Sabtu, 16 Mei 2015

factor somatic dan psikis yang mempengaruhi kelahiran

    Factor Somatic dan Psikis Yang Mempengaruhi Kelahiran
faktor-faktor yang berpengaruh dalam kehamilan terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1.         Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a.         Neroanatomi
b.        Nerofisiologi
c.         Nerokimia
d.        tingkat kematangan dan perkembangan organik
e.         faktor-faktor pre dan peri - natal
2.         Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
a.         Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
b.        kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan.
c.         Peranan ayah
d.        Persaingan antara saudara kandung
e.         Inteligensi
f.         hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
g.        kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
h.        Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
i.          Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j.          Tingkat perkembangan emosi
Setiap proses biologis dari fungsi keibuan dan reproduksi, yaitu sejak turunnya bibit ke dalam rahim ibu sampai saat kelahiran bayi itu senantiasa saja dipengaruhinya (distimulir atau justru dihambat) oleh pengaruh-pengaruh psikis tertentu. Maka ada :
a.         Interdependensi di antara faktor-faktor somatis (jasmaniah) dengan faktor-faktor psikis.
b.         Jadi pada fungsi reproduksi yang sifatnya biologis itu selalu dimuati pula oleh elemen-elemen psikis.
Dengan demikian segenap perkembangan psikis dan pengalaman-pengalaman emosional di masa silam dari wanita yang bersangkutan ikut berperan dalam kegiatan mempengaruhi mudah atau sukarnya proses kelahiran bayinya.
Para psikiater dan psikolog pada umumnya tidak mempunyai kesempatan untuk memperhatikan pengalaman psikis wanita yang tengah melahirkan. Juga para dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan kondisi psikis wanita tersebut. Sebab mereka biasanya disibuktikan oleh faktor-faktor somatik. Mereka juga terlampau tegang dan capai untuk memperhatikan kehidupan psikis wanita partus tadi. Pada umumnya para dokter dan bidan menganggap tugas mereka telah selesai, apabila bayinya sudah lahir dengan selamat, dan ibunya tidak menunjukan tanda-tanda patologis atau kelainan-kelainan kondisi tubuhnya.
Biasanya para dokter segera melakukan intervensi(pertolongan interventif sebelum kelahiran bayi) jauh sebelum kelahiran bayi, apabila terlihat tanda-tanda kelaianan pada kehamilan. Sebab mereka sama sekali tidak mengharapkan terjadinya proses partus yang abnormal. Bahkan ada kalanya para dokter melakukan pembedahan (kelahiran artificial), dan menerapkan hipnose untuk memperingan penderitaan para wanita yang tengah melahirkan. Maka tampaknya di kelak kemudian hari akan semakin sedikit proses biologis yang spontan alami dari kelahiran bayi, khususnya dalam masyarakat supermodern, berkat bantuan alat-alat kebidanan paling mutakhir, karena wanita-wanita yag bersangkutan memilih kelahiran bayinya lewat pembedahan.
Sangat menarik hati jika kita bisa mendapatkan wawasan tentang reaksi-reaksi psikis dari wanita yang tengah melahirkan bayinya secara spontan. Yaitu memperhatikan:
a.         Pengalaman feminim, kebahagiaan kepedihan/kesakitan yang paling memuncak dan paling mengesankan dalam hidupnya,
b.         Terutama pada saat kelahiran bayinya yang pertama kali.
Untuk memperoleh sedikit pengertian tentang situasi psikologis dari kelahiran, kita harus menjenguk sejenak fase terakhir dari masa kehamilan. Kelahiran sang bayi senantiasa diawali dengan beberapa tanda-tanda pendahuluan. Beberapa minggu sebelum kelahiran bayi, uterus atau rahim ibu itu menurun. Pada setiap luapan emosi yang disebabkan oleh rangsangan kuat dari luar, akan timbul kontraksi-kontraksi dalam kandungan yang hampir mirip dengan kontraksi mau melahirkan. Rahim yang menurun itu mengakibatkan:
a.         Tekanan-tekanan yang semakin terasa berat di dalam perut, ketegangan-ketegangan batin, dan sesak nafas ( sulit bernafas).
Bahkan bagi wanita yang paling sehat sekalipun, kondisi somatik menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat dan tidak menyenangkan. Sering timbul rasa jengkel, tidak nyaman badan, selalu kegerahan, duduk- berdiri–tidur serasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat menjadi letih, lesu, dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin yang dikandungnya jadi terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai dicintai secara psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan sebagai beban yang amat berat.
Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama minggu-minggu terakhir masa kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis, dan pada akhirnya merenggangkan runitas ibu anak yang semula tunggal dan harmonis. Perubahan-perubahan organik pada minggu-minggu terakhir itu menimbulkan pula semakin banyaknya perasaan-perasaan tidak nyaman. Maka beban derita fisik ini menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang di warnai oleh ”sikap-sikap bermusuhan” terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut mengharapkan dengan sangat agar “endofarasit” yang dikandungnya bisa cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya.
Dengan semakin bertambah beratnya beban kandungan dan bertambah banyaknya rasa-rasa tidak nyaman secara fisik, ego wanita yang tengah hamil itu secara psikologis jadi semakin capai dan lesu letih lahir-batinnya. Akibatnya, relasi ibu dengan (calon) anaknya jadi terpecah, sehingga polaritas aku-kamu (aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi) menjadi semakin jelas. Timbulan dualitas perasaan, yaitu:
1.         Harapan-cinta-kasih; dan
2.         Impuls-impuls bermusuhan-kebencian
Oleh sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus cepat-cepat keluar dari rahim, agar tidak terlampau lama manjadi sumber ketidaksenangan, untuk kemudian dijadikan “objek kesayangan”.
Maka selama minggu-minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik antara keinginan untuk mempertahankan janinnya cepat cepat. Pada umumnya peristiwa ini berlangsung dalam batin/kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk mempertahankan janin itu merupakan ekspresi dari kepuasaan-diri yang narsistis (dan lindungi janin) yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan yang narsistis ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan janinnya selama  mungkin; jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan semakin ketatlah rasa-rasanya identifikasi sang ibu dengan bayinya; sehingga ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya, atau mengundurkan kelahiran bayinya, selama mungkin.
Bersamaan dengan peristiwa tadi, disebabkan oleh :
a.         Fantasi tentang bakal-bayinya yang segera lahir sebagai objek-kasih sayang, diotambah dengan
b.         Beban fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan, kedua peristiwa itu menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat “ melemparkan sang bayi keluar” dari kandungan.

Jika konflik antara dua tendensi tadi jadi ekstrim dan patologis, sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang/mengeluarkan bayinya yang menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature (lahir sebelum waktunya).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar