Sabtu, 11 April 2015
Kesehatan ibu dan anak(BidanPendidik): makalah wewenang kebidanan
Kesehatan ibu dan anak(BidanPendidik): makalah wewenang kebidanan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidan merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan yang dilakukan...
makalah wewenang kebidanan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bidan merupakan
suatu profesi yang mana dalam setiap
asuhan dan tindakan yang dilakukan memiliki tanggung jawab yang besar. Apabila
seorang bidan melakukan suatu kesalahan
yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan hukuman yang telah
ditetapkan oleh permenkes.
Dalam melakukan
tindakan-tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan standar bidan juga
harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan hukum profesi
dalam setiap tindakannya.
B.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas etikolegal dalam kebidanan serta
menambah wawasan mengenai permenkes tentang praktek bidan.
BAB II
PEMBAHASAN
Permenkes 1464/X/Menkes/2010
PERMENKESRINO 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
peraturan ini yang dimaksud dengan :
1.
Bidan adalah seorang perempuan yg lulus dari pendidkan bidan
yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yg digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat.
3.
Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang
diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi
4.
Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah
bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan
untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5.
Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah
bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan
untuk mejalankan praktik bidan mandiri
6.
Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai
petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar
profesi, dan standar operasional prosedur.
7.
Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8.
Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB 11
PERIZINAN
Pasal 2
1.
Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
2.
Bidan yg menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan
minimal Diploma III (D III) Kebidanan.
Pasal 3
1.
Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan
wajib memiliki SIKB.
2.
Setiap bidan yg
menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
3.
SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
1.
Untuk memperoleh SIKB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada pasal 3, Bidan harus mengajukan
permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan :
a.
Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
b.
Surat ket sehat fisik dari dokter yangg memiliki SIP
c.
Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan.
Kesehatan atau tempat praktik
d.
Pasfoto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar
e.
Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau
pejabat yang ditunjuk.
f.
Rekomendasi dari organisasi profesi.
2.
Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia
(MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum
dapat dilaksanakan, Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
4.
Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) tercantum dalam
Formulir I terlampir
5.
Contoh SIKB sebagaimana
tercantum dalam Formulir
II terlampir
6.
Contoh SIPB sebagaimana
tercantum dalam Formulir
III terlampir.
Pasal 5
1.
SIKB / SIPB
dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota
2.
Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1)
huruf e tidak diperlukan.
3.
Permohonan SIB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus
disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten /kota atau dinas kesehatan
kabupaten/kota kpeada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan
hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat
kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
1.
SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat
diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
2.
Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
a.
fotokopi SIKB/SIB yg lama
b.
fotokopi STR
c.
surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP
d.
pasfoto berwarna terbaru ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar
e.
rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
atau pejabat yang ditunjuk sesuai
ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e
f.
rekomendasi dari
oranisasi profesi
Pasal 8
SIKB/SIPB
dinyatakan tdk berlaku bila :
a.
Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB
b.
Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
c.
Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan
dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan Pelayanan
yang meliputi :
1.
Pelayanan kesehatan ibu
2.
Pelayanan kesehatan anak
3.
Pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana
Pasal 10
1.
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2.
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :
a.
Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b.
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c.
Pelayanan persalinan normal
d.
Pelayanan ibu nifas normal
e.
Pelayanan ibu menyusui
f.
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
3.
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 berwenang untuk :
a.
Episiotomi
b.
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c.
Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan
d.
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e.
Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas
f.
Bimbingan
inisiasi menyusui dini
dan promosi ASI
ekslusif
g.
Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
h.
Penyuluhan dan konseling
i.
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j.
Pemberian surat keterangan kematian
k.
Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Pasal 11
1.
Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9
huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah
2.
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a.
Melakukan asuhan bayi
baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi,
inisiasi menyusu dini,
injeksi vit K 1, perawatan bayi
baru lahir pada
masa neonatal (0-28 hr) perawatan tali pusat
b.
Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
c.
Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan
d.
Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah
e.
Pemantauan
tubuh kembang bayi,
anak balita dan
anak prasekolah
f.
Pemberian konseling dan penyuluhan
g.
Pemberian surat keterangan kelahiran
h.
Pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c berwenang untuk
a.
Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana
b.
Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
1.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11,
dan 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan
kesehatan meliputi :
a.
Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam
rahim, dan alat kontrasepsi bawah kulit
b.
Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan dibawah
supervisi dokter
c.
Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang
ditetapkan
d.
Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu
dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
e.
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak prasekolah, dan anak sekolah
f.
Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
g.
Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan
tehadap Infeksi
Menular Seksual ( IMS )
termasuk pemberian
kondom, dan penyakit lainnya
h.
Pencegahan
penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan
edukasi
i.
Pelayanan
kesehatan lain yang merupakan
program Pemerintah
2.
Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal
terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi
dini, merujuk dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS)
dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika
dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah
dilatih untuk itu.
Pasal 14
1.
Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak
memiliki dokter, dapat melakukan
pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2.
Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota.
3.
Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku.
Pasal 15
Pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktek mandiri tertentu untuk
melaksanakan program pemerintah
1.
Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana
program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemeritah daerah
provinsi/kabupaten/kota.
Pasal
16
1.
Pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah dan
pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III
Kebidanan.
2.
Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang
telah mengikuti pelatihan.
3.
Pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab
menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang
tidak memilki dokter.
Pasal 17
1.
Bidan dalam menjalankan praktik mandiri
harus memenuhi persyaratan meliputi :
a.
Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan
untuk tindakan asuhan kebidanan, serta
peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan pra sekolah
yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat
b.
menyediakan
maksimal 2 ( dua ) tempat tidur untuk
persalinan
c.
memiliki sarana, peralatan
dan obat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku
2.
Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu
tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
1.
Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :
a.
Menghormati hak pasien
b.
Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan
c.
Merujuk kasus yang
bukan kewenangannya atau
tidak dapat ditangani dengan
tepat waktu
d.
Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
e.
Menyimpan
rahasia pasien sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
f.
Melakukan
pencatatan asuhan kebidanan
dan pelyanan lainnya secara sistematis
g.
Mematuhi standar
h.
Melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik
kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian
2.
Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti
perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang
tugasnya.
3.
Bidan dlm menjalankan praktik kebidanan hrs membantu program
pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktek bidan
mempunyai hak :
1.
Memperoleh perlindungan hukum dalam pelaksanaan
praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar
2.
Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien
dan/atau keluarganya
3.
Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar
4.
Menerima imbalan jasa profesI
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
1.
Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan sesuai dg pelayanan yg diberikan.
2.
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke
Puskesmas wilayah tempat praktik.
3.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
1.
Menteri, Pemerintah daerah Provinsi, Pemda kabupaten/kota
melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan
asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pd ayat (1)
diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi
masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi
kesehatan
3.
Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota hraus melaksanakan pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.
4.
Dalam melaksanakan tugas sebaggimana dimaksud pada ayat (1),
Kepala Dinas Kab/Kota hraus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan
bidan di desa serta menetapkan dokter Puskesmas terdekat untuk pelaksanaan
tugas supervisi terhadap bidan di
wilayah tersebut.
Pasal 22
Pimpinan fasilitas kesehatan wajib
melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan
tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal 23
1.
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kab/kota
dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
2.
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
dilakukan melalui:
a.
Teguran lisan
b.
Teguran tertulis
c.
Pencabutan SKIB/SIPB untuk sementara paling lama 1 tahun
d.
Pencabutan SKIB/SIPB selamanya.
BAB VI
KETNTUAN PERALIHAN
Pasal 25
1.
Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Kepmenkes No
900/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Permenkes No
HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini s.d. masa berlakunya
berakhir.
2.
Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui
SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya berdasarkan
Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Kesehatan Provinsi (MTKP)
belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal
27
Bidan yang telah melaksanakan kerja
di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus
memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun sejak peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah
Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri hrs menyesuaikan
dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak
Peraturan ini ditetapkan
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat peraturan ini mulai
berlaku :
a.
Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan
b.
Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang Izin dan
penyelenggaraan Praktik Bidan; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan
ini berlaku pada tgl diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2010
Menteri Kesehatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keputusan
Menteri Kesehatan RI No 1464/menkes/per/x/2010 mengenai Izin dan Pelaksanaan
Praktik Bidan dapat digolongkan dalam VII BAB, diantaranya tentang beberapa
ketentuan umum, Perizinan, Penyelenggaraan Praktik, Pencatatan dan Pelaporan,
Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
B. Saran
Bagi
Mahasiswa diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan sehingga dapat
memahami konsep izin dan penyelenggaraan praktik kebidanan.
Bagi
Petugas–petugas Kesehatan diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan serta menerapkan apa yang
termuat dalam Permenkes RI No 1464.
DAFTAR PUSTAKA
Puji
Wahyuningsih, Heni.2008.Etika Profesi Kebidanan.Fitramaya.Jakarta
https://titamedia.wordpress.com/2015/01/21/makalah-etika-permenkes-ri-no-1464menkesperx2010/
Langganan:
Postingan (Atom)