati wilayah tertentu, yang keteraturannya dalam kehidupan sosialnya telah dimungkinkan karena memiliki pranata sosial yang telah menjadi tradisi dan mengatur kehidupannya. Tekanannya disini terletak pada adanya pranata sosia, tanpa pranata sosial kehidupan bersama didalam masyarakat tidak mungkin dilakukan secara teratur. Pranata sosial disini dimaksudkan sebagai perangkat peraturan yang mengatur peranan serta hubungan antar anggota masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.     
Kebudayaan merupakan hasil budi daya manusia, ada yang mendefinisikan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya manusia menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan, sedangkan rasa mewujudkan segala norma dan nilai untuk mengatur kehidupan dan selanjutna cipta merupakan kemampuan berpikir kemampuan mental yang menghasilkan filsafat dan ilmu pengetahuan.      
Penduduk, Masyarakat, dan Kebudayaan adalah 3 hal aspek kehidupan yang saling berkaitan. Penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu, sedangkan masyarakat menurut R. Linton adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berpikir tentang dirinya dalam kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Ini berarti masyarakat akan terbentuk bila ada penduduknya sehingga tidak mungkin akan ada masyarakat tanpa penduduk, masyarakat terbentuk karena adanya penduduk. Sedangkan budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
1.         Konsep individu dan konsep keluarga
Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek yaitu aspek organis jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial. Dalam perkembangannya menjadi ‘manusia’, sebagaimana diistilahkan oleh Dick Hartoko, individu tersebut menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi inilah yang membantu individu mengembangkan ketiga aspeknya tersebut.
Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga, mengingat salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi atas nilai, norma dan simbol yang dianut masyarakat kepada anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga di mana dalam proses pengorganisasiannya mempunyai latar belakang maksud dan tujuannya sendiri. Pranata keluarga ini bukanlah merupakan fenomena yang tetap melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di dalam pranata keluarga ini terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga ini. Akan tetapi bagi kalangan yang lain apa pun krisis yang terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.
2.         Konsep Masyarakat dan Konsep Kebudayaan
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan-alasan tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial. Pembentukan kehidupan bersama itu sendiri melalui beberapa tahapan yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, maka terbentuklah apa yang dinamakan masyarakat yang bentuknya antara lain adalah masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, dan industri. Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial, dan ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan untuk mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama. Walupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh masyarakat selalu berubah di mana cakupannya bisa bersifat mikro maupun makro.
Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan di sini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri dari serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan untuk memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri dari proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.

3.         Hubungan Antara Individu, Keluarga, Masyarakat dan Kebudayaan
Aspek individu, keluarga, masyarakat dan kebudayaan adalah aspek-aspek sosial yang tidak bisa dipisahkan. Keempatnya mempunyai keterkaitan yang sangat erat. Tidak akan pernah ada keluarga, masyarakat maupun kebudayaan apabila tidak ada individu. Sementara di pihak lain untuk mengembangkan eksistensinya sebagai manusia, maka individu membutuhkan keluarga dan masyarakat, yaitu media di mana individu dapat mengekspresikan aspek sosialnya. Di samping itu, individu juga membutuhkan kebudayaan yakni wahana bagi individu untuk mengembangkan dan mencapai potensinya sebagai manusia.
Lingkungan sosial yang pertama kali dijumpai individu dalam hidupnya adalah lingkungan keluarga. Di dalam keluargalah individu mengembangkan kapasitas pribadinya. Di samping itu, melalui keluarga pula individu bersentuhan dengan berbagai gejala sosial dalam rangka mengembangkan kapasitasnya sebagai anggota keluarga. Sementara itu, masyarakat merupakan lingkungan sosial individu yang lebih luas. Di dalam masyarakat, individu mengejewantahkan apa-apa yang sudah dipelajari dari keluarganya. Mengenai hubungan antara individu dan masyarakat ini, terdapat berbagai pendapat tentang mana yang lebih dominan. Pendapat-pendapat tersebut diwakili oleh Spencer, Pareto, Ward, Comte, Durkheim, Summer, dan Weber. Individu belum bisa dikatakan sebagai individu apabila dia belum dibudayakan. Artinya hanya individu yang mampu mengembangkan potensinya sebagai individulah yang bisa disebut individu. Untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya ini atau untuk menjadi berbudaya dibutuhkan media keluarga dan masyarakat.
C.       Konsep Nilai, Sistem Nilai, dan Sistem Sosial
1.         Sistem Sosial
Memahami sistem sosial ialah proses belajar mengenali, menganalisis dan mempertimbangkan eksistensi dan perilaku organisasi dan institusi sosial kemasyarakatan dalam berbagai ranah kehidupan manusia. Peran manusia di sini lebih dilihat sebagai makhluk sosial dan bagian dari kelompok kepentingan, bukan sebagai individu. Ketika kita mengamati suatu fenomena sosial, maka sebenarnya kita sedang mencerna realitas kehidupan yang membawakan kondisi sistem masyarakat tertentu yang sedang bekerja, berusaha tetap langgeng, dan seringkali berbenturan dengan sistem-sistem lainnya. Sistem ini mencirikan karakteristik sifat, tata nilai, ukuran, kualitas dan kedudukan relasional di dalam dan antarsistem. Oleh karenanya, fenomena sosial pada hakikatnya adalah proses dialog, transaksi dan negosiasi sejumlah sistem sosial pada konteks waktu dan tempat tertentu.
2.         Konsep nilai budaya
Nilai budaya adalah bagian dari budaya. Sedangkan, budaya merupakan sebuah, konsep lebih luas dari pada sekedar nilai budaya. Untuk itu, sebelum membahas tentang nilai budaya ada baiknya kita bahas terlebih dahulu konsep tentang budaya.
Budaya (kebudayaan / kultur) sering kali di artikan oleh beranekaragam arti atau makna. Antara satu makna dengan makna yang lain dapat berbeda. Antara orang awam dan akademisi pun dapat berbeda pendapat tentang arti budaya ini, bahkan di antara akademisi mempunyai pandangan yang tidak sama. Kenyataanya budaya memang adalah sebuah konsep yang bermakna serta beraneka ragam. Ada yang memaknainya secara luas dan ada pula yang memaknainya secara sempit. Bagi  mereka yang memaknai sempit/terbatas, budaya di artikan hanya sekedar sebuah seni, candi, tari-tarian, kesusastraan, dan sebagainya. Padahal bagian dari arti-arti seperti di sebutkan adalah bagian dari budaya.
3.     Sistem nilai budaya
Dalam pergaulan sehari-hari kita menemukan istilah mentalitas. Mentalitas adlah kemampuan rohani yang ada dalam diri seseorang, yang menuntun tingkah laku serta tindakan dalam hidupnya. Pantulan dalam tingkah laku itu menciptakan sikap tertentu terhadap hal-hal serta orang-orang di sekitarnya. Sikap mental ini sebenarnya sama saja dengan sistem nilai budaya (culture value system) dan sikap (attitude).
Sistem nilai budaya adalah rangkaian konsep abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar suatu warga masyarakat. Hal itu menyangkut apa dianggapnya penting dan bernilai. Maka dari itu suatu sistem nilai budaya (atau suatu sistem budaya) merupakan bagian dari kebudayaan yang memberikan arah serta dorongan pada perilaku manusia. Sistem tersebut merupakan konsep abstrak, tapi tidak dirumuskan dengan tegas. Karena itu konsep tersebut  biasanya hanya dirasakan saja, tidak dirumuskan dengan tegas oleh warga masyarakat yang bersangkutan. Itu lah juga sebabnya  mengapa konsep tersebut sering sangat mendarah daging, sulit diubah apalgi diganti oleh konsep yang baru.
Bila sistem nilai budaya tadi memberi arah pada perilaku dan tindakan manusia, maka pedomannya tegas dan konkret. Hal itu nampak dalam norma-norma, hukum serta aturan-aturan. Norma-norma dan sebagainya itu seharusnya bersumber pada, dijiwai oleh serta merincikan sistem nilai budaya tersebut.
Konsep sikap bukan lah bagian dari kebudayaan. Sikap merupakan daya dorong dalam diri seorang individu untuk bereaksi terhadap seluruh lingkungannya. Bagaimana pun juga harus dikatakan bahwa sikap seseorang itu dipengaruhi oleh kebudayaannya. Artinya, yang dianut oleh individu yang bersangkutan.
Dengan kata lain, sikap individu yang tertentu biasanya ditentukan keadaan fisik dan psikisnya serta norma-norma dan konsep-konsep nilai budaya yang dianutnya. Namun demikian harus pula dikatakan bahwa dalam pengamatan tentang sikap-sikap seseorang sulitlah menunjukkan ciri-cirinya dengan tepat dan pasti. Itu lah juga sebabnya mengapa tidak dapat menggeneralisasi sikap sekelompok warga masyarakat dengan bertolak (hanya) dari asumsi yang umum saja.
D.      Etika, Norma, Moral, Nilai dan Akhlak
1.        Etika
Etika adalah Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahas tentang tingkah laku manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
2.             Norma
Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Tetapi jika tidak adanya norma maka kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis. Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis.
3.        Moral
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
4.        Nilai
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Nilai adalah sesuatu yang abstrak bukan konkret. Nilai hanya bisa dipikirkan, dipahami, dihayati. Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal yang bersifat batiniah. Menilai berati menimbang, yaitu kegiatan manusia yang menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk mengambil suatu keputusan.


5.        Akhlak
Secara etimologi akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabi’at. Sinonim kta akhlak adalah budi pekerti, tata krama, sopan santun, moral dan etic.
Sedangkan akhlak menurut istilah sebagaimana di ungkapkan oleh Imam Al-Ghazali adalah sebagai berikut :
aklhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seorang manusiayang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila naluri tersebut melahirkan suatu tindakan dan kelakuan yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, maka disebut budi pekerti yang baik. Namun sebaliknya bila melahirkan tindakan dan kelakuan yang jahat maka disebut budi pekerti yang buruk.
Yang di maksud melahirkan tindakan dan kelakuan  ialah suatu yang dijelmakan anggota lahir manusia, misalnya tangan, mulut, demikian juga yang dilahirkan oleh anggota bathin yakni hati yang tidak dibuat-buat. Kalau kebiasaan yang tidak dibuat-buat itu baik disebut akhlak yang baik dan kalau kebiasaan yang buruk disebut akhlak yang buruk.
Jadi dapat kita simpulkan awal perbuatan yang itu lahir malalui kebiasaan yang mudah tanpa adanya pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu . contohnya jika seseorang memaksakan dirinya untuk mendermakan katanya / menahan amarahnya dengan terpaksa , maka orang yang semacam ini belum disebut dermawan / orang yang sabar. Seseorang yang memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah dapat dikatakan ia seorang yang berakhlak baik.
Apabila ia melakukan hal tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, akhlas, dari rasa kebaikannya / kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan berakhlak dan berbudi pekerti yang baik. Jadi akhlak adalah masalah kejiwaan, bukan masalah perbuatan, sedangkan yang tampak berupa perbuatan itu sudah tanda / gejala akhlak.
Sedangkan akhlak menurut Ibrahim Anis adalah sifat yang tertanam di dalam jiwa yang dengannya malahirkan macam-macam perbuatan baik / buruk tampa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Dan menurut Abdul Karim Zaidan akhlak adalah nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatan baik / burk untuk kemudian memilih melakukan / meninggalkannya.
Dari beberapa pengertian tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa akhlak / khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran / pertimbangan terlebih dahulu serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Sifat spontanitas dari akhlak tersebut ccontohnya adalah apabila ada seseorang yang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan mesjid setelah mendapat dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan membangun mesjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kemurahannya itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain.
Boleh jadi tanpa dorongan seperti itu, dia tida akan menyumbang. Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu brsifat spontan dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Menurut terminologi, filosofis akhlak Islam yang terpengaruh oleh filsafat Yunani ia memberikan defenisi akhlak yaitu suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong ia melakukan tindakan. Dari keadaan itu tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi 2 ada yang berasal dari tabiat aslinya  ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi tindakan itu pda mulanya hanya melalui pemikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus maka jadilah suatu bakat dan akhlak.
E.        Pandangan Nilai Masyarakat Terhadap Individu, Keluarga dan Masyarakat
1.         Konsep Individu dan Keluarga
Dalam ilmu sosial, individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula ibu. Anak masih dapat dibagi, sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu. Individu sebagai manusia perseorangan pada dasarnya dibentuk oleh tiga aspek, yaitu aspek organ jasmaniah, psikis rohaniah, dan sosial.
Dalam perkembangannya menjadi manusia sebagaimana kita ketahui bersama, individu tersebut menjalani sejumlah bentuk sosialisasi. Sosialisasi tersebut membantu individu mengembangkan ketiga aspek tersebut. Salah satu bentuk sosialisasi adalah pola pengasuhan anak di dalam keluarga, sebab salah satu fungsi keluarga adalah sebagai media transmisi nilai, norma, dan simbol yang di anut masyarakat kepada anggotanya yang baru. Di masyarakat terdapat berbagai bentuk keluarga yang dalam proses pengorganisasiannya mempunyai latar belakang, maksud, dan tujuannya sendiri. Pranata keluarga ini bukan merupakan fenomena yang tetap, melainkan sebuah fenomena yang berubah, karena di dalam pranata keluarga terjadi sejumlah krisis. Krisis tersebut oleh sebagian kalangan dikhawatirkan akan meruntuhkan pranata keluarga. Akan tetapi, bagi kalangan yang lain, apa pun krisis yang terjadi, pranata keluarga ini akan tetap survive.
2.         Konsep Masyarakat dan Kebudayaan
Masyarakat adalah sekumpulan individu yang mengadakan kesepakatan bersama untuk secara bersama-sama mengelola kehidupan. Terdapat berbagai alasan mengapa individu-individu tersebut mengadakan kesepakatan untuk membentuk kehidupan bersama. Alasan tersebut meliputi alasan biologis, psikologis, dan sosial. Pembentuk kehidupan bersama itu sendiri terjadi melalui beberapa tahapan, yaitu interaksi, adaptasi, pengorganisasian tingkah laku, dan terbentuknya perasaan kelompok. Setelah melewati tahapan tersebut, terbentuk apa yang dinamakan masyarakat yang bentuknya, antara lain masyarakat pemburu dan peramu, peternak, holtikultura, petani, industri, dan lain sebagainya. Di dalam tubuh masyarakat itu sendiri terdapat unsur-unsur persekutuan sosial, pengendalian sosial, media sosial, dan  ukuran sosial. Pengendalian sosial di dalam masyarakat dilakukan melalui beberapa cara yang pada dasarnya bertujuan mengontrol tingkah laku warga masyarakat agar tidak menyeleweng dari apa yang telah disepakati bersama. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa apa yang telah disepakati bersama tersebut tidak pernah berubah. Elemen-elemen di dalam tubuh masyarakat selalu berubah yang cakupannya dapat bersifat mikro maupun makro. Apa yang menjadi kesepakatan bersama warga masyarakat adalah kebudayaan, yang antara lain diartikan sebagai pola-pola kehidupan di dalam komunitas. Kebudayaan disini dimengerti sebagai fenomena yang dapat diamati yang wujud kebudayaannya adalah sebagai suatu sistem sosial yang terdiri atas serangkaian tindakan yang berpola yang bertujuan memenuhi keperluan hidup. Serangkaian tindakan berpola atau kebudayaan dimiliki individu melalui proses belajar yang terdiri atas proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. 


3.         Konsep keluarga sebagai masyarakat
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat, berikut ini pengertian keluarga menurut beberapa ahli :
1.        Bergess (1962), yang dimaksud keluarga adalah kelompok orang yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan/ hubungan sedarah atau hasil adopsi ; anggotanya tinggal bersama dalam satu rumah, anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial, dan mempunyai kebiasaan/ kebudayaan yang berasal dari masyarakat, tetapi mempunyai keunikan tersendiri.
2.        WHO (1969), keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, dan perkawinan.
3.        Helvie (1981), keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
4.        Duvall dan Logan (1986), keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
5.        Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
6.        Departemen Kesehatan R.I. (1998), keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut:
1.        Fungsi Biologis
Fungsi biologis, yaitu ntuk meneruskan keturuanan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi kebutuhan gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga.

2.        Fungsi Psikologis
Fungsi psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga, memberi perhatian di antara keluarga, memberi kedewasaan kepribadian anggota keluarga, dan memberi identitas keluarga.
3.        Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi, yaitu membina sosialisasi pada anak, membentuk norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan masing-masing, dan meneruskan nilai-nilai budaya.
4.        Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi, yaitu mencari sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, jaminan hari tua).
5.        Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan, yaitu menyekolahkan anak untuk memberi pengetahuan, keterampilan, dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa, dan mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Dalam sebuah keluarga ada beberapa tugas dasar yang mencakup delapan tugas pokok sebagai berikut :
1.        Bertanggung jawab dalam pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2.        Memelihara sumber daya yang ada dalam keluarga.
3.        Melaksanakan pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
4.        Melakukan sosialisasi antar-anggota keluarga.
5.        Pengaturan jumlah anggota keluarga.
6.        Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7.        Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.
8.        Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
Friedman (1988) mengidentifikasikan lima fungsi dasar keluarga, yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan keluarga.


1.        Fungsi Afektif (the affective function).
Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak melalui keluarga yang gembira dan bahagia. Anggota keluarga mengembangkan gambara diri yang positif, perasaan dimiliki, perasaan yang berarti dan merupakan sumber kasih sayang, reinforcement dukungan yang semuanya dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagian keluarga. Sering perceraian, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif tidak terpenuhi.     
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk fungsi afektif adalah:
a.         Memelihara Saling Asuh (mutual nurturance).
Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar anggota. Setiap anggota yang mendapat kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain maka kemampuannya untuk memberi akan meningkat sehingga tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung (Friedman, 1986). Hubungan intim dalam keluarga merupakan modal dasar dalam membina hubungan dengan orang lain di luar keluarga. Sebuah prasyarat untuk mencapai saling asuh adalah komitmen dasar dari masing-masing pasangan dan hubungan perkawinan yang secara emosional memuaskan dan terpelihara.
Brown (1989) memandang mutual nurturance sebagai suatu fenomena spiral. Karena setiap anggota menerima kasih sayang dan perhatian dari anggota lain dalam keluarga, kapastitasnya untuk memberi kepada anggota lain meningkat, dengan hasil adanya saling mendukung dan kehangatan emosional. Konsep kunci disini adalahmutualitas dan reproksitas.
b.        Keseimbangan Saling Menghargai.
Pendekatan yang cukup baik untuk menjadi orang tua di istilahkan dengan keseimbangan saling menghargai (Colley, 1978). Saling menghargai dengan mempertahankan iklim yang positif yang tiap anggota diakui dan dihargai keberadaan dan haknya baik orang tua maupun anak, sehingga fungsi afektif akan dicapai. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah keluarga harus memelihara suasana ketika harga diri dan hak-hak dari kedua orang tua dan anak sangat dijunjung tinggi. Keseimbangan saling menghormati dapat dicapai apabila setiap anggota keluarga menghormati hak, kebutuhan dan tanggung jawab anggota keluarga yang lain (Colley, 1978).
Memelihara keseimbangan antara hak-hak individu dalam keluarga berarti menciptakan suasana yang orang tua maupun anak-anak tidak diharapkan memenuhi tingkah laku dari yang lain. Orang tua perlu menyediakan struktur yang memadai dan panduan yang konsisten sehingga batas-batas dapat dibuat dan dipahami. Namun, perlu dibentuk fleksibilitas dalam sistem keluarga agar memberi ruang gerak bagi kebebasan untuk berkembang menjadi individu (Tunner, 1970).
c.         Pertalian dan Identifikasi.
Kekuatan yang besar dibalik persepsi dan kepuasan dari kebutuhan individu dalam keluarga adalah pertalian (bonding) atau kasih sayang (attachment) digunakan secara bergantian. Kasih sayang adalah ikatan emosional yang relatif unik dan abadi antara dua orang tertentu (Wright dan Leahey, 1984). Ikatan dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru dan kemudian dikembangkan dengan kesesuaian pada berbagai aspek kehidupan, keinginan yang tidak dapat dicapai sendiri, misalnya mempunyai anak. Kasih sayang antara ibu dan bayi yang baru lahir sangat penting, karena interaksi orang tua bayi yang baru lahir sangat penting, karena interaksi orang tua bayi yang dini mempengaruhi sifat dan kualitas hubungan kasih sayang selanjutnya, dan hubungan ini memengaruhi perkembangan psikososial dan kognitif anak (Ainsworth, 1966). Hubungan dikembangkan dengan hubungan orang tua dan anak, antara anak-anak melalui proses identifikasi. Identifikasi merupakan unsur penting dalam pertalian, dan juga inti dari hubungan keluarga. Turner (1970) menjelaskan bahwa dalam definisi yang sangat sederhana, identifikasi adalah suatu sikap ketika seseorang mengalami apa yang terjadi dengan orang lain seolah-olah hal ini terjadi pada dirinya. Proses identifikasi adalah inti ikatan kasih sayang. Oleh karena itu, perlu diciptakan proses identifikasi yang positif karena anak meniru perilaku orang tua melalui hubungan interaksi mereka.
d.        Keterpisahan dan Kepaduan.
Salah satu masalah pokok psikologis yang sentral dan menonjol yang meliputi kehidupan keluarga adalah cara keluarga memenuhi kebutuhan psikologis anggota keluarga, dan bagaimana hal ini memengaruhi identitas dan harga diri individu. Selama tahun-tahun awal sosialisasi, keluarga membentuk dan memprogramkan tingkah laku seseoranganak, dengan demikian membentuk rasa memiliki identitas. Anggota keluarga berpadu dan berpisah satu sama lain. Setiap keluarga menghadapi isu-isu keterpisahan dan kepaduan dengan cara yang unik, beberapa keluarga memberikan penekanan pada satu sisi daripada sisi lain .
2.        Fungsi Sosialisasi (the socialization function)
Sosialisasi di mulai pada saat lahir dan hanya di akhiri dengan kematian. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup ketika individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola secara sosial, yang mereka alami. Ini termasuk internalisasi satu set norma dan nilai yang cocok bagi remaja berusia 14 tahun. Pergantian berusia 20 tahun, orang tua berusia 24 tahun, kakek atau nenek yang berusia 50 tahun, orang yang telah pensiun dalam usia 65 tahun. Sosialisasi mencakup semua proses dalam sebuah komunitas tertentu atau kelompok manusia, yang berdasarkan sifat kelenturannya, melalui pengalaman yang di peroleh selama hidup, mereka memperoleh karakteristik yang di peroleh secara sosial (Honigman, 1967). Sosialisasi merujuk pada proses perkembangan atau perubahan yang di alami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial dan pembelajaran peran sosial (Gegas , 1979). Keluarga merupakan tempat individu melakukan sosialisasi. Setiap tahap perkembangan keluarga dan individu (anggota keluarga) dicapai melalui interaksi atau hubungan yang di wujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya,perilaku melalui hubungan-hubungan dan interaksi dalam keluarga, Sehingga mampu berperan di masyarakat.
3.        Fungsi Reproduksi (the reproductive function).
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keberlangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dan dengan adanya program KB,  maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi lain, banyak kelahiran yang tidak di harapkan atau di luar ikatan perkawinan sehingga lahir keluarga baru dengan satu orang tua.
4.        Fungsi Ekonomi (the economic function)
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, pakaian, dan rumah keluarga memerlukan sumber keuangan. Fungsi ini sukar di penuhi oleh keluarga di bawah garis kemiskinan. Perawat / bidan mencari sumber-sumber di masyarakat yang dapat di gunakan keluarga meningkatkan status kesehatan.
5.        Fungsi Perawatan Keluarga atau Pemeliharaan Kesehatan (the healthcare function)
Bagi profesional kesehatan keluarga, fungsi keperawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian keluarga. Untuk menempatkannya dalam persfektif, fungsi ini adalah salah satu fungsi keluarga dan memerlukan penyediaan kebutuhan fisik, makanan, pakaian, tempatr tinggal, dan perawatan kesehatan.
F.        Konsep Dasar Masyarakat
1.         Definisi Masyarakat
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang sama.Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan, Negara semua adalah masyarakat. Menilik kenyataan di lapangan,suatu kelompok masyarakat dapat berupa suatu suku bangsa. Bisa juga berlatar belakang suku.Dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu masyarakat
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang dapat menjadi dasar kehidupan sosial dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki ciri-ciri kehidupan yang khas.
Dalam ilmu sosiologi kita kit mengenal ada dua macam masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan.Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota- anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka. Kalau pada masyarakat patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-angota nya.
2.          Ciri-Ciri Masyarakat
Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat itu memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1.        Interaksi diantara sesama anggota masyarakat
Di dalam masyarakat terjadi interaksi sosial yang merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perseorangan, antar kelompok-kelompok maupun antara perseorangan dengan kelompok, untuk terjadinya interaksi sosial harus memiliki dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
2.        Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu
Suatu kelompok masyarakat menempati suatu wilayah tertentu menurut suatu keadaan geografis sebagai tempat tinggal komunitasnya, baik dalam ruang lingkup yang kecil RT/RW, Desa Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, dan bahkan Negara.
3.        Saling tergantung satu dengan lainnya
Anggota masyarakat yang hidup pada suatu wilayah tertentu saling tergantung satu dengan yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tiap-tiap anggota masyarakat mempunyai keterampilan sesuai dengan kemampuan dan profesi masing-masing. Mereka hidup saling melengkapi, saling memenuhi agar tetap berhasil dalam kehidupannya.
4.        Memiliki adat istiadat tertentu/kebudayaan
Adat istiadat dan kebudayaan diciptakan untuk mengatur tatanan kehidupan bermasyarakat, yang mencakup bidang yang sangat luas diantara tata cara berinteraksi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat, apakah itu dalam perkawinan, kesenian, mata pencaharian, sistem kekerabatan dan sebagainya.
5.        Memiliki identitas bersama
Suatu kelompok masyarakat memiliki identitas yang dapat dikenali oleh anggota masyarakat lainnya, hal ini penting untuk menopang kehidupan dalam bermasyarakat yang lebih luas.Identitas kelompok dapat berupa lamang-lambang bahasa, pakaian, simbol-simbol tertentu dari perumahan, benda-benda tertentu seperti alat pertanian, mata uang, senjata tajam, kepercayaan dan sebagainya.
3.          Unsur-unsur Masyarakat
a.         Harus ada perkumpulan manusia dan harus banyak.
b.        Telaah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu.
c.         Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur masyarakat untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
4.         Unsur Pembentukan Masyarakat
Masyaraka dapat terbentuk atas berbagai unsure yang melatar belakanginya antara lain.
1.        Kategiri social.
Adalah kesatuan manusia yang terbentuk karena adnya kesamaan yang objektif dalam setiap manusianya, seperti jenis kelamin, usia, dan pendapatan.
2.        Golongan social.
Adalah kesatuan manusia yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu, golongan social terikat oleh system nilai, moral, dan adat istiadat tertentu yang berlaku pada masyarakat tersebut.
3.        Komunitas.
Adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menempati wilayahnya dan berinteraksi menurut suatu system adat istiadat serta terikat/dibatasi oleh wilayh geografis.
4.        Kelompok.
Adalah sekumpulan manusia yang berinteraksi antar anggotanya mempunya norma yang berkembang dan adanya rasa identitas yang sama, serta mempunyai organisasi dan system pimpnan.
5.        Perhimpunan.
Adalah kesatuan manusia yangh berdasarkan sifat, tugas, yang sifat hubungannya berdasarkan kontak serta pimpinan berdasarkan kontrak.
5.          Syarat-syarat terbentuknya masyarakat
Untuk membenruk suatu perkumpulan atau yang biasa disebut dengan masyaakat harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.        Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagian dari kelompok yang bersangkutan.
2.        Adanya timbale balik antara anggota yang satu dengan yang lainnya.
3.        Adanya suatu factor yang dimiliki bersama, sehinga hubungan anta mereka berambah kuat.
4.        Berstruktur dan mempunyai pola prilaku
5.        Bersistim dan berproses.
6.         Proses pembentukan masyarakat
1.        Pemenuhan kebutuhan dasar biologis, seperti papan (tempat tinggal), sandang, dan pangan yang penyelenggaraannya akan lebih mudah dilaksanakan dengan kerja sama dari pada usaha perorangan.
2.        Kemungkinan untuk bersatu dengan manusia lain (bermasyarakat).
3.        Keinginan untuk bersatu dengan lingkungan hidupnya.
4.        Dengan memasyarakat kemungkinan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kekuatan alam, binatang dan kelompok lain lebih besar.
5.        Secara naluriah manusia mengembangkan keturunan melalui keluarga yang merupakan kesatuan masyarakat yang terkecil.
6.        Manusia mempunyai kecenderungan sosial, yaitu seluruh tingkah laku yang berkembang akibat interaksi sosial atau hubungan antar manusia. Dalam hidup bermasyarakat, kebutuhan dasar kejiwaan ingin tahu, meniru, dihargai, menyatakan rasa haru dan keindahan, serta memuja tertampung dalam hubungan antar manusia, baik antar individu maupun kelompok.
G.       Masyarakat Desa dan Kota
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.
1.         Masyarakat Perkotaan
Pengertian masyarakat perkotaan lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Secara umum, masyarakat perkotaan sosialisasinya sudah berkurang dan kepribadiannya beragam. Kurangnya rasa sosialisasi karena masyarakat perkotaan sudah sibuk dengan kepentingannya masing-masing, sedangkan dari kepribadiannya masyarakat perkotaan kebanyakan sedikit stress karena banyaknya target/pencapaian yang harus dicapai dalam jangka waktu tertentu. Pola interaksi masyarakat perkotaan lebih ke motif ekonomi, politik, pendidikan, dan terkadang hierarki dan bersifat vertikal serta individual. Pola solidaritas sosial masyarakat perkotaan terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat. Walaupun begitu, tidak semua masyarakat perkotaan seperti apa yang dijelaskan di atas.
2.         Masyarakat Pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri. Menurut Bintarto desa merupakan perwujudan atau persatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di situ (suatu daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain. Sedangkan menurut Paul H. Landis, desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Secara umum, masyarakat pedesaan lebih bersosialisasi dengan kepribadian yang sederhana. Masyarakat pedesaan itu lebih bisa bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya, sehingga mereka hampir hafal semua penduduk yang tinggal di desa. Masyarakat pedesaan juga sangat ramah terhadap orang asing yang belum dikenalnya. Untuk kepribadian, masyarakat pedesaan lebih terkesan santai karena kerjanya tidak terlalu berat seperti masyarakat perkotaan. Pola interaksi masyarakat pedesaan adalah dengan prinsip kerukunan dan bersifat horizontal serta mementingkan kebersamaan. Pola solidaritas sosial masyarakat pedesaan timbul karena adanya kesamaan-kesamaan kemasyarakatan.
Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
a.         Sederhana
b.         Mudah curiga
c.          Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
d.         Mempunyai sifat kekeluargaan
e.          Lugas atau berbicara apa adanya
f.          Tertutup dalam hal keuangan mereka
g.          Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
h.         Menghargai orang lain
i.           Demokratis dan religius
j.           Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beadaptasi mereka sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.          
3.         Perbedaan masyarakat kota dan masyarakat desa :
1.        Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat pedesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnya di daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
2.        Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di daerah pedesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yang bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
3.        Ukuran Komunitas, Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
4.        Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lebih rendah bila dibandingkan degan kepadatan penduduk kota, kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan degan klasifikasi dari kota itu sendiri.
5.        Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat dan perilaku nampak pada masyarakat pedesaan bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang degan macam-macam perilaku dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.
6.        Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg tinggi di dlm diferensiasi Sosial.
7.        Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yang tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.
4.         Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1.        Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa. Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2.        Di kota-kota, kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
3.        Jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
4.        Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
Ada beberapa ciri yang mencolok pada masyarakat pedesaan, yaitu :
1.        Kehidupan keagamaan sangat erat dalam diri masyarakat pedesaan
2.        Mempunyai pergaulan hidup yang saling mengenal antara ribuan jiwa
3.        Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi oleh alam seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan
4.        Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
5.        Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat
6.        Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama, adat istiadat dan sebagainya
7.        Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
Setelah apa yang sudah dijelaskan di atas, terdapat ciri-ciri yang menjadi dasar perbedaan antara masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan. 
Ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
a.         Jumlah dan kepadatan penduduk
b.         Lingkungan hidup
c.          Mata pencaharian
d.         Corak kehidupan sosial
e.          Stratifikasi sosial
f.          Mobilitas sosial
g.          Pola interaksi sosial
h.         Pola solidaritas sosial
i.           Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional
Disamping itu, masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan saling berhubungan. Masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena di antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan seperti beras, sayur-mayur, daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu dikota, misalnya saja buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak.

H.       Sumber Daya Sarana Kesehatan Perdesaan dan Perkotaan
Untuk mecapai pembangunan yang berkualitas tentunya diperlukan sumber daya yang juga berkualitas, sehingga perlu diupayakan kegiatan dan strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada. Sumber daya tersebut dapat dicakup dari lingkungandesa maupun dari lingkungan dari lingkungan kota.
1.         Sumber daya di Desa
Tingkat kepercayaan masyarakat desa terhadap petugas kesehatan masih rendah karena mereka masih percaya kepada dukun, sehingga kita perlu untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat desa tentang dunia medis.
Gambaran mengenai situasi sumber daya kesehatan di kelompokkan dalam sajian informasi mengenai sarana kesehatan dan tenaga kesehatan.
a.         Sarana Kesehatan
1.        Puskesmas
Di desa untuk saat ini hampir 100% sudah membangun puskesmas untuk mensejahterakan masyarakatnya. Secara konseptual, puskesmas menganut konsep wilayah dan diharapkan dapat melayani sasaran jumlah penduduk yang ada di wilayah masing-masing.
2.        BPS (Bidan Praktek Swasta)
Merupakan salah satu sumber daya yang dapat mensejahterakan kesehatan ibu dan anak. Di BPS bidan dapat memberikan penyuluhan yang dapat meningkatkan kesehatan ibu dan anak di wilayah tersebut, khususnya di daerah pedesaan.
3.        Sarana Kesehatan di Desa Bersumber Daya Masyarakat
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat. Upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) diantaranya adalah:
a.         Posyandu
Posyandu merupakan jenis UKM yang paling memasyarakatkan dewasa ini. Posyandu yang meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA, Imunisasi, dan penanggulangan Diare. Terbukti mempunyai daya ungkit besar terhadap penurunan angka kematian bayi. Sebagai salah satu tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali sperti pada masa orde baru karena terbukti ampuh mendeteksikan permasalahn gizi dan kesehatan di berbagai daerah. Permasalahan gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan mudah dihindari jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh.
b.         PKK
Adalah gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai motor penggerakan untuk membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat dan bertujuan membantu pemerintah untuk ikut serta memperbaiki dan membina tata kehidupan dan penghidupan keluarga yang dijiwai oleh Pancasila menuju terwujudnya keluarga yang dapat menikmati keselamatan, ketenangan dan ketentraman hidup lahir dan bathin (keluarga sejahtera).
c.         Pos Obat Desa (POD)
Pos obat desa merupakan wujud peran serta masyarakat dalam hal pengobatan sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana. Kegiatan ini dapat dipandang sebagai perluasan kuratif sederhana, melengkapi kegiatan preventif dan promotif yang telah di laksanakan di posyandu. Dalam implementasinya POD dikembangkan melalui beberapa pola di sesuaikan dengan stuasi dan kondisi setempat. Beberapa pengembangan POD itu antara lain:
a.         POD murni, tidak terkait dengan UKBM lainnya.
b.        POD yang di integrasikan dengan Dana Sehat.
c.         POD yang merupakan bentuk peningkatan posyandu.
d.        POD yang dikaitkan dengan pokdes/ polindes.
e.         Pos Obat Pondok Pesantren ( POP ) yang dikembangkan di beberapa pondok pesantren.
b.        POD jumlahnya belum memadai sehingga bila ingin digunakan di unit-unit desa, maka seluruh, diluar kota yang jauh dari sarana kesehatan sebaiknya mengembangkan Pos Obat Desa masing-masing.
d.        Poskesdes
Merupakan pelayanan kesehatan yang bersumber pada daya masyarakat yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan dan menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang ada di desa.
e.         Polindes
Merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam rangka mendekatkan pelayanan kebiadanan melalui penyediaan tempat pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak.
b.        Sarana Tenaga Kesehatan
a.         Bidan Desa
Bidan Desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi satu atau dua desa yang dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas dan bekerja sama dengan perangkat desa.
b.        Dukun Bersalin
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali dilakukan oleh seseorang yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada dasarnya dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat atau merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun ke atas.
Dukun dapat dibedakan menjadi:
1.         Dukun Terlatih
Dukun terlatih adalah dukun yang telah mendapatkan latihan oleh tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus.
2.         Dukun tidak terlatih
Dukun tidak terlatih adalah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.
Peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi. Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberikan pertolongan persalinan.
2.         Sumber Daya di Kota 
a.         Sarana Kesehatan
1.        Puskesmas
Seperti halnya di desa, di kota juga terdapat puskesmas, akan tetapi untuk mekanisme pengobatan masyarakat lebih banyak pergi ke rumah sakit. Pembinaan pembangunan kesehatan dengan adanya puskesmas yang memiliki tenaga dokter yang didukung tenaga keperawatan/bidan, non medis lainnya sesuai standar, sarana dan biaya operasional yang memadai, sehingga puskesmas mampu melaksanakan pelayanan obstretrik dan neonatal emergensi dasar (PONED) dan diperlukan potensi peningkatan pengetahuan tenaga medis.
2.        Rumah Sakit
Indikator yang digunakan untuk menilai perkembangan rumah sakit antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan yang biasanya diukur dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidurnya serta rasio terhadap jumlah penduduk. Semua RS kabupaten/kota mampu melaksanakan pelayanan Obstretrik Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK), sehingga kemauan kemampuan dan kesadaran penduduk dalam upaya kesehatan ibu dan anak dapat diwujudkan. Setiap daerah dapat memanfaatkan sumber daya yang ada, dari APBD, termasuk lembaga donor internasional.
3.        Klinik Bersalin
Merupakan suatu institusi professional yang menangani proses persalinan dan pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Klinik bersalin biasanya lebih banyak terdapat di daerah perkotaan.
4.        Sarana produksi dan distribusi sedian dan alat kesehatan
Salah satu factor penting untuk menggambarkan ketersediaan sarana pelayanan kesehatan adalan jumlah sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan.
b.        Sarana Tenaga Kesehatan
a.         Dokter Kandungan
b.        Bidan
c.         Apoteker
d.        Perawat
e.         Ahli Gizi

I.          Permasalahan Sosial Masyarakat Perdesaan dan Perkotaan
1.         Definisi Masalah Sosial dan Jenis Masalah Sosial dalam Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.         
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.    
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1.        Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll. 
2.        Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll. 
3.        Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.       
4.        Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb
a.         Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan  masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu:
1.        Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2.        Orang-orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain.
3.        Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4.        Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
5.        Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan.
6.        Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatka pentingnya factor waktu bagi warga kota.
7.        Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
b.        Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”.
Masyarakat pedesaan juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
a.         Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
b.         Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
c.          Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya.
2.         Masalah-masalah di Perkotaan dan Perdesaan
1.        Masalah-masalah perkotaan
a.         Banjir
Penyebab banjir di DKI Jakarta, secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor alam dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena lebih dari 40% kawasan di DKI Jakarta berada di bawah muka air laut pasang.  Sehingga Jakarta Utara akan menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini. Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat serta tidak berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Kondisi ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding limpasan (debit) air yang masuk ke Jakarta.  Kapasitas sungai dan saluran makro ini disebabkan karena konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah secara sembarangan
b.        Urbanisasi
Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 1995, tingkat urbanisasi di Indonesia padatahun 1995 adalah 35,91 persen yang berarti bahwa 35,91 persen penduduk Indonesia tinggal didaerah perkotaan. Tingkat ini telah meningkat dari sekitar 22,4 persen pada tahun 1980 yanglalu. Sebaliknya proporsi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan menurun dari 77,6 persen pada tahun 1980 menjadi 64,09 persen pada tahun 1995.Meningkatnya kepadatan penduduk perkotaan membawa dampak yang sangat besar kepadatingkat kenyamanan yang tinggi. Kota seperti Jakarta misalnya tidak dirancang untuk melayanimobilitas penduduk lebih dari 10 juta orang. Dengan jumlah penduduk lebih dari 8 juta penduduk saat ini, ditambah dengan 4-6 juta penduduk yang melaju dari berbagai kota sekitar Jakarta, menjadikan Jakarta sangatlah sesak.
c.         Kriminalitas
Kejahatan atau kriminalitas di kota-kota besar sudah menjadi permasalahan sosial yang membuat semua warga yang tinggal atau menetap menjadi resah, karena tingkat kriminalitas yang terus meningkat setiap tahunnya.faktor penyebab Tingkat pengangguran yang tinggi , Kurangnya lapangan pekerjaan membuat tingkat kriminal juga meningkat karena kurangnya lapangan pekerjaan danKemiskinan yang dialami oleh rakyat kecil kadang membuat mereka berfikir untuk melakukan tindakan kriminalitas.
2.        Masalah yang ada pedesaan
a.         Pendidikan
Pada dasarnya, pendidikan yang baik itu haruslah mampu menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan bermanfaat serta menjadikan masyarakat pedesaan lebih terbuka dan akses terhadap pendidikan. Seiring perkembangan zaman, pengertian pendidikan pun mengalami perkembangan.
Sehingga, pengertian pendidikan menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda, tetapi secara esenssial terdapat kesatuan unsur-unsur atau faktor-faktor yang terdapat di dalamnya, yaitu bahwa pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya.
Umumnya masyarakat pedesaan kurang begitu sadar akan pentingnya pendidikan, Mereka lebih memilih mengajak anak-anak mereka berkebun atau bertani, ketimbang menyekolahkan mereka. Alhasil banyak dari masyarakat pedesaan yang buta tulis dan hitung. Oleh karena itu taraf hidup masyarakat pedesaan relative
Salah satu kendala yang telah disadari oleh pemerintah dalam bidang pendidikan di tanah air adalah kesenjangan dan ketidakadilan dalam mengakses terutama pendidikan. Hal ini yang menyebabkan kesadaran masyarakat di desa sangat kurang dan tidak antusias serta memahami akan pentingnya pendidikan.    
Selain itu, kendala lain negara berkembang termasuk Indonesia, untuk masa yang lama menghadapi empat hambatan besar dalam bidang pendidikan, yaitu:
 
1.         Peninggalan penjajah dengan masyarakat yang tingkat pendidikannya sangat rendah,   
2.         Anggaran untuk bidang pendidikan yang rendah dan biasanya kalah bersaing dengan kebutuhan pembangunan bidang lainnya,
3.         Anggaran yang rendah biasanya diarahkan pada bidang-bidang yang justru menguntungkan mereka yang relatif kaya,
4.         Karena anggaran rendah, dalam pengelolaan pendidikan biasanya timbul pengelolaan yang tidak efisien.          
Hal ini terlihat dimana pemerintah tidak saja mampu merancang penerapan kebijakan yang disukainya, tetapi juga menafsirkan ulang teks kebijakan sesuai preferensi kebijakannya, termasuk dalam bidang pendidikan. Dimana kebijakan disetujui, diterima, dan dilaksanakan oleh pranata pemerintah.
Manfaat pendidikan bagi masyarakat pedesaan sebagai instrumen pembebas, yakni membebaskan masyarakat pedesaan dari belenggu kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, dan penindasan. Selain itu, pendidikan yang baik seharusnya berfungsi pula sebagai sarana pemberdayaan individu dan masyarakat desa khususnya guna menghadapi masa depan. Pendidikan difokuskan melalui sekolah, pesantren, kursus-kursus yang didirikan di pedesaan yang masyarakatnya masih ‘buta’ akan ilmu.   
Masyarakat pedesaan yang terberdayakan sebagai hasil pendidikan yang baik dapat memiliki nilai tambah dalam kehidupan yang tidak dimiliki oleh masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali. Sehingga jelas, peranan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang mendasar dan haruslah terpenuhi bagi masyarakat pedesaan dalam manfaat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesajahteraan hidup yang berkelanjutan.
b.        Tingginya angka kemiskinan
Dalam upaya percepatan pembangunan di segala bidang masih terdapat beberapa kendala,antara lain masih tingginya angka penduduk miskin, walaupun selama empat tahun.
terakhir jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sekitar 19,51% dari jumlah

penduduk miskin tahun 2001 yaitu sebanyak 164.125 jiwa. Dari penurunan jumlah

penduduk miskin tersebut sampai pada tahun 2005  jumlah penduduk miskin
.
masih sebanyak 132.125 jiwa atau 24,28 %. 
c.         Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan layanan pendidikan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan kompetensi anak didik. Output layanan pendidikan dengan pendekatan Indek Pembangunan Manusia (IPM) masih  menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan. Indek Pembangunan Manusia komponen pendidikan tahun 2004 menunjukkan angka 6,18 tahun atau masih lebih rendah dari rata-rata IPM Jawa Timur dengan capai 6,55. Namun bila dibandingkandengan IPM tahun 2003 terdapat kenaikan 0,13. Demikian pula segi kesehatan.  
masih banyak yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya angka kematian ibu dan
anak serta kesakitan malaria masih relatif tnggi.    

J.          Polarisasi Desa dan Kota
Masalah pembangunan terutama bagi negara sedang berkembang adalah polarisai desa-kota. Peranan perkotaan atas perdesaan dipertanyakan, apakah sebagai pendorong pertumbuhan atau lebih bersifat sebagai parasit. Disamping akibat keterbatasan sumber daya pada dasarnya kemiskinan dan keterbelakangan kawasan perdesaan bukanlah semata-mata terisolasinya kawasan desa ke kota melainkan juga akibat bentuk dan sistem keterkaitan desa dengan kota yang cendrung mengarah pada hubungan eksploitatif.
1.         Di Desa-desa
Yang memiliki kedekatan dan keterkaitan yang tinggi dengan perkotaan tidak otomatis diiringi peningkatan aksesibilitas masyarakat desa ke sumber daya ekonomi perkotaan. Sebaliknya adalah meningkatnya potensi masyarakat perkotaan dalam memanfaatkan dan mengeksploitasi sumber daya perdesaan. Perdesaan juga terjebak pada spesialisasi satu komoditas pertanian atau sumber daya alam untuk melayani perkotaan.
2.         Masalah nya
Buruknya sistem keterkaitan perkotaan dan perdesaan sebenarnya bukanlah masalah yang berskala total atau nasional saja tetapi memiliki perspektif global. Teori ketergantungan menerangkan bahwa kota metropolitan di negara berkembang memiliki ketergantungan yang tinggi dengan sistem ekonomi negara di utara. Terjadinya transfer surplus yang masif dari selatan berlangsung melalui hubungan kota-kota mertopolitan dengan negara industri maju di utara. Dunia utara pada dasarnya secara aktif menekan negara-negara agraris di belahan selatan. Dengan demikian permasalahan keterkaitan kota dan desa tidak lepas dari struktur ekonomi global yang cendrung mempertahankan kemiskinan dan keterbelakangan perdesaan.
Polarisai desa-kota tidak selalu dipandang secara pesimistik, karena terdapat pula pandangan antagonis walaupun minor yang menyatakan bahwa adanya efek backwash dari urbanisasi hanya akan berlangsung singkat dan terjadi pada tahap awal pembangunan saja. Karena semankin matangnya sistem perencanaan pembangunan antar wilayah, kebijakan pembangunan akan semakin diarahkan pada upaya menurunkan polarisai pembangunan sebagaimana terjadi di Asia Timur atau jepang. Tetapi ini tidak terjadi secara mulus di sebagian besar negara berkembangn.
Salah satu isu pembangunan yang sangat mengemuka sejak tahun 1950-1960 an adlh masalah polarisasi desa – kota yang terus melebar terutama dinegara-negara yang sedang berkembang dan isu tentang peran kota terhadap pedesaan. Pada era itu pesan kota dan desa dipertanyakan, apakah lebih bersifat sebagai parasit (Siregar, 1964 dalam Ernand hal:314)
Teori Lewis menjelaskan bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan moderenisasi pembangunan dibutuhkan adanya “Trnsfer Surplus” dari sektor usaha pedesaan ke perkotaan. Jika di lakukan berlebihan dengan berbagai transfer sumber daya (eksploitasi) oleh perkotaan akan mengakibatkan menurunnya potensi desa berkembang.
Pendapat mengenai terjadinya backwash efect dan akumulasi manfaat di perkotaan terus mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satu sebab lainnya yang menyebabkan keterbelakangan pedesaan adalah akibat pedesaan terkjebak terlalu terspesialis pada suatu komoditas pertanian atau sumber daya alam (overly-specialized single crop or natural resource ekonomies) untuk melayani perkotaan.
Migrasi penduduk merupakan fenomena umum yang mencerminkan keterkaitan antar wilayah, termasuk keterkaitan desa dan kota. Migrasi dari desa ke kota merupakan fenomena yang sudah menjadi tradisi di semua negara yang sedang berkembang maupun negara yang sudah maju sekalipun. Misalnya di Eropa migrasi besar-besaran dari desa ke kota pada saat terjadi revolusi industri, Industrialisasi yang berlangsung di perkotaan menyarap tenaga kerja dari pedesaan melalui mekanisme migrasi dari desa ke kota.
Fenomena migrasi adalah bentuk respon dari masyarakat karena adanya ekspestasi meningkatkan kesejahteraan msyarakat yang bermigrasi. Dengan kata lain, migrasi desa-kota akan terus berlangsung sepanjang terjadi kesenjangan perkembangan desa-kota. Akibat kosentrasi pertumbuhan yang secara spasial hanya terbatas di kota-kota metropolitan utama saja, sehingga kapasitas kota dalam menampung dan menyediakan lapangan kerja, fasilitas, dan berbagai bentuk pelayanan menjadi sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kota-kota besar tujuan migrasi mengalami over-urbanizati, yakni proses urbanisasi dengan laju melebihi kapasitas kota penampungannya. Akibatnya perkotaan banyak mengalami mangalami penyakit-penyakit urbanisasi ( kongesti, pencemaran hebat, permukiman kumuh dll). Sehingga pada akhirnya kota dan desa terjebak dalam hubungan yang saling memperlemah, bukannya hubungan yang saling memperkuat (reinforcing each other).
3.         Pembangunan Berimbang dalam Prekspektif Keterkaitan Desa – Kota
Dalam perspektif urban rural lingkage, lingkage  dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan baik berupa flow (Aliran) dan interaksi (interaction) yang dapat terjadi antara desa dan kota. Banyak pihak telah mencoba untuk menginventarisasi bentuk-bentuk lingkage, seperti:
1.        Lingkage dicerminkan oleh perpindahan orang dan migrasi, aliran barang, aliran jasa, aliran energi, financial transfer (dapat melalui trade ,taxes dan state disbursements),transfer aset serta informasi (Preston, 1975 dalam Hernand, 2011).
2.        Linfkage dapat dikelompokan menjadi hubungan fisik, ekonomi, teknologi, population movement, sosial, Service delivery dan berbagai hubungan-hubungan politik (Rondinelli, 1985 dalam Hernand, 2011).
3.        Menurut Douglass (1998), Keterkaitan desa dan kota setidaknya dapat dideskripsikan dalam 5 bentuk keterkaitan atau aliran utama, yakni : (1). Orang/penduduk (2) produksi (3) komoditas (4) modal (5) informasi.
4.         Upaya Perbaikan Keterkaitan Desa – Kota
Berbagai konsep dan strategi pembangunan telah ditawarkan untuk memperbaiki keterkaitan desa-kota. Jaawaban dari permasalahan keterkaitan desa kota terletak dalam bentuk-bentuk interfensi pembangunan yang harus dilakukan oleh pemerintah. Selanjutnya bentuk-bentuk kebijakan seperti apa yang diperlukan untuk mengatasi kesenjangan dan perbaikan keterkaitan desa dan kota ?
Terjadinya akses kota terhadap desa dapat lebih dominan daripada akses orang desa terhadap kota dan mengarah  pada hubungan yang eksploitatif. Akses kota yang dominan mengeksploitas desa, inilah yang membuat masyarkat suku baduy tidak membuka akses mereka keluar. Karena mereka khawatir terjadinya kasus di atas. Misalnya, jalan yang dibangun sedemikian rupa sehingga orang kota akan mudah mengakses daerah tersebut untuk mencari tanah yang akan dialifungsikan menjadi lokasi vila atau sebagai sasaran investasi.

K.       Urbanisasi dan Urbanisme
1.         Urbanisasi
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. Perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni migrasi penduduk dan mobilitas penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota, sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
Penyebab urbanisasi atau perpindahan penduduk perdesaan ke perkotaan terjadi karena adanya daya tarik (pull factors) dari perkotaan dan daya dorong (push factors) dari perdesaan.
Faktor Pendorong dari Desa:
a.         Faktor pendorong dan desa yang menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai beriikut.
b.         Terbatasnya kesempatan kerja atau lapangan kerja di desa.
c.          Tanah pertanian di desa banyak yang sudah tidak subur atau mengalami kekeringan.
d.         Kehidupan pedesaan lebih monoton (tetap/tidak berubah) daripada perkotaan.
e.          Fasilitas kehidupan kurang tersedia dan tidak memadai.
f.          Upah kerja di desa rendah.
g.          Timbulnya bencana desa, seperti banjir, gempa bumi, kemarau panjang, dan wabah penyakit.
Faktor Penarik dari Kota:
a.         Faktor penarik dan kota yang menyebabkan terjadinya urbanisasi sebagai berikut.
b.        Kesempatan kerja lebih banyak dibandingkan dengan di desa.
c.         Upah kerja tinggi.
d.        Tersedia beragam fasilitas kehidupan, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan pusat-pusat perbelanjaan.
e.         Kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
f.         Terjadinya urbanisasi membawa dampak positil dan negatif, baik bagi desa yang ditinggalkan, maupun bagi kota yang dihuni. Dampak positif urbanisasi bagi desa (daerah asal) sebagai berikut.
g.        Meningkatnya kesejahteraan penduduk melalui kiriman uang dan hasil pekerjaan di kota.
h.        Mendorong pembangunan desa karena penduduk telah mengetahui kemajuan dikota.
i.          Bagi desa yang padat penduduknya, urbanisasi dapat mengurangi jumlah penduduk.
j.          Mengurangi jumlah pengangguran di pedesaan.
Adapun dampak negatif urbanisasi bagi desa sebagai berikut:
a.         Desa kekurangan tenaga kerja untuk mengolah pertanian.
b.        Perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat sering ditularkan dan kehidupan kota.
c.         Desa banyak kehilangan penduduk yang berkualitas.
Dampak positif urbanisasi bagi kota sebagai berikut:
a.         Kota dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja.
b.        Semakin banyaknya sumber daya manusia yang berkualitas.
Dampak negatif urbanisasi bagi kota sebagai berikut.
a.         Timbulnya pengangguran.
b.        Munculnya tunawisma dan gubuk-gubuk liar di tengah-tengah kota.
c.         Meningkatnya kemacetan lalu lintas.
d.        Meningkatnya kejahatan, pelacuran, perjudian, dan bentuk masalah sosial lainnya.
e.         Solusi Penangan Urbanisasi MegapolitanOrientasi kebijakan pembangunan nasional harus mulai dirancang kembali. Selama ini tidak jelas kemana arah pembangunan nasional. Pembangunan nasional seringkali hanya berupa proyek-proyek sporadis bersifat politis yang keberlanjutannya sering tidak jelas. Misalnya program Inpres Desa Tertinggal (IDT) pada masa pemerintahan Soeharto sekarang tidak lagi dilaksanakan IDT adalah salah satu contoh tindakan untuk meningkatkan daya saing desa terhadap kota. Jika daya saing desa bagus, yang ditandai peningkatan kualitas sarana dan prasarana pembangunan, maka godaan terhadap penduduk desa untuk migrasi ke kota bisa semakin ditekan.
Dengan kata lain perlu dilakukan proses ”pengkotaan” atau melengkapi desa dengan kualitas sarana dan prasarana setara dengan kota. Tetapi melengkapi desa dengan fasilitas kota harus dibatasi hanya pada hal-hal yang secara sosiologis bisa diterima masyarakat. hal lain dengan pembatasan tertentu agar tidak merusak bangunan kultur setempat. Serta tentu saja membangun sentra pengembangan ekonomi setempat, misalnya sentra kerajinan, pertanian dengan teknologi tepat guna, atau pengolahan bahan mentah. Pembangunan sentra ekonomi di daerah harus pula diimbangi dengan kebijakan perdagangan atau perlindungan harga bagi hasil produksi desa.
Hal ini penting mengingat salah satu alasan klasik urbanisasi (migrasi) adalah rendahnya penghasilan sektor ekonomi desa. Kebanyakan migran adalah mantan petani, pengrajin, serta pelaku usaha-usaha ekstraktif lainnya yang merasa putus asa karena hasil usaha mereka di desa dihargai terlalu rendah sehingga tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Uraian-uraian di atas pada dasarnya bicara mengenai upaya menahan penduduk desa agar tidak migrasi ke Jakarta. Jika kondisi perekonomian desa/wilayah di sekeliling kota telah berkembang, kota akan sedikit mendapat pasokan tenaga kerja. Akibat lebih lanjut, penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Jakarta mulai berkurang. Atau setidaknya tidak akan ada lagi penambahan jumlah penduduk, sehingga pemerintah Kota bisa lebih berkonsentrasi menangani PMKS yang sudah ada tanpa was-was akan penambahan PMKS baru dari daerah/desa.
Sebaliknya wilayah yang kenyamanan sosial-ekonomi-spasialnya rendah akan membuat kohesi longgar. Akibatnya melonggarnya kohesi, penduduk akan tertarik oleh gaya kohesi wilayah lain yang tingkat kenyamanan sosial-ekonomi-spasialnya lebih tinggi. Perpindahan penduduk dari wilayah kohesi lemah menuju wilayah kohesi kuat merupakan bentuk dasar urbanisasi/migrasi dari desa ke kota. Demi pencegaha urbanisasi, maka pembangunan desa/wilayah harus lebih diutamakan dibanding pembangunan kota. Sekali lagi, tujuannya adalah menguatkan kohesi antara desa dengan penduduknya demi memperlemah arus urbanisasi.
Langkah-langkah yang perlu dilaksanakan dalam pemecahannya terhadap masalah Urbanisasi dan Perkotaan adalah, adalah:
1.        Mengembalikan para penganggur di kota ke desa masing-masing.
2.        Memberikan keterampilan kerja (usaha) produktif kepada angkatan kerja di daerah pedesaan.
3.        Memberikan bantuan modal untuk usaha produktif.
4.        Mentransmigrasikan para penganggur yang berada di perkotaan.
5.        Dan langkah-langkah lainnya yang dapat mengurangi atau mengatasi terjadinya “urbanisasi”.
Selain langkah-langkah tersebut di atas, juga dapat dilaksanakan berbagai upaya preventif yang dapat mencegah terjadinya “urbanisasi”, antara lain:
1.        Mengantisipasi perpindahan penduduk dari desa ke kota, sehingga “urbanisasi” dapat ditekan.
2.        Memperbaiki tingkat ekonomi daerah pedesaan, sehingga mereka mampu hidup dengan penghasilan yang diperoleh di desa.
3.        Meningkatan fasilitas pendidikan, kesehatan dan rekreasi di daerah pedesaan, sehingga membuat mereka kerasan ‘betah’ tinggal di desa mereka masing-masing.
4.        Dan langkah-langkah lain yang kiranya dapat mencegah mereka untuk tidak berbondong-bondong berpindah ke kota.
Berbagai langkah tersebut di atas akan dapat dilaksanakan apabila ada jalinan kerja sama yang baik antara masyarakat dan pihak pemerintah. Dalam hal ini partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan, sehingga program-program pembangunan akan berjalan lebih tertib dan lancar. Dan tujuan pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya sebagai suatu ethopia atau cita-cita belaka.
2.         Urbanisme
Urbanism adalah cara karakteristik interaksi penduduk kota-kota (daerah perkotaan) dengan lingkungan binaan atau – dengan kata lain – karakter kehidupan perkotaan, organisasi, masalah, dll, serta studi tentang karakter yang (cara ), atau kebutuhan fisik masyarakat perkotaan, atau perencanaan kota. Urbanism juga pergerakan penduduk ke daerah perkotaan (urbanisasi) atau konsentrasinya di dalamnya (tingkat urbanisasi).
Jaringan Urbanisme
Melalui buku Networks Perkotaan – Jaringan Urbanism, Gabriel Dupuy berusaha untuk menerapkan pemikiran jaringan di bidang urbanisme sebagai respon terhadap apa yang dianggap sebagai krisis di arena perencanaan kota. Konflik dikatakan ada antara perencanaan kota berdasarkan konsepsi terpisah ruang (yaitu zona, batas-batas dan tepi) dan perencanaan kota pada konsepsi berbasis jaringan ruang. Jaringan Urbanism menekankan kebutuhan untuk memahami ‘sociation’ tidak dalam hal dibatasi, skala kecil, masyarakat dengan ruang publik yang intens, tetapi dalam hal karakter desentralisasi dan luas mereka yang bergantung pada segudang jaringan teknologi, informasi, pribadi dan organisasi bahwa lokasi link dalam cara yang kompleks.
Jaringan Urbanisme dipandang sebagai paradigma baru yang menghadapkan perencanaan tata ruang dengan tantangan untuk perubahan mendasar dalam pertimbangan konteks baru. Berpikir jaringan memiliki implikasi langsung untuk cara proses perencanaan diatur dengan mengharuskan gaya pemerintahan yang mencakup berbagai pemangku kepentingan yang mengorganisir diri dalam jaringan. Namun, Albrechts dan Mandelbaum menggambarkan pemikiran fisik berorientasi, berpikir paradigmatik dan pemikiran jaringan berorientasi sosial kadang-kadang sebagai jauh dari satu sama lain sebagai zonal dan pemikiran jaringan dalam perencanaan tata ruang.
Konteks sejarah
The ‘Urbanis’ dekade awal abad kedua puluh dikaitkan dengan perkembangan manufaktur terpusat, penggunaan lingkungan campuran, lapisan tebal organisasi sosial mendarah daging lokal dan jaringan, dan konvergensi antara kewarganegaraan politik, sosial dan ekonomi di mana para elit telah mereka kepentingan ekonomi tegas terletak di salah satu tempat. Mereka juga memberikan kontribusi untuk mengembangkan lanskap sipil melalui berada di dalam kota itu.
Teknologi, proses ekonomi dan sosial telah berubah urbanisme melalui desentralisasi energi menuju lokasi perifer. Stephen Graham dan Simon Marvin berpendapat bahwa kita sedang menyaksikan sebuah lingkungan pasca-urban di mana inti mengatur peran ruang publik perkotaan dikalahkan melalui kebangkitan lingkungan desentralisasi dan zona aktivitas yang longgar terhubung satu sama lain melalui jalan, telekomunikasi dan sirkuit organisasi yang tidak memiliki pusat jelas. Gabriel Dupuy menunjukkan bahwa karakteristik dominan tunggal urbanisme modern karakter jaringan tersebut.
Konsep urbanisme
Pendekatan pragmatis terhadap urbanisme mempromosikan tindakan di atas refleksi. Pragmatisme menekankan budaya inklusi di dalam kota di mana kontradiksi dan bekerja perselisihan untuk membangun kebenaran kuat. Inti dari pragmatisme tetap dalam kehidupan sehari-hari kontemporer di daerah perkotaan sebagai bahan filosofis utama. Meskipun ekspresi telah digunakan selama lebih dari satu abad, itu bukanlah konsep tetap. Sementara dunia bahwa gerakan berakar di memiliki banyak perubahan, sebagai bingkai untuk melihat dunia, pragmatisme juga mengalami berbagai tingkat modifikasi. Perubahan tersebut sangat relevan dengan perkembangan kota dan tema dasar pragmatisme dapat diterapkan pada urbanisme bahkan lebih kuat.
Anti-fondasionalisme dan fallibilism erat berhubungan satu sama lain. Dalam konteks yang sama dari kedua, konsep kota adalah sementara dan tidak pernah absolut atau tertentu, dan pragmatis berpendapat bahwa ide ruang harus lentur dan mudah beradaptasi dan mampu mengatasi ketidakpastian dan perubahan. Gagasan tentang masyarakat sebagai penanya adalah proses berkelanjutan dari koreksi diri dan legitimasi spasial ditentukan dari masyarakat yang lebih besar di mana mereka disajikan, dalam pengertian ini ide tempat akan dipertahankan hanya selama ada komunitas untuk mendukung itu. William James pluralisme terlibat mendorong orang untuk secara aktif menjangkau titik persimpangan di mana orang kritis dapat terlibat dengan orang lain. Di bawah pragmatisme tidak mungkin ideal platonis dari tak bertempat atau definisi penting dari tempat karena tempat didefinisikan seluruh interaksi terus-menerus dengan penghuninya.
John Dewey percaya bahwa personifikasi pengetahuan dalam praktik sehari-hari adalah penting dan pertanyaan proaktif tentang hubungan antara teori dan praktek menghubungkan ke ide tanggung jawab sosial. Tema demokrasi adalah pusat versi Dewey pragmatisme. Dia percaya bahwa dalam suatu masyarakat demokratis, setiap warga negara berdaulat mampu mencapai kepribadian. Dia berpendapat bahwa konsep tempat harus terbuka untuk eksperimen untuk harapan mewujudkan dunia yang lebih baik.
Menurut Bernstein, “tema ini juga aplikasi dasar urbanisme.” Sebagai pragmatisme berbagi sejarah perkembangan dengan kota-kota modern, baik pragmatis dan praktisi perkotaan telah mempengaruhi satu sama lain. Dewey mengatakan bahwa interaksi adalah pengalaman manusia. “Untuk hidup ada pawai terganggu seragam atau aliran Ini adalah hal sejarah, masing-masing dengan plot sendiri, awal sendiri dan gerakan menuju penutupan, masing-masing memiliki gerakan yang berirama tertentu sendiri; masing-masing dengan kualitas yang tidak berulang sendiri meresapi ke seluruh. ”
L.        Dasar dan Sifat Stratifikasi    
1.         Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratafikasi berasal dari kata bahasa Latin, statum. Arti kata ini adalah lapisan atau pelapisan. Dalam kaitannya dengan masyarakat, stratafikasi sosial berarti lapisan yang terdapat di masyarakat. Stratafikasi masyarakat merupakan perbedaan yang terdapat di masyarakat dalam tingkat yang vertikal. Perbedaan secara vertical menyatakan bahwa di dalam masyarakat terdapat perbedaan tinggi/ rendah status (kedudukan) seseorang.

bahwa pelapiasan sosial adalah pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara vertikal, yang diwujudkan dengan adanya tingkatan masyarakat dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah. Mengapa di dalam masyarakat terdapat pelapisan sosial? Pelapisan sosial akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai.        
2.         Dasar Ukuran Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat, khususnya di Indonesia ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongkan anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan (kelas sosial) tertentu adalah sebagai berikut: 
1.        Ukuran Kekayaan    
Kekayaan atau materi dapat dijadikan sebagai ukuran penempatan status seseorang dalam lapisan masyarakat. Oleh karenanya, orang yang memiliki harta benda berlimpah (kaya) akan lebih dihormati dan dihargai daripada orang miskin. Ukuran kekayaan ini dapat dilihat dari bentuk rumah modern, jenis pakaian yang dipakai, pemilikan sarana komunikasi dan transportasi, serta kebiasaan mengonsumsi barang-barang mewah.          
2.        Ukuran Kekuasaan   
Kekuasaan dipengaruhi oleh kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat. Seorang yang memiliki kekuasaan dan wewenang besar akan menempati lapisan sosial atas, sebaliknya orang yang tidak mempunyai kekuasaan berada di lapisan bawah. Contoh: pimpinan perusahaan dengan karyawannya.
3.        Ukuran Keturunan   
Ukuran keturunan terlepas dari ukuran kekayaan atau kekuasaan. Dalam hal ini keturunan berdasarkan golongan kebangsawanan atau kehormatan. Contoh: gelar Andi di masyarakat Bugis, Raden di masyarakat Jawa, dan Tengku di masyarakat Aceh. Kesemua gelar ini diperoleh berdasarkan kelahiran atau keturunan. Apabila seseorang berasal dari keluarga bangsawan secara otomatis orang tersebut menempati lapisan atas berdasarkan keturunannya.
4.        Ukuran Kepandaian atau Ilmu Pengetahuan           
Kepandaian serta kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dapat pula menjadi dasar dalam pelapisan sosial. Seseorang yang berpendidikan tinggi atau bergelar sarjana tentunya mempunyai status yang lebih tinggi. Sebagaimana orang yang menguasai ilmu pengetahuan akan menempati posisi yang paling tinggi dalam sistem pelapisan masyarakat. Contoh: profesor, doktor, dan lainlain.         
3.         Sifat-sifat Stratifikasi Sosial
Dalam sosiologi dikenal tiga sistem stratifikasi sosial, yaitu stratifikasi sosial tertutup, stratifikasi sosial terbuka, dan stratifikasi sosial campuran.           
1.        Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)   
Stratifikasi sosial tertutup dalam masyarakat dapat digambarkan seperti pada gambar di samping. Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas vertikal. Satu-satunya jalan untuk masuk dalam stratifikasi ini melalui kelahiran atau keturunan. Wujud nyata dari stratifikasi ini adalah sistem kasta di Bali. Kaum Sudra tidak dapat pindah posisi ke lapisan Brahmana. Atau masyarakat rasialis, kulit hitam (Negro) yang dianggap di posisi rendah tidak bisa pindah kedudukan di posisi kulit putih.
2.        Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)  
Stratifikasi sosial terbuka bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggota strata dapat bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Pada umumnya, sistem pelapisan ini, memberikan kesempatan kepada setiap anggota untuk naik ke strata yang lebih tinggi, atau turun ke strata yang lebih rendah. Selain itu, sistem pelapisan terbuka memberikan perangsang lebih besar kepada setiap anggota masyarakat untuk dijadikan landasan pembangunan masyarakat. Contoh, seorang yang miskin karena usaha dan kerja keras dapat menjadi kaya, atau sebaliknya.
3.        Stratifikasi Campuran          
Stratifikasi campuran diartikan sebagai sistem stratifikasi yang membatasi kemungkinan berpindah strata pada bidang tertentu, tetapi membiarkan untuk melakukan perpindahan lapisan pada bidang lain. Contoh: seorang raden yang mempunyai kedudukan terhormat di tanah Jawa, namun karena sesuatu hal ia pindah ke Jakarta dan menjadi buruh. Keadaan itu menjadikannya memiliki kedudukan rendah maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.

M.      Ciri Adanya Stratifikasi
Adanya stratifikasi sosial membuat sekelompok orang memiliki ciri-ciri yang berbeda dalam hal kedudukan, gaya hidup, dan perolehan sumber daya. Ketiga ciri stratifikasi sosial adalah sebagai berikut :
1.         Perbedaan Kemampuan Anggota masyarakat dari kelas (strata) tinggi memiliki kemampuan lebihtinggi dibandingkan dengan anggota kelas sosial di bawahnya. Misalnya, orangkaya tentu mampu membeli mobil mewah, rumah bagus, dan membiayaipendidikan anaknya sampai jenjang tertinggi. Sementara itu, orang miskin,harus bejuang keras untuk biaya hidup sehari-hari.
2.         Perbedaan Gaya HidupGaya hidup meliputi banyak hal, seperti mode pakaian, model rumah, seleramakanan, kegiatan sehari-hari, kendaraan, selera seni, cara berbicara, tata kramapergaulan, hobi (kegemaran), dan lain-lain. Orang yang berasal dari kelas atas(pejabat tinggi pemerintahan atau pengusaha besar) tentu memilikigaya hidup yang berbeda dengan orang kelas bawah. Orang kalangan atas biasanyaberbusana mahal dan bermerek, berlibur ke luar negeri, bepergian denganmobil mewah atau naik pesawat, sedangkan orang kalangan bawah cukupberbusana dengan bahan sederhana, bepergian dengan kendaraan umum, danberlibur di tempat-tempat wisata terdekat.
3.         Perbedaan Hak dan Perolehan Sumber DayaHak adalah sesuatu yang dapat diperoleh atau dinikmati sehubungan dengankedudukan seseorang, sedangkan sumber daya adalah segala sesuatu yangbermanfaat untuk mendukung kehidupan seseorang. Semakin tinggi kelas sosialseseorang maka hak yang diperolehnya semakin besar, termasuk kemampuanuntuk memperoleh sumber daya. Misalnya, hak yang dimiliki oleh seorangdirektur sebuah perusahaan dengan hak yang dimiliki para karyawan tentuberbeda. Penghasilannya pun berbeda. Sementara itu, semakin besarpenghasilan seseorang maka semakin besar kemampuannya untuk memperolehhal-hal lain.
N.       Unsur-unsur Stratifikasi Sosial
Unsur-unsur di dalam stratifikasi sosial adalah kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur pokok sistem lapisan dalam suatu masyarakat dan mempuanya arti yang sangat penting bagi masyarakat.        
1.        Status Sosial       
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status sosial sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi seseorang dalam kelompok masyarakatnya.           
Cara individu memperoleh statusnya
1.        Ascribed Status adalah keuddukan yang diperoleh secara otomatis tanpa usaha. Status ini sudah diperoleh sejak lahir.
Contoh: Jenis kelamin, gelar kebangsawanan, keturunan, dsb.       
2.        Achieved Status adalah kedudukan yang diperoleh seseorang dengan disengaja. Kedudukan ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran. Akan tetapi, bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengajar serta mencapai tujuan tujuannya. Contoh: kedudukan yang diperoleh melalui pendidikan guru, dokter, insinyur, gubernur, camat, ketua OSIS dsb.      
3.        Assigned Status merupakan kombinasi dari perolehan status secara otomatis dan status melalui usaha. Status ini diperolah melalui penghargaan atau pemberian dari pihak lain, atas jasa perjuangan sesuatu untuk kepentingan atau kebutuhan masyarakat.     
Contoh: gelar kepahlawanan, gelar pelajar teladan, penganugerahan Kalpataru dan sebagainya.            
2.      Peran       
Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang memiliki kedudukan atau status.Antara kedudukan dan peranan tidak dapat dipisahkan, karena saling tergantung satu sama lain.        
Dalam rumah tangga, tidak ada peranan Ayah jika seorang suami tidak mempunyai anak. Seseorang tidak bisa memberikan surat Tilang (bukti pelanggaran) kalau dia bukan polisi. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur perilaku dirinya dan orang lain. Seseorang dapat memainkan beberapa peranan sekaligus pada saat yang sama, seperti seorang wanita dapat mempunyai peranan sebagai isteri, ibu, karyawan kantor sekaligus (lihat gambar berikut).
Peran juga dapat diartikan sebagai seperangkat harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Harapan-harapan itu mempunyai dua segi.
1.      Role expectation.
Yaitu harapan-harapan masyarakat terhadap pemegang peran. Hal ini merupakan kewajiban.        
2.      Role performance.
Yaitu harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakatnya. Hal ini merupakan hak pemegang peran.       
Sedangkan jika ditinjau dari segi cakupannya, peranan sosial dapat mencakup tiga hal berikut:     
a.       Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Contoh :Sebagai seorang pemimpin harus dapat menjadi panutan dan suri teladan para anggotanya, karena dalam diri pemimpin tersebut tersandang aturan/norma-norma yang sesuai dengan posisinya.  
b.      Peranan merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, contoh : seorang ulama, guru dan sebagainya, harus bijaksana, baik hati, sabar, membimbing dan menjadi panutan bagi para muridnya.      
c.       Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, contoh : Suami, isteri, karyawan, pegawai negeri, dsb, merupakan peran dalam masyarakat yang membentuk struktur/susunan masyarakat.       
Peranan memiliki beberapa fungsi bagi individu maupun orang lain.      
Fungsi tersebut antara lain:          
1.      Peranan yang dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan struktur masyarakat, seperti peran sebagai ayah atau ibu.   
2.      Peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk membantu mereka yang tidak mampu dalam masyarakat. Tindakan individu tersebut memerlukan pengorbanan, seperti peran dokter, perawat, pekerja sosial, dsb.  
3.      Peranan yang dimainkan seseorang juga merupakan sarana aktualisasi diri, seperti seorang lelaki sebagai suami/bapak, seorang wanita sebagai isteri/ ibu, seorang seniman dengan karyanya, dsb.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar