BAB
I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang
Sekarang ini
usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit
dengan penggunaan obat dalam prosedur pembedahan telah dilakukan sejak zaman
kuno, termasuk dengan pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian
ilmiah pertama dari penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh
William Morton di Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter.
Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang
artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir
menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis Indica dan pemukulan
kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran. Sehingga dengan
perkembangan teknologi obat anestesi berkembang pesat saat ini. Obat anestesi
adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam
tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi
dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi lokal Anestesi
umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya kesadaran. Anestesi umum ini
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang
kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada
anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika,
dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan untuk
mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut saraf secara
reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat
bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-operasi maka dokter dapat
memberi anestesi lokal pada area pembedahan (Neal, 2006).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini adalah :
1.
Untuk memenuhi tugas
farmakologi kebidanan
2.
Untuk mengetahui
tentang obat anastetik
3.
Untuk menambah bahan
bacaan tentang obat anastetik
4.
Untuk memberikan
informasi kepada para pembaca khususnya mahasiswa kebidanan tentang obat
anastetik .
1.3 Manfaat
Adapun manfaat
dari penyusunan makalah ini adalah :
1.
Sebagai informasi
kepada para pembaca tentang obat anastetik.
2.
Sebagai referensi
tentang obat anestetik.
1.4 Rumusan
masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan anestetik ?
2. Apa yang di maksud dengan obat
anestesi umum dan lokal ?
3. Apa saja klasifikasi obat
anestesi umum dan lokal ?
4. Bagaimana mekanisme kerja obat
anestesi umum dan lokal ?
5. Bagaimana aktifitas obat
anestesi umum dan lokal ?
6. Apa
saja indikasi dan kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?
7. Bagaimana
farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi umum dan lokal ?
8. Apa
saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?
9. Apa
saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?
BAB
II
Pembahasan
2.1 Pengertian Anastetik
Istilah
anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (1809-1894)
berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan
Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan
rasa atau sensasi nyeri. Dalam arti yang lebih luas, anestesi berarti suatu
keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan. Pemberian anestetikum
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri baik disertai atau
tanpa disertai hilangnya kesadaran. Seringkali anestesi dibutuhkan pada
tindakan yang berkaitan dengan pembedahan. Anestetikum yang diberikan pada
hewan akan membuat hewan tidak peka terhadap rasa nyeri sehingga hewan menjadi
tenang, dengan demikian tindakan diagnostik, terapeutik atau pembedahan dapat
dilaksanakan lebih aman dan lancar.
Perjalanan
waktu sepanjang sejarah menunjukkan bahwa anestesi pada hewan digunakan untuk
menghilangkan rasa dan sensasi terhadap suatu rangsangan yang merugikan
(nyeri), menginduksi relaksasi otot, dan terutama untuk membantu melakukan
diagnosis atau proses pembedahan yang aman. Alasan lain penggunaan anestesi
pada hewan adalah untuk melakukan pengendalian hewan (restraint), keperluan
penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar,
pemotongan hewan yang humanis, dan untuk melakukan ruda paksa (euthanasia).
Secara umum tujuan pemberian anestetikum pada hewan adalah mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri dengan meminimalkan kerusakan organ tubuh dan membuat
hewan tidak terlalu banyak bergerak. Semua tujuan anestesi dapat dicapai dengan
pemberian obat anestetikum secara tunggal maupun dalam bentuk balanced
anesthesia, yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestetikum maupun dengan agen
preanestetikum.
2.2 Penggolongan
Anastetik
2.2.1
Anastetik Umum
Anastetika umum adalah obat yang dapat
menimbulkan anastesia atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum dari
berbagai pusat di SSP yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan
kesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip kedaan pingsan.
Anastetika digunakan pada pembedahan
dengan maksud mencapai kedaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia),
memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan
pelemasan otot (relaksasi). Anastetika umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anastesia untuk pembedahan
pada umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot.
Istilah narkotikum yang dahulu digunakan
untuk anastetika umum, sudah lama ditinggalkan karena dapat menimbulkan
kekeliruan dengan istilah hokum “narcotic drug”.
2.2.1.1
Taraf-taraf narkosa
Anastetika umum dapat menekan SSP secara
bertingkat dan berturut-turut menghilangkan aktifitas bagiannya. Ada empat taraf
narkosa, yakni,
a.
Analgesia, kesadaran
berkurang, rasa nyeri hilang dan terjadi euphoria (rasa nyaman) yang disertai
dengan impian yang mirip halusinasi. Eter dan nitrogenmonoksida memberikan
analgesia baik pada taraf ini, sedangkan haloten dan thiopental baru pada taraf
berikut.
b.
Eksitasi, kesadarn
hilang dan timbul kegelisahan. Kedua taraf ini disebut taraf induksi.
c.
Anesthesia, pernapasan
menjadi dangkal, cepat dan teratur , seperti pada keadaan tidur (pernapasan
perut), gerakan mata dan refleks mata hilang , sedangkan otot menjadi lemas.
d.
Kelumpuhan sumsung
tulang belakang, kegiatan jantung dan pernapasan terhenti. Taraf ini sedapat
mungkin dihindarkan.
Pada hakikatnya, kembalinya kesadaran
atau siuman berlangsung dalam urutan terbalik, dari d ke a.
2.2.1.2
Penggolongan anastetika
umum
Berdasarkan cara penggunaannya ,
anastetika umum dapat dibagi daam lima kelompok , disini hanya dibicarakan dua
yang terpenting, yakni:
a.
Anastetika inhalasi
Nitrogen aksida yan
stabil pada tekanan dan suhu kamar merupakan salah satu anestetik gas yang
banyak dipakai karena dapat digunakan dalam bentuk kombinasi dengan anestetik
lainnya. Halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan metoksifluran merupakan
zat cair yang mudah menguap. Sevofluran merupakan anestesi inhalasi terbaru
tetapi belum diizinkan beredar di USA. Anestesi inhalasi konvensional seperti
eter, siklopropan,dan kloroform pemakaiannya sudah dibatasi karena eter dan
siklopropan mudah terbakar sedangkan kloroform toksik terhadap hati.
b.
Anastetika intravena
Thiopental, diazepam, dan midazolam,
ketamin, dan propofol.
Obat-obat ini juga dapat diberikan dalam
sediaan suppositoria secara rectal,
tetapi reapsorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan untuk mendahului
(induksi) anastesi total, atau memeliharanya, juga sebagai anastesi pada
pembedahan singkat.
2.2.1.3
Farmakokinetika
Dalamnya anestesi ditentukan oleh
konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi
otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada banyaknya
farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik. Factor
tersebut menentukan perbedaankecepatan transfer anestetik inhalasi dari paru
kedalam darah serta dari darah keotak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut
mempengaruhi masa pemulihan anestesi setelah anestetik dihentikan.
Absorpsi
dan distribusi
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran
gas anestetik sebanding dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah
tersebut sering dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai
proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat
anestetik yang adekuat dalam otak untuk
menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara alveolar
kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini bergantung pada
sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju
ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan
parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Ekskresi
Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung
pada kecepatan pembuangan obat anestetik dari otak setelah konsentrasi obat
anestesi yang diisap menurun. Banyaknya proses transfer obat anestetik selama
waktu pemulihan samadengan yang terjadi selama induksi.
Factor-factor yang mengontrol kecepatan
pemulihan anestesi meliputi; aliran darah paru, besarnya ventilasi, serta
kelarutan obat anestesi dalam jaringan dan darah serta dalamnya fase gas
didalam paru.
2.2.1.4
Farmakodinamika
Kerja neurofisiologik yang penting pada
obat anestesi umum adalah denganmeningkatkan ambang rangsang sel. Dengan
meningkatnya ambang rangsang,akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat
anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine
menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisi naptik tidak
bekerja. Kerja tersebut digunakan padatransmisi aksonal dan sinaptik, tetapi
proses sinaptik lebih sensitive dibandingkanefeknya. Mekanisme ionik yang
diperkirakan terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah
dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+,
sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang
rangsang. Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran
neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi
langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membrane
protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penelitian
interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya
untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang
dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yangnyata diantara
anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan
dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.
2.2.1.5
Penggolongan Obat
Anastetika
A.
Obat-Obat Anastesi
Inhalasi
Diantara banyak cara
pemberian anastetika inhalasi, ada beberapa cara yang paling sering digunakan,
yakni:
a.
Sistem terbuka
Cairan terbang ( eter, kloroform,
trikloretilen) diteteskan tetes demi tetes ke atas sehelai kain kasa dibawah
suatu kap dari kawat yang menutup mulut dan hidung pasien. Ekshalasinya
langsung keluar, sehingga banyak zat inhalasi ini terbuang. Disamping kurang
ekonomis, gas yang diekshalasi juga menganggu lingkungan, antara lain dapat
menimbulkan abortus pada perawat yang hamil, yang bekerja diruang bedah.
b.
Sistem tertutup
Suatu mesin khusus menyalurkan campuran
gas dengan oksigen ke dalam suatu kap, dimana sejumlah CO2 dari ekshalasi
dimaksukkan kembali.
c.
Insuflasi
Gas atau uap ditiupkan ke dalam mulut
atau tenggorok dengan perantara suatu mesin. Cara ini berguna pada pembedahan
yang tidak menggunakan kap, misalnya pada pembedahan pengeluaran amandel.
Obat yang tergolong obat Anestesi
Inhalasi adalah: Halotan, enfluran, isofluran,sevofluran, desflurane, dan
methoxyflurane merupakan cairan yang mudah menguap.
1)
Halotan : Fluothane ( C
)
-
Bau dan rasa tidak
menyengat
-
Tidak dapat menyala dan
tidak eksplosif
-
Khasiat anastetisnya
sangat kuat (2 kali kloroform dan 4 kali eter) tetapi Khasiat analgetisnya
rendah dan daya relaksasi otot ringan.
-
Halotan digunakan dalam
dosis rendah dan dikombinasikan dengan suatu relaksans otot, seperti galamin
dan suksametonium.
-
Kelarutannya dalam
darah relative rendah induksi lambat, mudahdigunakan, tidak merangsang mukosa
saluran napas.
-
Bersifat menekan
refleks dari paring dan laring, melebarkan bronkioli danmengurangi sekresi
ludah dan sekresi bronchi.
-
Famakokinetik: sebagian
dimetabolisasikan dalam hati bromide, kloridaanorganik, dan trifluoacetik acid.
-
Efek samping: menekan
pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggunaan berulang, maka dapat
menimbulkan kerusakan hati.
-
Dosis: tracheal 0,5-3
v%.
2)
Enfluran
-
Anestetikum inhalasi
kuat, digunakan pada berbagai jenis pembedahan juga sebagai analgetikum pada
persalinan.
-
Memiliki daya relaksasi
otot dan analgetis yang baik, tidak begitu menekan SSP.
-
Resorpsinya setelah
inhalasi cepat dengan waktu induksi 2-3 menit. Sebagian besar diekskresikan
oleh paru-paru.
-
Efek sampingnya berupa
hipotensi, menekan pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca bedah dapat
timbul hipotermi (menggigil) serta mual dan muntah. Daya kerjanya dapat
melemaskan otot uterus, zat ini meningkatkan perdarahan pada persalinan,SC, dan
abortus.
-
Dosis tracheal 0,5-4v%.
-
Kategori keamanan untuk
ibu hamil B
3)
Isofluran
-
Bau tidak enak.
-
Anestetikum inhalasi
kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot baik.
-
Penekanan terhadap SSP
sama dengan enfluran.
-
Tidak menyala dan tidak
eksplosif.
-
Kadar fluoride dalam
ginjal rendah sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap fungsi ginjal.
-
Efek samping berupa
hipotensi, aritmi, menggigil, kontriksi bronchi, dan meningkatkan jumlah
leukosit. Pasca bedah dapat menimbulkan mual muntah dan keadaan tegang lebih kurang
10% pasien.
-
Dosis tracheal 0.5-3v%
dalam O2 dan N2O.
4)
Desfluran
-
merupakan halogenasi
eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat
mudah menguap.
-
Bersifat simpatomimetik
menyebabkan takikardia dan hipertensi.
-
Merangsang jalan napas
atas, sehingga tidak digunakan untuk induksianestesi.
5)
Sevofluran
-
Merupakan halogenasi
eter .
-
Induksi dan pulih dari
anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
-
Baunya tidak menyengat
dan tidak merangsang jalan napas.
-
Efek terhadap kardiovaskular
cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.Efek terhadap sistem saraf pusat
seperti isofluran dan belum ada laporantoksik terhadap hepar.
B.
Obat-obat anastesi
intravena
Obat-obat dalam golongan ini adalah
thiopental, diazepam, dan midazolam, ketamin, dan propofol.
Obat-obat ini juga dapat diberikan dalam
sediaan suppositoria secara rectal, tetapi resorpsinya kurang teratur.
Teruatama digunakan untuk mendahului anestesi total, atau memeliharanya, juga
sebagai anestesi pada pembedahan singkat.
1)
Tiopental ( C )
-
Anestetikum injeksi
baik, tetapi sangat singkat ( t ½ kurang lebih 5 menit) , mulai kerjanya cepat,
tetapi efek analgetis dan relaksasi ototnya tidak cukup kuat.
-
Hanya digunakan untuk
induksi dan narkosa singkat pada pembedahan kecil ( antara lain di mulut) atau
sebagai anestetikum pokok bersamaan dengan anestetikum lanjutan dan suatu zat
relaksan otot.
-
Farmakokinetika,
terikat pada protein plasma 80%. Di dalam hati dirombak sangat lambat menjadi
3-5% pentobarbital dan sisanya menjadi metabolit tidak aktif yang diekskresikan
melalui kemih. Kadarnya dalam jaringan lemak adalah 6-12 kali lebih besar
daripada kadar dalam plasma.
-
Efek samping : depresi
pernapasan, terutama pada injeksi yang terlalu cepat dan dosis berlebihan,
menyebabkan sering menguap, batuk, dan kejang laring pada taraf awal anastesi,
dapat menembus plasenta dan masuk ke dalam ASI.
-
Kontraindikasi : tidak
dapat digunakan pada infusiensi sirkulasi, jantung, atau hipertensi.
-
Dosis : IV 100-150 mg
larutan 2,5-5% (perlahan-lahan) rectal 40 mg/kg maksimal 2 g.
2)
Midazolam
-
Berkhasiat hipnotis.
Anxiolitis, relaksasi otot dan antikonvulsi.
-
Digunakan pada taraf
induksi dan memelihara anestesi.
-
Secara oral resorpsinya
agak cepat.
-
Perombakan berjalan
dengan cepat dan sempurna.
-
Efek samping dosis
diatas 0,1-0,15 mg/kg/BB berupa hambatan pernapasan yang bias fatal. Nyeri pada
tempat injeksi, dan tromboflebitis pada tempat injeksi.
-
Dosis: premedikasi oral
25 mg 45 menit sebelum pembedahan, IV 2,5 mg (HCl).
3)
Diazepam
-
Suatu benzodiazepine
dengan kemampuan menghilangkan kegelisahan, efek relaksasi otot yang bekerja
secara sentral, dan bila diberikan secara intravena bekerja sebagai antikejang.
Respon obat bertahan selama 12-24 jam menjadi nyata dalam 30-90 menit setelah
pemberian secara oral dan 15 mnt setelah injeksi intravena.
-
Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap benzodiazepine, pemberian parenteral dikontraindikasikan
pada pasien syok atau koma.
-
Dosis : induksi =
0,1-0,5 mg/kgBB
4)
Ketamin
-
Digunakan pada
pembedahan singkat, untuk induksi anestesi.
-
Menimbulkan rasa sakit.
-
Metabolismenya melalui
konvugasi di hati dan diekskresikan melalui kemih.
-
Daya kerja analgetis (t
½ kurang lebih 2 jam) berlangsung lebih lama daripada efek hipnotisnya.
-
Menimbulkan analgesi
yang dalam. Tidak efektif terhadap nyeri perut dan dada.
-
Efek samping :
hipertensi, kejang-kejang, sekresi lidah yang kuat, dan peningkatan tekanan
intracranial dan intraokuler, mengurangi prestasi kegiatan jantung dan
paru-paru. Gangguan psikis (halusinasi) pada fase pemulihan.
-
Dosis IM 10 mg/kg, IV 2
mg/ kg BB.
5)
Propofol
-
Digunakan untuk induksi
dan pemeliharaan anestesi umum.
-
Setelah injeksi IV
propofol dengan cepat disalurkan ke otak, jantung, hati, dan ginjal, kemudian
disusul dengan redistribusi yang sangat cepat ke otot, kulit, tulang, dan
lemak. Redistribusi ini menyebabkan kadar dalam otak menurun dengan cepat. Di
hati, propofol dirombak menjadi metabolit-metabolit inaktif yang diekskreikan
melalui urin.
-
Efek samping: sesak
nafas, depresi system diovaskuler ( hipotensi,bradikardia),eksitasi ringan dan
tromboflebitis. Setelah siuman timbul mual muntah dan nyeri kepala.
-
Dosis IV/infuse 2-12
mg/kg BB.
2.2.1.6
Cara pemberian
a.
Parenteral
Anastesi umum yang
diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular biasanya
digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk
indikasi anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat
dicapai induksi dan pemulihan, sedikit komplikasi pasca anestetikjarang
terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat lemah. Obat
yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin, droperidol dan
fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam,
dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.
b.
Perektal
Anastesi umum yang
diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi
anesthesia atau tindakan singkat.
c.
Perinhalasi, melalui pernafasan
Anastesia inhalasi
ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat
anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan
konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsial dalam
jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia,zat anastetika disebut kuat
bila dengan tekanan parsial rendah sudah mampu memberi anastesia yang adekuat.
Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam
hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi
otot rangka.
Anastesia inhalasi
masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan
otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan,
fluotan, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen).
Faktor-faktor lain
seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi
kekuatan manapun kecepatan anastesia.
2.2.1.7
Indikasi dan
Kontraindikasi
A.
Indikasi
1.
Infant & anak usia
muda
2.
Dewasa yang memilih
anestesi ummum
3.
Pembedahannya luas /
eskstensif
4.
Penderita sakit mental
5.
Pembedahan lama
6.
Pembedahan dimana
anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7.
Riwayat penderita tksik
/ alergi obat anestesi lokal
8.
Penderita dengan
pengobatan antikoagulantia
B.
Kontraindikasi
Kontra indikasi
anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan
dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
1.
Hepar yaitu obat
hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar atau dosis
obat diturunkan.
2.
Jantung yaitu obat-obat
yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah koroner.
3.
Ginjal yaitu obat yg
diekskresi di ginjal
4.
Paru-paru yaitu obat yg
merangsang sekresi Paru
5.
Endokrin yaitu hindari
obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang merangsang
susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula
darah.
2.2.1.8
Efek samping
Hampir semua anestetika
inhalasi mengakibatkan sejumlah efek samping dan yang terpenting adalah :
-
Menekan pernapasan yang
pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh haloten, enfluran, dan isofluran.
Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
-
Menekan system
kardiovaskuler, terutama oleh haloten, enfluran, dan isofluran. Efek ini
ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang SS simpatis , maka efek
keseluruhannya menjadi ringan.
-
Merusak hati dan ginjal
-
Oliguri, karena
kurangnya pengaliran darah di ginjal, jadi pasien perlu dihidratasi secukupnya.
-
Menekan system regulasi
suhu, sehingga menimbulkan perasaan kedinginan pasca bedah.
2.2.2
Contoh kasus
Kasus
:
Seorang wanita G3P1A0 32 tahun datang
diantar bidan dengan keterangan perdarahan antepartum suspek Placenta Previa
Totalis. Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak 5 jam yang lalu,.
pasien merasa hamil 8 bulan kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, air
ketuban belum dirasa keluar. Riwayat ANC di bidan. Vital Sign: TD: 120/80, Nadi
: 80x/menit, RR: 20x/menit, t: 36,5 C.
Pemeriksaan
Obstetri:
Perut membesar sesuai kehamilan.
Palpasi: Teraba janin tunggal, memanjang, preskep, puka, kepala belum masuk
PAP, his (-). DJJ (+) 146 x/menit Pemeriksaan Dalam: Tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium: Hb 7,0 .
Pasien akan dilakukan Sectio Cesaria Emergency.
Diskusi:
Pada kasus ini seorang
wanita usia 32 tahun dilakukan operasi Sectio Cesaria emergency atas indikasi
perdarahan antepartum oleh karena Placenta Previa Totalis. Teknik anestesi yang
dilakukan adalah anastesi umum (general anestesia) dengan metode semi-closed
intubation menggunakan pipa endotrakeal nomor 7. Pipa endotrakeal digunakan
(ET) digunakan agar dapat mempertahankan bebasnya jalan nafas.
Dari anamnesis
didapatkan pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya tanda-tanda anemis, denyut jantung janin masih baik,
presentasi kepala, dan karena curiga placenta previa maka tidak dilakukan
pemeriksaan dalam. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya penurunan Hb
pasien.) Pada pasien ini dikarenakan adanya penurunan nilai hasil laboratorium
pada Hb, maka status anestesi pasien adalah ASA 2 E(Pasien dengan penyakit
bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang).
Pada pasien dilakukan
general anestesi, tidak dilakukan regional anestesi karena pada pasien ini
dilakukan operasi SC emergency dengan Hb yang rendah, bila menggunakan regional
anestesi akan terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga perdarahan yang
terjadi akan lebih banyak dan akan memperparah kondisi pasien, regional
anestesi juga dapat menyebabkan hipotensi padahal dengan Hb yang rendah tubuh
membutuhkan Oksigen lebih banyak untuk dialirkan ke seluruh tubuh, hipotensi
ini juga menyebabkan penurunan perfusi plasenta sehingga ada kemungkinan janin
mengalami hipoksia walau sesaat, tapi akan menentukan APGAR scorenya, selain
itu bila menggunakan GA, anestesinya bisa lebih diperpanjang daripada teknik
SAB sehingga bisa digunakan pada operasi dengan durasi yang lama.
Sebelum dilakukan operasi, pasien
diminta untuk puasa 6 jam sebelumnya untuk mencegah terjadinya regurgitasi
lambung saat dilakukan operasi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam.
Pramedikasi yang
digunakan pada pasien adalah Odancentron 4 mg IV, Ketorolac 30 mg, dan Sulfas
Atropin 0,25 mg.
Ondansetron ialah suatu antagonis 5-HT3
yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan muntah.
Ketorolac merupakan
analgetika non opioid yang selain bersifat analgetik juga bersifat
antiinflamasi, antipiretik dan anti pembekuan darah. Dosis awal 10-30 mg dan
dapat diulang sesuai kebutuhan, namun penggunaannya dibatasi untuk 5 hari.
Sulfas atropine pada
dosis kecil (0,25 mg) diperlukan untuk menekan sekresi saliva, mukus bronkus
dan keringat. Sulfas atropine merupakan antimuskarinik yang bekerja pada alat yang dipersarafi
serabut pascaganglion kolinergik.
Induksi anestesi yang
digunakan pada pasien ini adalah propofol.. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi
untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg.
Muscle relaxant yang digunakan
adalah Scolin 60 mg intravena. Suksinilkolin merupakan muscle relaxant depolarisasi.
Dosisnya 1 mg/kg. pemberiannya untuk memudahkan pemasangan endotrakeal.
Maintenance yang digunakan adalah inhalasi dengan Enflurane 2 vol%, dan
O2 2 liter / menit. Enflurane merupakan halogenasi eter dan cepat populer
setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar pada penggunaan Halotan. Enflurane
hanya dimetabolisme 2-8% oleh hepar menjadi produk nonvolatil yang dikeluarkan
lewat urin. Sisanya dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli.
N2O 2 liter / menit
diberikan setelah bayi dilahirkan. Pemberian anesthesia dengan N2O harus
disertai O2 minimal 25 %. Gas ini bersifat anestetik lemah, tetapi analgesinya
kuat.
Tracrium (atrakurium besilat/ tramus)
merupakan pelumpuh otot sintetik dengan masa kerja sedang. Obat ini menghambat
transmisi neurumuskuler sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka.
Kegunaannya dalam pembedahan adalah sebagai adjuvant dalam anesthesia untuk
mendapatkan relaksasi otot rangka terutama pada dinding abdomen sehingga
manipulasi bedah lebih mudah dilakukan.
Ketika bayi telah
dilahirkan, kemudian dimasukkan midazolam 2 mg intravena dan N2O 2 vol %.
Midazolam merupakan sedatif golongan benzodiazepine. Selain sedasi, juga
berefek hypnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi
otot dan antikonvulsi. Dosis sedasi yang diberikan secara IV = 0,025-0,1
mg/kgBB. Midazolam tidak digunakan sebagai premedikasi pada pasien hamil, namun
digunakan sebagai sisipan setelah bayi lahir, karena bila digunakan sebagai
premedikasi dapat menyebabkan bayi tertidur (sleeping baby) yang menyebabkan
nilai APGAR pada bayi menjadi jelek, Oxitocyn dan methergin dimasukkan setelah bayi dilahirkan
untuk merangsang kontraksi uterus agar tidak terjadi perdarahan.
2.2.3
Anastetik local
Anestesi Lokal adalah obat yang mampu
menghambat konduksi saraf terutama nyeri) secara reversibel pada bagian tubuh
yang spesifik. Anestesi
(pembiusan; berasal dari bahasa Yunanian-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan
rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh
Oliver Wendel Holmes
Sr pada tahun 1846.
Anastetik local atau zat penghilang rasa
setempat adalah obat yang dalam penggunaan local merintangi secara reversible
penerusan saraf impuls saraf pusat ke SSP dan dengan demikian menghilangkan
atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal, rasa panas, atau dingin. Banyak
persenyawaan lain juga memiliki daya kerja demikian, tetapi efeknya tidak reversible
dan menyebabkan kerusakan permanen terhdap sel-sel saraf. Misalnya cara
mematikan rasa setempat juga daoat dicapai dengan pendinginan yang kuat atau
melalui keracunan protoplasma.
2.2.3.1
Persyaratan
Ada beberapa criteria yang harus
dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestetikum local,
antara lain:
a.
Tidak merangsang
jaringan
b.
Tidak mengakibatkan
kerusakan permanen terhadap susunan saraf
c.
Toksisitas sistemis
yang rendah
d.
Efektif dengan jalan
injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lender.
e.
Mulai kerjanya
sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama.
f.
Dapat larut dalama air
dan menghasilkan larutan yang stabil , juga terhadap pemanasan ( sterilisasi )
2.2.3.2
Mekanisme kerja
Anestetika local
mengakibatkan kelhilangan rasa dengan jalan beberaoa cara. Misalnya dengan
jalan menghindarkan untuk semenytara pembentukan dan transmisi impuls melalui
saraf dan ujungnya.
Pusat mekanisme
kerjanya terletak di membrane sel. Seperti juga alcohol dan barbital, anestesi
local menghambat penerusan impuls dengan jalan menurunkan permeabilitas
membrane sel saraf untuk ion-natrium, yang oerlu bagi fungsi saraf yang layak.
Hal ini disebabkan karena adanya persaingan dengan ion kalsium yang berada
berdekatan dengan saluran-saluran natrium di membrane neuron. Pada waktu bersamaan,
akibat turunnya laju depolarisasi, ambang kepekaan terhadap rasangan listrik lamnbat laun meningkat, sehingga
akhirnya terjadi kehilangan rasa setempat secara reversible.
Diperkirakan bahwa pada
proses stabilisasi membrane tersebut. ion kalsium memegang peranan penting ,
yakni molekul lipofil besar dari anestetika local mungkin mendesak sebagian ion
kalsium di dalam membrane sel tanpa
mengambi alih fungsinynya, dengan demikian membrane sel menjadi lebih padat dan
stabil. Serta dapat lebih baik melawan segala sesuatu oerubahan mengenai
permeabilitanya.
Penghambatan penerusan
impuls dapat perlu dicapai dengan pendingingan kuat atau mealui meracuni
protoplasma sel.
2.2.3.3
Farmakodinamika
Onset, intensitas, dan durasi blokade
saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi anatomis saraf. Saluran Na+ penting
pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti jantung. Efeknya terhadap saluran
Na+ jantung adalah dasar terapi anestetika lokal dalam terapi aritmia tertentu
(biasanya yang dipakai lidokain). Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada
jaringan yang terinfeksi dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi
mengakibatkan asidosis metabolik lokal, dan menurunkan pH.
2.2.3.4
Farmakokinetika
v Absorbsi
Absorbsi sistemik
suntikan anestesi lokal dari suatu tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat-jaringan, adanya bahan
vasokontrikstor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti
epineprin mengurangi penyerapan sistemik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat
dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata
terhadap obat yang masa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain,
lidokain, dan mepivikain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf
diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi, dan efek toksik sistemik
obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya
saja. Kombinasi pengurangan penyerapan sistemik dan peningkatan ambilan saraf
inilah yang memungkinkan perpanjangan efek anestesi lokal sampai 50%.
Vasokonstriktor kurang efektif dalam memperpanjang sifat anestesi obat yang
mudah larut dalam lipid dan bekerja lama (bupivukain, etidokain), mungkin
karena molekulnya sangat erat terikat dalam jaringan.
v Metabolisme
dan ekskresi
Anestesi lokal diubah
dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian
diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan
mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan. Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa
tersier menjadi bentuk bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah
diekskresikan karena bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus
ginjal.
Tipe ester anestesi
lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase
(pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali mempunyai waktu
paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 m3nit untuk prokain dan kloroprokain.
Ikatan amida dari
anestesi lokal dihidrolisi oleh enzim mikrosomal hati. Kecepatan metabolisme
senyawa amida di dalam hati bervariasi bagi setiap individu, perkiraan
urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokain > lidokain > mevikain > bupivikain (terlambat).
Akibatnya, toksisitas dari anestesi lokal tipe amida ini akan meningkat pada
pasien dengan gangguan fungsi hati. Sebagai contoh, waktu paruh lidokain rerata
akan memanjang dari 1,8 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada
pasien dengan penyakit hati yang berat.
2.2.3.5
Penggolongan anastetik
local
Secara kimiawi anestetika local dapat
digolongkan dalam beberapa kelompok, yaitu :
a.
Senyawa ester
Kokain, prokain, benzokain,
oksibuprokain, dan tetrakain.
b.
Senyawa amida
Lidokain dan prilokain. Mevikain dan
buvipakaina, chinchokain, artikain, dan pramokain.
c.
Lainnya
Fenol,Benzilalkohol, cryofluoran, dan
etilklorida. Semua obat tersebut di atas adalah sintetis, kecuali kokain yang
alamiah.
2.2.3.6
Contoh obat
1.
Kokain (benzoylmetilekgonin)
Anestetikum dari
kelompok ester ini berkhasiat vasokontriksi dan bekerjanya lebih lama, mungkin
karena merintangi re-uptake noradrenalin diujung neuron adrenergic sehingga
kadarnya di daerah reseptor meningkat.Selain itu , kokain juga memiliki efek
simpatomimetik sentral dan perifer.Daya kerja stimulasinya terhadap SSP (cortex)
menimbulkan beberapa gejala, seperti gelisah, ketegangan, dan meningkatnya
kapasitas dan tenaga sehingga tahan lama untuk bekerja lama karena hilangnya
perasaan lelah. Penggunaannya hanya untuk enestesia permukaan pada pembedahan
dihidung, tenggorok, telinga atau mata. Penggunaannya sebagai tetes mata sudah di
tinggalkan berhubung resiko akan cacat kornea dan sifat
midriasisnya.Penggunaannya yang terlalu sering dengan konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan
necrosis (mati jaringan) akibat vasokontriksi setempat.Kehamilan : kokain dapat
meningkatkan resiko abortus dan cacat pada janin,terutama pada saluran
urinnya.Dosis:kedokteran mata: larutan (HCL) 1-4 %, anesthesia hidung, telinga,
dan tenggorok 1-10%.
2.
Benzokain
Ester ini merupakan
derivate dari asam p-amino benzoate yang reabsorbsinya lambat. Khasiat
anestetik obat ini lemah, sehingga hanya digunakan pada anestesi permukaan
untuk menghilangkan nyeri dan gatal-gatal (pruritus). Benzokain digunakan dalam
suppositoria (250-500 mg untuk Rako) atau salep (2%) anti-wasir (untuk
Borraginol), juga dalam salep kulit, bedak tabor 5-20% dan lotion anti-sunburn
(3%, Benzomid).
3.
Prokain: Novocaine,
etokain
Derivat-benzoat ini
yang disintesa pada tahun 1905 tidak begitu toksis dibandingkan kokain.
Anestetik local dari kelompok-ester ini bekerja singkat dalam tubuh zat ini
dengan cepat dan sempurna dihidrolisa oleh kolinesterase menjadi dietilamino
etanol dan PABA (asam para-aminobenzoat), yang mengantagonir daya kerja
sulfonamide.Reabsorbsinya di kulit buruk, maka hanya digunakan sebagai injeksi
dan sering kali bersamaan dengan adrenalin untuk memperpanjang daya kerjanya. sebagai
anestetik local, prokain sudah banyak di gantikan oleh lidokain karena
efek-efek sampingnya.
Efek sampingnya yang serius adalah:
v Hipersensitasi
v Kadang-kadang
pada dosis rendah sudah dapat menyebabkan kematian dankolaps dan kematian.
v Reaksi
terhadap preparat kombinasi proka penisilin. Berlainan dengankokain, zat tidak
mengakibatkan adiksi. Dosis: 0,25-0,5%
4.
Oksibuprokain
(benoxinate, Novesin)
Merupakan
derivate-oksibutil (1954) yang tidak bersifat merangsang,terutama digunakan
pada kedokteran THT dan mata. Tetapi pemakaiannyaharus berhati-hati bila
terdapat selaput lender yang rusak atau adanya peradangan setempat. Mulai
kerjanya cepat dan kuat (dalam 1 menit) dan bertahan lebih kurang 10 menit.
Toksisitasnya ringan dan menurut laporantidak menimbulkan reaksi alergi.
5.
Tetrakain (ametokain)
Tetrakain adalah derivate benzoat dengan
gugus-metil pada atom(1941). Khasiatnya lebih kurang 10 kali lebih kuat dari
pada prokain,tetapi juga beberapa kali lebih toksis. Mulai kerjanya cepat dan
berlangsung lama, sedangkan resorpsinya dari mukosa jauh lebih baik daripada
prokain.
6.
Lidokain : lignokain,
Xylocaine
Derivate-asetanlida ini
( 1947) termasuk kelompok amida dan merupakanobat pilihan utama untuk untuk
anastesia permukaan ataupun filtrasi . zat inidigunakan pada selaput lender dan
kulit untuk nyeri,perasaan terbakar dan gatal.
Dibandingkan prokain,
khasiatnya lebih kuat dan lebih cepat kerjanya(setelah beberapa menit) juga
bertahan lebih lama. Penggunaan : lidokain banyak digunakan setelah infark
jantung sebagai obat pencegah aritmiaventricular( di bagian ICCU) dan pada
bedah jantung .
Efek
sampingnya adalah
v Mengantuk
v Pusing
v Sukar
bicara
v Hipotensi
dan
v Konvulsi.
Semua efek SSP yang terutama timbul pada overdose.
7.
Prilokain (Citanest)
Prilokain adalah
derivate yang mulai kerja dan kekuatannya sama dengan lidokain.Toksisitasnya
lebih rendah daripada lidokain, karena efek vasodilatasinya lebihringan
sehingga reabsorbsinya juga lebih lambat dan perombakannya lebihcepat . di
dalam hati, zat ini dirombak menjadi o-toluidin dan metabolit lain. ekskresinya
melalui kemih ( kurang dari 1%) . obat ini digunakan pada anstesia permukaan 4%
dan secara parenteral 1-1,5% dengan atau tanpa adrenalin.
8.
Mepivakain, Scandicaine
Derivate-piperidin ini
termasuk kelompok-amida yang mulai kerja dankekuatannya mirip lidokain tetapi
bertahan sedikit lama, tidak berkhasiat vasodilatasi sehingga tidak perlu
ditambahkan vasokonstraktor. Obat ini terutama digunakan sebagai aastesia
infiltrasi dan enis anastesia parenteral pada pembedahan dental, mata dan THT.
9.
Cinchokain
Derivate-kinolin ini
dari tipe amida yang beberapa kali lebih kuat daripada lidokain tetapi juga
lebih toksis.kerjanya bertahan lebih lama dan juga bersifat vasodilatasi. Obat
ini banyak digunakan sebagai anestetikum permukaan antaralain dalam
suppositoria anti wasir atau dalam salep untuk nyeri dan gatal gatal,tidak
menimbulkan hipersensitasi. efeknya tampak setelah 15 menit dan berlangsung 24
jam.
10.
Artikain
Derivate-tiofen ini
merupakan zat anestetik local dari kelompok-amidadengan kerja panjang ( 1976 0
terikat pada protein plasma 95%. Efeknya timbul setelah 3 menit dan berlangsung
agak lama, ca 45-90 menit. Obat inidigunakan untuk pembedahak kevil dan di
kedokteran gigi . karena artikainmemiliki daya penetrasi tulang yang lebih baik
dibandingkan lidokain.
Efek samping : pada orang yang alergi terhadap
zat pengisi lubang gigi amalgam dan artukaindapat timbul keluhan kesehatan serius.
Dosis dewasa sekalinya 400mg.
11.
Benzilalkohol
Cairan ini melarut
dalam air dan berkhasiat anastetis dan anti gatal lemah begitupula
bakteriostatis terhadap kuman.
2.2.3.7
Indikasi dan
kontraindikasi
a.
Indikasi
1.
Jika nyawa penderita
dalam bahaya karena kehilangan kesadarannya, sebagai contoh sumbatan pernafasan
atau infeksi paru.
2.
Kedaruratan karena
tidak ada waktu untuk mengurangi bahaya anestesi umum. Hal ini dapat terjadi
pada kasus seperti partus obstetik operatif, diabetes, penyakit sel bulan
sabit, usia yang sangat lanjut, dan pembedahan yang lama.
3.
Menghindari bahaya
pemberian obat anestesi umum, seperti pada anestesi halotan berulang, miotonia,
gagal ginjal atau hepar dan porfiria intermiten akut.
4.
Prosedur yang
membutuhkan kerjasama dengan penderita, seperti pada perbaikan tendo,
pembedahan mata, serta pemeriksaan gerakan faring.
5.
Lesi superfisial minor
dan permukaan tubuh, seperti ekstraksi gigi tanpa penyulit, lesi kulit,
laserasi minor, dan revisi jaringan parut.
6.
Pemberian analgesi
pascabedah, contohnya sirkumsisi, torakotomi, herniorafi, tempat donor cangkok
kulit, serta pembedahan abdomen.
7.
Untuk menimbulkan
hambatan simpatik, seperti pada free flap atau pembedahan reimplantasi, atau
iskemia ekstremitas.
b.
Kontraindikasi
1.
Alergi atau
hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah diketahui. Kejadian
ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2.
Kurangnya tenaga
terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
3.
Kurangnya prasarana
resusitasi.
4.
Tidak tersedianya alat
injeksi yang steril.
5.
Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6.
Pembedahan luas yang
membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7.
Distorsi anotomik atau
pembentukan sikatriks.
8.
Risiko hematoma pada
tempat-tempat tertentu.
9.
Pasien yang sedang
menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
10. Jika
dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk
bekerja dengan sempurna.
11. Kurangnya
kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.
2.2.3.8
Penggunaan
a.
Secara parenteral
1.
Anesthesia infiltrasi
Disini beberapa injeksi diberikan pada
atau sekitar jaringan yang alan dianestetisir, sehingga mengakibatkan hilangnya
rasa dikulit dan di jaringan yang terletak leih dalam, misalnya pada praktek
THT( Telinga, Hidung, Tenggorokan) atau gusi ( pada pencabutan gigi).
2.
Anesthesia induksi (
disebut juga blockade saraf perifer)
Merupakan injeksi di tulang belakang
pada suatu tempat berkumpulnya banyak saraf, hingga tercapai anestesi dari luar
daerah yang lebih luas, teruatama pada operasi lengan atau kaki, juga bahu.
Lagipula digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat.
3.
Anesthesia spinal
Di sebut juga injeksi punggung
(“ruggenprik”). Obat disuntikkan di cpunggung yang berisi cairan otak; jadi,
injeksi melewati duramater dan biasanya antara ruas lumbal ketiga dan keempat,
sehongga dapat di capai pembiusan dari kaki sampai tulang. Kesadaran penderita
tidak di hilangkan dan sesuai pembedahan tidak begitu mual.
4.
Anesthesia epidural
Obat di injeksikan di ruang epidural,
yakni ruang antara kedua selaput keras ( dura mater) dari sum-sum belakang.
Anestesia dicapai setelah setengah
jam.Tergantung pada efek yang di kehendaki, injeksi di berikan di lokasi yang
berbeda, misalnya secara lumbal untuk persalinan ( sectio caesarea,
“keizersnede”), obstetri, dan pembedahan perut bagian bawah. Secara cervical
untuk mencapai hilang rasa di daerah tengkuk; secara torakal untuk pemotongan
di paru-paru dan perut bagian atas.
5.
Anesthesia permukaan
Sebagai suntikan banyak di gunakan
sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau dokter
keluarga untuk pembedahan kecil, seperti menjahit luka di kulit.
Anestesia permukaan juga di gunakan
sebagai persiapan untuk prosedur diagnostik seperti bronkoskopi, gastroskopi,
dan sitoskopi.
b.
Cara penggunaan lain :
Anastetika local digunakan sebagai
larutan untuk nyeri di mulut atau tablet isap (sakit tenggorok) juga dalam
bentuk tetes-mata untuk mengukur tekanan intraokuler atau mengeluarkan benda
asing, begitu pula sebagai salep untuk gatal-gatal atau nyeri luka bakar dan dalam
pil-taruh anti-wasir.
Senyawa ester sering menimbulkan reaksi
alergi kulit, maka sebaiknya dugunakan suatu senyawa-amida yang lebih jarang
mengakibatkan hipersensitasi.
2.2.3.9
Efek samping
Di samping khasiat
anestetisnya, anestetika lokal masih memiliki sejumlah efek lain dan yang
terpenting di antaranya adalah:
1.
Menekan SSP
Setelah reabsorbsi pertama timbul
stimulasi, kemudian eksitasi, gemetar dan konvulsi. Stimulasi pusat ini di
susul oleh depresi dan terhambatnya pernapasan, yang dapat menyebabkan kematian.
2.
Menekan sistem
kardiovaskular
Pemberian sistemis anestesia lokal pada
kadar tinggi terutama mempengaruhi otot jantung (myocard) dan mengakibatkan
antara lain penurunan kepekaan untuk rangsangan listrik, kecepatan penerusan
impuls, dan daya kontraksi jantung
3.
Vasodilatasi
Pada dosis agak besar, dimana anestetika
mencapai peredaran darah, zat-zat ini menimbulkan vasodilatasi umum sebagai
akibat langsung dari blokade syaraf adrenegik.
BAB
III
Penutup
A. Kesimpulan
Anastesi
umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi umum dibagi menurut
bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas
(inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara
intravena. Anastesi umum yang ideal akan memberikan efek pemulihan yang baik
dan cepat.
Anestesi
lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal
merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat dan
dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa
panas atau dingin. Obat
anestesi lokal dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan
yaitu senyawa ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik
untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu.
B. Saran
Diharapkan
dengan makalah ini mahasiswa menjadi lebih paham dengan mata kuliah farmakologi
yaitu obat anestetik obat anestetik apabila disalahgunakan tentulah akan
berakibat buruk karena tidak tahu penggunaan ideal dan efek sampingnya.
Daftar
Pustaka
1.
Hoan Tjay,Tan dan irana
Rahardja.2007.”Obat-Obat Penting Khasiat,Penggunaan,dan Efek-Efek
Sampingnya”.Edisi Keenam. Jakarta:Gramedia
2.
Perawat.2011.”kasus general
anestesi”. 26 juli 2011. http://perawatanestesiindonesia.blogspot.com/2011/07/laporan-kasus-general-anestesi-pada.html
Dockmud’s Blog.2009.”anestesi”.27 oktober 2009. https://dokmud.wordpress.com/2009/10/27/
6.
Febri,wulan.2010.”obat
anestesi”.sabtu 11 desember 2010. http://wulanfebry.blogspot.com/
7.
Wahyuni,hasti.”Farmakologi”. http://www.academia.edu/4689847/Makalah_Farmakologi
8.
Bintang prana,adi.2011.”anestesi
lokal”.12 januari 2011.http://adibintangprana.blogspot.com/2011/01/anestetika-lokal-atau-zat-zat.html
10.Martina,lia.2013.”indikasi
dan kontraindikasi anestesi local”.http://fairytoot.blogspot.com/2013/09/anastesi-lokal-definisi-indikasi-dan.html
11.Suriansyyah.2013.”anestesi
umum”.oktober 2013. http://suriansyyah.blogspot.com/2013/10/anestesi-umum_20.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar