Factor Somatic dan Psikis Yang Mempengaruhi Kelahiran
faktor-faktor
yang berpengaruh dalam kehamilan terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1.
Faktor-faktor somatik
(somatogenik)
a.
Neroanatomi
b.
Nerofisiologi
c.
Nerokimia
d.
tingkat kematangan
dan perkembangan organik
e.
faktor-faktor pre dan
peri - natal
2.
Faktor-faktor
psikologik ( psikogenik) :
a.
Interaksi ibu –anak :
normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
b.
kekurangan, distorsi
dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan.
c.
Peranan ayah
d.
Persaingan antara
saudara kandung
e.
Inteligensi
f.
hubungan dalam
keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
g.
kehilangan yang mengakibatkan
kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
h.
Konsep dini :
pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
i.
Pola adaptasi dan
pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j.
Tingkat perkembangan
emosi
Setiap proses biologis dari fungsi keibuan dan reproduksi, yaitu sejak
turunnya bibit ke dalam rahim ibu sampai saat kelahiran bayi itu senantiasa
saja dipengaruhinya (distimulir atau justru dihambat) oleh pengaruh-pengaruh
psikis tertentu. Maka ada :
a.
Interdependensi
di antara faktor-faktor somatis (jasmaniah) dengan faktor-faktor psikis.
b.
Jadi
pada fungsi reproduksi yang sifatnya biologis itu selalu dimuati pula oleh
elemen-elemen psikis.
Dengan demikian segenap perkembangan psikis dan pengalaman-pengalaman
emosional di masa silam dari wanita yang bersangkutan ikut berperan dalam
kegiatan mempengaruhi mudah atau sukarnya proses kelahiran bayinya.
Para psikiater dan psikolog pada umumnya tidak mempunyai kesempatan
untuk memperhatikan pengalaman psikis wanita yang tengah melahirkan. Juga para
dokter dan bidan hampir-hampir tidak mempunyai waktu untuk memperhatikan
kondisi psikis wanita tersebut. Sebab mereka biasanya disibuktikan oleh
faktor-faktor somatik. Mereka juga terlampau tegang dan capai untuk
memperhatikan kehidupan psikis wanita partus tadi. Pada umumnya para dokter dan
bidan menganggap tugas mereka telah selesai, apabila bayinya sudah lahir dengan
selamat, dan ibunya tidak menunjukan tanda-tanda patologis atau
kelainan-kelainan kondisi tubuhnya.
Biasanya para dokter segera melakukan intervensi(pertolongan interventif
sebelum kelahiran bayi) jauh sebelum kelahiran bayi, apabila terlihat
tanda-tanda kelaianan pada kehamilan. Sebab mereka sama sekali tidak
mengharapkan terjadinya proses partus yang abnormal. Bahkan ada kalanya para
dokter melakukan pembedahan (kelahiran artificial), dan menerapkan hipnose
untuk memperingan penderitaan para wanita yang tengah melahirkan. Maka
tampaknya di kelak kemudian hari akan semakin sedikit proses biologis yang
spontan alami dari kelahiran bayi, khususnya dalam masyarakat supermodern,
berkat bantuan alat-alat kebidanan paling mutakhir, karena wanita-wanita yag
bersangkutan memilih kelahiran bayinya lewat pembedahan.
Sangat menarik hati jika kita bisa mendapatkan wawasan tentang
reaksi-reaksi psikis dari wanita yang tengah melahirkan bayinya secara spontan.
Yaitu memperhatikan:
a.
Pengalaman
feminim, kebahagiaan kepedihan/kesakitan yang paling memuncak dan paling
mengesankan dalam hidupnya,
b.
Terutama
pada saat kelahiran bayinya yang pertama kali.
Untuk memperoleh sedikit pengertian tentang situasi psikologis dari
kelahiran, kita harus menjenguk sejenak fase terakhir dari masa kehamilan.
Kelahiran sang bayi senantiasa diawali dengan beberapa tanda-tanda pendahuluan.
Beberapa minggu sebelum kelahiran bayi, uterus atau rahim ibu itu menurun. Pada
setiap luapan emosi yang disebabkan oleh rangsangan kuat dari luar, akan timbul
kontraksi-kontraksi dalam kandungan yang hampir mirip dengan kontraksi mau
melahirkan. Rahim yang menurun itu mengakibatkan:
a.
Tekanan-tekanan
yang semakin terasa berat di dalam perut, ketegangan-ketegangan batin, dan
sesak nafas ( sulit bernafas).
Bahkan bagi wanita yang paling sehat sekalipun, kondisi somatik
menjelang kelahiran bayi ini dirasakan sangat berat dan tidak menyenangkan. Sering
timbul rasa jengkel, tidak nyaman badan, selalu kegerahan, duduk- berdiri–tidur
serasa salah dan tidak menyenangkan, tidak sabaran, cepat menjadi letih, lesu,
dan identifikasi serta harmoni antara ibu dengan janin yang dikandungnya jadi
terganggu. Bayi yang semula sangat diharapkan dan mulai dicintai secara
psikologis selama berbulan-bulan itu kini mulai dirasakan sebagai beban yang
amat berat.
Penderitaan fisik dan beban jasmaniah selama minggu-minggu terakhir masa
kehamilan itu menimbulkan banyak gangguan psikis, dan pada akhirnya
merenggangkan runitas ibu anak
yang semula tunggal dan harmonis. Perubahan-perubahan organik pada minggu-minggu terakhir itu
menimbulkan pula semakin banyaknya perasaan-perasaan tidak nyaman. Maka beban
derita fisik ini menjadi latar belakang dari impuls-impuls emosional yang di
warnai oleh ”sikap-sikap bermusuhan” terhadap bayinya. Lalu ibu tersebut
mengharapkan dengan sangat agar “endofarasit” yang dikandungnya bisa
cepat-cepat dikeluarkan dari rahimnya.
Dengan semakin bertambah beratnya beban kandungan dan bertambah
banyaknya rasa-rasa tidak nyaman secara fisik, ego wanita yang tengah hamil itu
secara psikologis jadi semakin capai dan lesu letih lahir-batinnya. Akibatnya,
relasi ibu dengan (calon) anaknya jadi terpecah, sehingga polaritas aku-kamu
(aku sebagai pribadi ibu dan kamu sebagai bayi) menjadi semakin jelas. Timbulan
dualitas perasaan, yaitu:
1.
Harapan-cinta-kasih;
dan
2.
Impuls-impuls
bermusuhan-kebencian
Oleh sebab itu, “musuh” yang ada dalam kandungan itu harus cepat-cepat
keluar dari rahim, agar tidak terlampau lama manjadi sumber ketidaksenangan,
untuk kemudian dijadikan “objek kesayangan”.
Maka selama minggu-minggu terakhir kehamilan itu muncul banyak konflik
antara keinginan untuk mempertahankan janinnya cepat cepat. Pada umumnya
peristiwa ini berlangsung dalam batin/kehidupan psikis belaka. Keinginan untuk
mempertahankan janin itu merupakan ekspresi dari kepuasaan-diri yang narsistis
(dan lindungi janin) yang sudah timbul sejak permulaan masa kehamilan. Keinginan
yang narsistis ini cenderung menolak kelahiran bayi, dan ingin mempertahankan
janinnya selama mungkin; jadi terdapat unitas total antara ibu-anak. Dan
semakin ketatlah rasa-rasanya identifikasi sang ibu dengan bayinya; sehingga
ibu tersebut ingin sekali menolak kelahiran bayinya, atau mengundurkan
kelahiran bayinya, selama mungkin.
Bersamaan dengan
peristiwa tadi, disebabkan oleh :
a.
Fantasi
tentang bakal-bayinya yang segera lahir sebagai objek-kasih sayang, diotambah
dengan
b.
Beban
fisik oleh semakin membesarnya bayi dalam kandungan, kedua peristiwa itu
menimbulkan kecenderungan kuat untuk cepat-cepat “ melemparkan sang bayi
keluar” dari kandungan.
Jika konflik antara dua tendensi tadi jadi ekstrim dan patologis,
sehingga kecenderungan-kecenderungan untuk membuang/mengeluarkan bayinya yang
menang, mungkin akan terjadi peristiwa kelahiran premature (lahir sebelum
waktunya).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar